User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:678pj.3112006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               14 Agustus 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 678/PJ.311/2006

                             TENTANG

        PERMOHONAN PENJELASAN ATAS PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PESANGON

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal XXX perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan 
beberapa hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : 
    a.  PT ABC bergerak dalam bidang industri kayu lapis yang terdapat beberapa karyawan 
        perusahaan yang ditempatkan pada lokasi pabrikan untuk menjalankan tugas. Adapun selama 
        bekerja di lokasi pabrik, perusahaan memberikan gaji setiap bulannya kepada karyawan yang 
        bersangkutan dan memotong PPh Pasal 21 disetor serta dilaporkan setiap bulan melalui SPT 
        Masa PPh Pasal 21 NPWP : XXX di KPP Sampit;
    b.  Dalam hal terhadap karyawan yang bekerja di lokasi pabrik terjadi pemutusan hubungan kerja 
        sehingga perusahaan memberikan uang pesangon, melalui administrasi kantor pusat Jakarta, 
        Perusahaan memotong PPh Pasal 21 Final atas pesangon tersebut di Jakarta dan disetor serta 
        dilaporkan melalui SPT Masa PPh Pasal 21 NPWP : XXX di KPP Wajib Pajak Besar II;
    c.  Atas permasalahan di atas, Saudara menanyakan apakah pemotongan PPh Pasal 21 atas 
        pesangon dapat dilakukan pada lokasi KPP yang berbeda tetapi masih dalam suatu perusahaan 
        PT ABC.

2.  Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 149 TAHUN 2000 tentang Pemotongan 
    Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan
    Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, antara lain diatur bahwa atas penghasilan yang diterima 
    atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun 
    yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan 
    Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara 
    Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dipotong Pajak Penghasilan yang 
    bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan. 

3.  Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tanggal 6 Maret 2001 tentang 
    Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan 
    Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, antara lain diatur bahwa :  
    a.  Pasal 1 huruf a, dalam keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan uang pesangon 
        adalah penghasilan yang dibayarkan pemberi kerja kepada karyawan dengan nama dalam 
        bentuk apapun sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan 
        kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian;
    b.  Pasal 2 ayat (1), atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan 
        Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan secara sekaligus dipotong Pajak 
        Penghasilan yang bersifat final oleh pihak-pihak yang membayarkan;
    c.  Pasal 2 ayat (2), tarif pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam 
        Pasal 2 ayat (1) adalah sebagai berikut :
            1)  Penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dikecualikan 
            dari pemotongan pajak;
            2)  Penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai 
            dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dipotong PPh Pasal 21 sebesr 5% 
            (lima persen);
            3)  Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan 
            Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dipotong PPh Pasal 21 sebesar 10% (sepuluh 
            persen);
            4)  Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan 
            Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15% (lima 
            belas persen);
            5)  Penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dipotong PPh 
            Pasal 21 sebesar 25% (dua puluh lima persen).

4.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.43/2000 tanggal 28 Agustus 2000 
    tentang Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 butir 1, 2 dan 3, 
    ditegaskan hal-hal sebagai berikut :
        1)  Dalam pengertian Pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 antara lain adalah pemberi 
        kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, 
        bentuk usaha tetap, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan 
        dan pembayaran lain denan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabaan, jasa 
        dan kegiatan. Pemotongan pajak tersebut juga dilakukan oleh kantor cabang, perwakilan atau 
        unit tempat pembayaran imbalan jasa ketenagakerjaan dimaksud dilakukan yang pada 
        umumnya menunjuk pada tempat pelaksanaan pekerjaan, jasa dan kegiatan. Dengan 
        demikian tampak bahwa pada prinsipnya Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak mengatur 
        mekanisme pemusatan (sentralisasi) pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21;
        2)  Setiap pemotongan PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 wajib terdaftar sebagai Wajib Pajak pada 
        Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat 
        kedudukan Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha dilakukan dan kepadanya diberikan 
        Nomor Pokok Wajib Pajak;
        3)  Setiap Pemotong PPh Pasal 21 dan atau Pasal 26 wajib mengisi Surat Pemberitahuan Masa
        dan Tahunan PPh Pasal 21, dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Pajak tempat 
        Wajib Pajak terdaftar.

5.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan sebagai berikut : 
    a.  Pembayaran uang pesangon menurut cara yang dilakukan oleh PT ABC dapt digolongkan 
        sebagai pembayaran uang pesangon secara sekaligus, sehingga atas uang pesangon tersebut 
        dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai mekanisme yang diatur 
        dalam Peraturan Pemerintah Nomor 149 TAHUN 2000 jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor  
        112/KMK.03/2001;
    b.  PT ABC wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final atas uang pesangon yang 
        diterima oleh karyawan yang bertugas pada lokasi pabrik (Sampit) dan melaporkan pada 
        Kantor Pelayanan Pajak Sampit (KPP lokasi), karena pada prinsipnya Undang-Undang Pajak 
        Penghasilan tidak mengatur mekanisme pemusatan (sentralisasi) pemotongan, penyetoran 
        dan pelaporan PPh Pasal 21.

Demikian penegasan kami harap maklum.




a.n. Direktur Jenderal
Pj. Direktur,

ttd.

Robert Pakpahan
NIP 060060167


Tembusan :
1.  Direktur Jenderal Pajak;
2.  Direktur Pajak Penghasilan.
peraturan/sdp/678pj.3112006.txt · Last modified: 2023/02/05 05:11 by 127.0.0.1