User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:697pj.312003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               14 Oktober 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 697/PJ.31/2003

                            TENTANG

                      TANGGAPAN ATAS RUU KEOLAHRAGAAN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan konsep RUU Keolahragaan yang telah dibahas bersama dalam Lokakarya yang 
diselenggarakan pada tanggal 31 Juli 2003 yang juga diikuti oleh wakil dari Direktorat Jenderal Pajak selaku 
salah satu pembicara, dengan ini kami sampaikan tanggapan dan usulan resmi Direktorat Jenderal Pajak atas 
konsep RUU tersebut khususnya atas ketentuan Pasal 19 mengenai perlakuan perpajakan atas pemberian 
bantuan/sumbangan dana olah raga sebagai berikut:

a.  Sebagaimana diketahui bersama, tulang punggung penerimaan APBN adalah penerimaan pajak yang 
    peranannya semakin meningkat dari tahun ke tahun (tahun 2001 sebesar 52,7%, tahun 2002 sebesar 
    58,7% dan tahun 2003 direncanakan sebesar 63,6% terhadap penerimaan APBN). Dengan demikian 
    berbagai pengeluaran APBN termasuk di dalamnya pengeluaran untuk dana pembinaan dan 
    pengembangan olah raga nasional pada dasarnya bersumber dari penerimaan pajak. Besar-kecilnya 
    alokasi anggaran untuk dana olah raga sangat tergantung pada rencana dan kebijakan anggaran yang 
    ditetapkan oleh Pemerintah bersama DPR.

b.  Undang-undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut "global income tax system" di mana 
    penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun (kecuali beberapa jenis penghasilan tertentu) 
    mendapat perlakuan pajak yang sama dengan tarif yang sama. Semua pengeluaran yang dapat 
    dikurangkan dalam menghitung Pajak Penghasilan harus memenuhi kriteria : "biaya untuk 
    mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan" atau yang lazim disebut dengan istilah 
    "matching cost against revenue."

c.  Dana olah raga yang bersumber dari bantuan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha, bagi 
    pihak pemberi tidak dapat dikurangkan sebagai biaya dalam perhitungan Pajak Penghasilan yang 
    terutang olehnya, namun bagi pihak lembaga olah raga yang menerimanya bukan merupakan 
    penghasilan yang dikenakan pajak. Sedangkan dana olah raga yang bersumber dari kegiatan industri 
    olah raga atau kegiatan usaha lainnya, atas keuntungan usaha yang diterima/diperoleh badan yang 
    melakukan kegiatan usaha tersebut dikenakan Pajak Penghasilan, dan bagi lembaga olah raga 
    penerima dana dalam hal sebagai pemilik kegiatan usaha/pemegang saham dikenakan Pajak 
    Penghasilan atas pembagian keuntungan (dividen) sedang dalam hal sebagai penerima bantuan/
    sumbangan tidak dikenakan Pajak Penghasilan;

d.  Adanya aturan perpajakan di luar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku 
    sebagaimana ketentuan Pasal 19 konsep RUU Keolahragaan, akan menimbulkan conflict of law yang 
    selanjutnya dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum serta permasalahan dalam implementasinya. 
    Selain daripada itu, ketentuan tersebut merupakan bentuk diskriminasi serta mengurangi potensi 
    penerimaan pajak dan membuka peluang penyalahgunaan/penghindaran pajak (oleh pihak pemberi 
    bantuan) yang pada gilirannya dapat menurunkan alokasi dana APBN untuk kegiatan olah raga 
    nasional sendiri. Oleh karena itu UU Keolahragaan agar tidak mengatur hal-hal di luar bidang 
    keolahragaan itu sendiri dan hal-hal mengenai perpajakan hanya diatur dalam Undang-undang 
    Perpajakan.

Demikian tanggapan dan usulan kami agar menjadi maklum.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/sdp/697pj.312003.txt · Last modified: 2023/02/05 05:08 by 127.0.0.1