peraturan:sdp:722pj.3122003
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 27 Oktober 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 722/PJ.312/2003 TENTANG PERLAKUAN PAJAK ATAS AGIO SAHAM DAN KOMPENSASI KERUGIAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 11 Agustus 2003 perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa: AGIO SAHAM a. Pada tanggal 23 Mei 2001 PT. ABC (NPWP XX.XXX.XXX.X.XXX.XXX) menandatangani perjanjian restrukturisasi utang dengan para kreditur sebesar US$ 165,521,556,- b. Berdasarkan perjanjian tersebut disepakati bahwa sebesar US$ 75,122,891.29 dari utang akan dikonversi menjadi modal saham (dengan kurs pada tanggal transaksi) yang ekuivalen dengan 75% hak suara (voting right). Berdasarkan hal tersebut pada tanggal 16 Juli 2001 telah direalisasikan konversi utang menjadi modal saham dan disahkan dengan Akte No. XXX dari AAA; c. Mengingat nilai utang yang dikonversi lebih besar dari nilai nominal saham yang dikeluarkan oleh perusahaan, maka perusahaan membukukan selisih tersebut sebagai agio saham sesuai dengan PSAK No. 21 paragraf 15 yang menyatakan sebagai berikut: "Pengeluaran saham dicatat sebesar nilai nominal yang bersangkutan. Bila jumlah yang diterima dari pengeluaran saham tersebut lebih besar dari pada nilai nominalnya, selisih yang terjadi dibukukan pada akun agio saham."; d. Pencatatan agio saham, secara khusus, dan pembukuan secara umum telah diperiksa oleh XYZ dengan pendapat wajar tanpa syarat; e. Pencatatan agio saham seperti tersebut pada butir c dan d dilakukan pula untuk akuntansi pajak; f. Saudara mohon penegasan atas permasalahan tersebut. KOMPENSASI KERUGIAN a. PT. ABC mempunyai Rugi Fiskal sejak tahun 1996 sampai dengan tahun 2001, seperti terlihat pada tabel berikut ini: (Dalam Rupiah) ________________________________________________________________________ Tahun Keterangan Rugi fiskal Akumulasi Kerugian ________________________________________________________________________ 1996 Kerugian berdasarkan SPT 67,754,330,235 67,754,330,235 1997 Kerugian berdasarkan SPT 298,793,909,725 366,548,239,960 1998 Kerugian berdasarkan SPT 250,044,413,468 616,592,653,428 1999 Kerugian berdasarkan SPT 70,661,446,416 687,254,099,844 2000 Kerugian berdasarkan SPT 107,708,550,506 794,962,650,350 2001 Kerugian berdasarkan SPT 181,372,833,071 976,335,483,421 ________________________________________________________________________ b. Apabila rugi fiskal tahun 2001 sesuai dengan hasil pemeriksaan pajak menjadi laba fiskal, apakah atas laba fiskal tahun 2001 (berdasarkan SKP) tersebut dapat dikompensasikan dengan rugi fiskal tahun-tahun sebelumnya baik berdasarkan SKP maupun berdasarkan SPT, ataukah hanya dapat dikompensasikan dengan rugi fiskal berdasarkan SKP saja; c. Saudara mohon penegasan atas permasalahan tersebut. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur: a. Pasal 4 ayat (1) huruf k, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk keuntungan karena pembebasan utang. b. Pasal 6 ayat (1) huruf h, Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi piutang yang nyata- nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat: - Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial; - Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; - Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan - Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak. c. Pasal 6 ayat (2), apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. 3. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 (UU KUP), antara lain diatur: a. Pasal 12 ayat (2), Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; b. Pasal 12 ayat (3), Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak benar, maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya. c. Pasal 13 ayat (1), Dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut: - Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang di bayar; - Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran; - Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen); - Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. d. Pasal 15 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang. 4. Berdasarkan Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal/membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal. 5. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 TAHUN 2001 tentang Pemberian Keringanan Pajak Penghasilan Kepada Wajib Pajak Yang Melakukan Restrukturisasi Utang Usaha Melalui Lembaga Khusus Yang Dibentuk Pemerintah, diatur: a. Pasal 6, Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan yang diperoleh debitur atau kreditur karena perubahan utang menjadi penyertaan modal kreditur pada perusahaan debitur (debt to equity swap) baik langsung maupun melalui pihak ketiga, dibebaskan sepanjang penyertaan modal tersebut dinilai sebesar nilai buku utang pihak debitur; b. Pasal 7 ayat (3), Atas utang bunga yang tidak diberikan pembebasan termasuk utang bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal, tetap terutang Pajak Penghasilan oleh kreditur; c. Pasal 7 ayat (4) huruf a, Pemotongan dan Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 oleh debitur berkenaan dengan utang bunga yang tidak diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), untuk utang bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Berdasarkan PSAK Nomor 21 Paragraf 15, Pengeluaran saham dicatat sebesar nilai nominal yang bersangkutan. Bila jumlah yang diterima dari pengeluaran saham tersebut lebih besar dari pada nilai nominalnya, selisih yang terjadi dibukukan pada akun Agio Saham. 7. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dapat diberikan penegasan bahwa: a. PERLAKUAN TERHADAP AGIO SAHAM 1) Perubahan utang menjadi penyertaan modal (debt to equity swap), sepanjang jumlah nilai penyertaan modal tersebut dibukukan sama dengan jumlah nilai buku utang-piutang pada saat konversi baik dalam pembukuan pihak kreditur maupun dalam pembukuan pihak debitur, tidak menimbulkan konsekuensi perpajakan. 2) Pada prinsipnya ketentuan PSAK No. 21 Paragraf 15 tidak bertentangan dengan ketentuan UU PPh, karena agio saham merupakan bagian dari penyertaan modal. 3) Apabila dalam perubahan utang menjadi penyertaan modal tersebut terdapat unsur utang bunga, maka utang bunga tersebut tetap merupakan biaya bagi debitur dan penghasilan bagi kreditur dalam tahun pajak terjadinya utang bunga. b. PERLAKUAN TERHADAP KOMPENSASI KERUGIAN 1) Berdasarkan sistem self assesment yang dianut dalam Undang-undang Perpajakan khususnya Undang-undang Pajak Penghasilan, penetapan pajak pada tingkat pertama dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT). 2) Penerbitan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak (official assesment) hanya dilakukan apabila terdapat fakta tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (3), Pasal 13 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) UU KUP. Dengan demikian apabila Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan formal maupun ketentuan material Undang-undang Perpajakan, maka Direktur Jenderal Pajak tidak perlu menerbitkan ketetapan pajak. Demikian pula apabila Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan ketetapan pajak, maka Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak merupakan ketetapan pajak berdasarkan Undang-undang Perpajakan. 3) Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ketentuan kompensasi kerugian fiskal dalam penghitungan Pajak Penghasilan sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU PPh, yang dimaksud dengan kerugian fiskal adalah baik kerugian fiskal berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak (official assessment), ataupun kerugian fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak (self assessment) dalam hal tidak/belum ada ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Demikian penegasan kami harap maklum. DIREKTUR JENDERAL ttd HADI POERNOMO
peraturan/sdp/722pj.3122003.txt · Last modified: 2023/02/05 04:12 by 127.0.0.1