peraturan:sdp:763pj.532006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 7 Desember 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 763/PJ.53/2006 TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS TURNKEY PROJECT DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara dengan Nomor XXXXX tanggal 27 Februari 2006 hal sebagaimana tersebut diatas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa : a. BUTETIL memenangkan tender pelaksanaan desain, pengadaan suplai barang dan pembangunan pabrik di Hoknga Terminal Banda Aceh dan pemilik pabrik adalah PT SAI. * Kontrak dimenangkan melalui global tender dengan basis turnkey project. * Dalam perjanjian Kontrak disebutkan bahwa 1) BUTETIL akan melakukan pengadaan barang/peralatan sampai di tempat proyek. 2) BUTETIL juga akan memperoleh jasa supervisi proyek. 3) BUTETIL juga melakukan penagihan atas biaya tidak langsung terhadap pengeluaran yang berkaitan dengan pengadaan barang/peralatan tersebut diatas * Sesuai dengan kontrak, barang akan diimpor dengan menggunakan fasilitas dan nama PT SAI yang merupakan pemilik proyek. Disamping itu PT SAI yang memiliki fasilitas Master List. b. Sesuai dengan Undang-Undang PPN, dalam melakukan penagihan BUTETIL akan memisahkan tagihan untuk barang/peralatan, jasa konstruksi dan penggantian biaya tidak langsung yang terkait dengan mengeluarkan invoice komersial dan faktur pajak yang terpisah untuk ketiga jenis tagihan tersebut. c. Yang jadi permasalahan adalah pada saat melakukan penagihan atas pengadaan barang BUTETIL hanya mengeluarkan invoice komersial dan tidak mengeluarkan faktur pajak karena menganggap pajak merupakan kewajiban PT SAI seperti yang disebutkan dalam kontrak. PT SAI menganggap transaksi tersebut harus dilakukan seperti yang diuraikan dalam Undang- Undang Nomor 18 TAHUN 2000. d. Sewaktu Kontrak ini ditandatangani dan setelah BUTETIL memberikan bank garansi maka BUTETIL akan menerima uang muka pengadaan barang/peralatan sebesar 10% dari nilai kontrak termasuk PPN. Uang muka tersebut telah diterima BUTETIL dengan menerbitkan invoice komersial dan faktur pajak dan PPN tersebut telah disetor ke Kas Negara. e. Yang menjadi pertanyaan BUTETIL : 1. Apakah dalam penagihan atas barang/peralatan tersebut BUTETIL harus mengenakan PPN dan menerbitkan faktur pajak? 2. Apakah dalam penagihan biaya terkait yang sudah dikeluarkan tanpa mark up tidak dikenakan PPN. 3. Karena status kepemilikan barang/peralatan impor adalah milik PT SAI dan fasilitas impor juga dimiliki PT SAI, apakah faktur pajak harus dibuka atas nama BUTETIL dan jika tidak siapa yang berkewajiban membuka faktur pajak? 4. Terhadap uang muka yang PPN telah dibuatkan faktur pajaknya dan disetor oleh BUTETIL ke kas negara, dapatkah PPN tersebut diperhitungkan sebagai bagian dari perhitungan PPN untuk barang yang akan diimpor? 2. Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur antara lain : a. Pasal 1 angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. b. Pasal 1 angka 18, bahwa Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. c. Pasal 1 angka 19, bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. d. Pasal 1 angka 27, bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut. e. Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. f. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. g. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. h. Pasal 13 ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. i. Pasal 13 ayat (4), bahwa ayat (4), bahwa saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tata cara penyampaian, dan tata cara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 3. Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya menyatakan bahwa Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut PPN. 4. Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005 tentang Penunjukkan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Rekanan kepada Kontraktor, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Kontraktor baik kantor Pusat, cabang-cabang, maupun unit-unitnya, yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai 4, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Dalam melakukan penagihan atas barang/peralatan pabrik, BUTETIL harus memungut PPN dan menerbitkan Faktur Pajak karena BUTETIL adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada PT SAI pada saat menyelesaikan proyek.Selain itu PT SAI bukan bertindak sebagai Pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan 3 diatas, sehingga pemungutan dan penyetoran PPN tetap menjadi kewajiban BUTETIL. b. Penagihan atas penggantian biaya terkait tetap terutang PPN karena biaya terkait tersebut merupakan bagian DPP dari harga jual pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau DPP Penggantian pada saat menyerahkan Jasa Kena Pajak. c. Apabila di dalam nilai penyerahan yang dilakukan BUTETIL terdapat BKP yang diimpor atas nama PT SAI, maka nilai Dasar Pengenaan Pajak pada Faktur Pajak yang dibuat oleh BUTETIL tidak termasuk nilai BKP yang diimpor tersebut. d. Terhadap uang muka yang PPN nya telah disetor walaupun tetap dapat dikreditkan, akan tetapi tidak dapat diperhitungkan sebagai bagian PPN yang terutang atas impor, mengingat atas impor Barang Kena Pajak tetap harus dipungut PPN dan PPh Pasal 22 berdasarkan nilai impor tanpa memperhitungkan uang muka yang telah dibayar Pajak Pertambahan Nilainya. Demikan untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN dan PTLL ttd. ICHWAN FACHRUDDIN NIP 060044568
peraturan/sdp/763pj.532006.txt · Last modified: 2023/02/05 04:12 by 127.0.0.1