peraturan:sdp:717pj.532001
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 8 Juni 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 717/PJ.53/2001 TENTANG BEA METERAI TAHUN 1956 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxx tanggal 12 Maret 2001 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut diketahui bahwa Saudara meminta penjelasan tentang besarnya materai yang berlaku pada tahun 1956. 2. Ketentuan yang mengatur : a. Berdasarkan Aturan Bea Meterai Tahun 1921 antara lain diatur bahwa : 1) Pasal 23 Nomor 1, semua tanda yang ditandatangani, yang diperbuat sebagai bukti untuk perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum perdata, dikenakan Bea Meterai tetap kecuali tanda-tanda yang dalam bab ini dalam salah satu bab dikenakan Bea Meterai lain atau dibebaskan. 2) Pasal 38 huruf a, dikenakan Bea Meterai tetap atas tanda yang diperbuat oleh salah satu pihak yang menyatakan penerimaan atau pengambilan uang. b. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1947 dan penjelasannya ditetapkan bahwa Pasal 31 ke II Nomor 8 ABM 1921 yaitu pembebasan Bea Meterai atas surat-surat pemberitahuan, laporan dan lain-lain surat dicabut. Dengan demikian terhadap surat-surat tersebut di atas harus dibubuhi Meterai Tempel seharga Rp 1,50 yaitu Bea Meterai menurut Pasal 23 ke I; c. Berdasarkan Pasal 1 huruf a Undang-undang Nomor 16 Tahun 1948 ditetapkan bahwa perkataan " vijftien cent" pada Pasal 38 ayat (1) diubah menjadi "vijftig cent"; d. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1949 dan penjelasannya diatur bahwa semua angka-angka dan perkataan-perkataan yang menunjukkan jumlah uang dalam ABM 1921, sebelum diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1948 dilipatkan limapuluh kali. Yang dinaikkan hanya jumlah Bea yang terendah yang harus dibayar; e. Berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 43 Tahun 1950 tentang Perubahan Pasal 45 ABM 1921 hanya mengubah Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2); f. Berdasarkan Pasal 1 Romawi III Undang-undang Nomor 20 Tahun 1956 diatur bahwa dalam anak kalimat pertama Pasal 38 dan dalam ayat ketiga Pasal 39 kata "dertig cent" diganti dengan kata "lima puluh sen"; g. Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1964 tarif Bea Meterai tetap yang harus dikenakan terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, diubah dari Rp 3,- menjadi sebesar Rp 25,-. Sedangkan terhadap tarif Bea Meterai untuk tanda dalam Pasal 38 huruf a yaitu tanda yang menyebutkan penerimaan atau pemindahan uang diubah dari Rp. 1,- menjadi Rp 50,-; h. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1947 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1948 menetapkan bentuk, warna, dan ukuran Meterai Tempel untuk segala harga dimana warnanya adalah merah; i. Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1949 menetapkan bentuk, ukuran, dan warna Meterai Tempel dimana untuk meterai dengan harga di atas Rp 0,50,- berwarna hijau. Namun demikian Meterai Tempel yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1947 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1948 tetap berlaku. 3. Berdasarkan permasalahan pada butir 1 dan ketentuan pada butir 2 maka dapat disimpulkan bahwa : a. Akta jual beli merupakan tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ABM 1921 yang dikenakan Bea Meterai tetap. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1947 dan penjelasannya diketahui bahwa tarif Bea Meterai menurut Pasal 23 ke I adalah Rp. 1,50. Tarif ini diubah menjadi Rp 3,- dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1959 dan diubah lagi menjadi Rp 25,- dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1964; b. Sesuai dengan butir 2 huruf h dan i di atas bahwa mengingat pada tahun 1947 dan tahun 1948 telah ditetapkan bentuk, warna dan ukuran Meterai Tempel dengan segala harga maka Meterai Tempel dengan nilai nominal Rp 25,- kemungkinan sudah berlaku pada tahun 1956; c. Tentang harga meterai berapa saja yang beredar pada tahun 1956, belum dapat kami informasikan; d. Sebagai informasi tambahan apabila terdapat data pendukung atas transaksi jual beli berupa kuitansi maka dapat disampaikan bahwa atas tanda penerimaan uang, berdasarkan Undang- undang Nomor 20 Tahun 1956, "dertig cent" diubah menjadi "lima puluh sen", sehingga terhadap kuitansi sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 20 Tahun 1956 adalah 30 sen. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal Pajak Direktur PPN dan PTLL ttd. I Made Gde Erata NIP. 060044249 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan; 3. Kepala KPP Singaraja.
peraturan/sdp/717pj.532001.txt · Last modified: 2023/02/05 20:14 by 127.0.0.1