peraturan:sdp:65pj.511993
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Januari 1993 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 65/PJ.51/1993 TENTANG PETUNJUK TATACARA PELAKSANAAN PPN LNG/LPG DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 23 Desember 1992 perihal permohonan persetujuan pemberlakuan petunjuk tatacara pelaksanaan PPN LNG/PLG dan sebagai tindak lanjut surat kami No. S-1936/PJ.51/1992 tanggal 30 Oktober 1992 perihal PPN atas PT XYZ. dan PT. ABC., dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Sesuai dengan penjelasan dari pihak Pertamina, kegiatan utama PT XYZ. dan PT ABC. adalah mengolah gas alam menjadi LNG/LPG atas pesanan/suruhan Pertamina. Semua perjanjian dan pembayaran antara Pertamina dan PT XYZ., PT ABC. serta manajemen pengolahan ditentukan/dilakukan oleh Kantor Pusat masing-masing sedangkan Lokasi/Plant Site hanya mengolah sesuai dengan perintah Kantor Pusat. Selain memproduksi LNG/LPG, pada lokasi ada kegiatan lain yang merupakan kegiatan sampingan secara "insidentil", seperti persewaan alat-alat berat yang tidak dipakai, pemisahan kondensat atas pesanan pihak lain, persewaan rumah tinggal yang kosong, dsb. Berdasarkan hal-hal tersebut khususnya alternatif I yang tercantum dalam surat Saudara, maka untuk memudahkan pengawasan, pengenaan PPN atas kegiatan PT XYZ. dan PT ABC. diatur sebagai berikut : a. Dasar Pengenaan Pajak : Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa pengolahan LNG/LPG oleh PT XYZ. dan PT ABC. adalah pembayaran dimuka (cash advance) yang diterima dari Pertamina. Karena jumlah cash advance selalu lebih besar dari cost reinbursement/cash expenditure dan atas kelebihan tersebut diperhitungkan dengan penerimaan cash advance berikutnya, maka untuk perhitungan PPN tidak perlu diadakan adjustment pada suatu Masa Pajak. b. Pajak Keluaran : Atas penyerahan jasa pengolahan/processing gas alam menjadi LNG/LPG terutang PPN 10% pada Kantor Pusat PT XYZ. dan Kantor Pusat PT ABC., dan PPN yang terutang tersebut disetorkan dan dilaporkan pada KPP PN & D di Jakarta. Atas penyerahan BKP dan JKP lainnya yang dilakukan oleh masing-masing Kantor Pusat atau Lokasi/Plant Site kepada pihak ketiga terutang PPN dan harus disetor serta dilaporkan oleh masing-masing PKP (Kantor Pusat maupun Lokasi). Atas penyerahan BKP dan JKP dari Kantor Pusat ke Lokasi yang dipakai untuk proses produksi LNG/LPG tidak dianggap sebagai Penyerahan Kena Pajak, karena nantinya seluruh Pajak Masukan Lokasi (yang dapat dikreditkan) akan diperhitungkan di Kantor Pusat. c. Pajak Masukan : Oleh karena kegiatan utama PT XYZ. dan PT ABC. adalah memproduksi LNG/LPG sedangkan kegiatan usaha lainnya merupakan kegiatan sampingan yang sifatnya "insidentil", maka tidak perlu diadakan pemisahan antara Pajak Masukan yang berkaitan dengan kegiatan utama dan Pajak Masukan yang berkaitan dengan kegiatan sampingan, karena Pajak Masukan yang dapat dikreditkan seluruhnya akan diperhitungkan dengan Pajak Keluaran atas penyerahan jasa pengolahan LNG/LPG di Kantor Pusat. Dengan perkataan lain seluruh Pajak Masukan (yang dapat dikreditkan) baik di Kantor Pusat maupun di Lokasi hanya dapat diperhitungkan dengan Pajak Keluaran di Kantor Pusat. d. Kewajiban sebagai pemungut Pajak berdasarkan Keppres Nomor 56 TAHUN 1988 : Sebagai Pemungut Pajak berdasarkan Keppres Nomor 56 TAHUN 1988, PT. XYZ. dan PT. ABC. wajib memungut dan menyetorkan PPN dari rekanannya, dan penyetoran PPN berdasarkan Keppres Nomor 56 TAHUN 1988 ini dilakukan pada Kas Negara setempat, yaitu di Kantor Pusat atau di Lokasi masing-masing. Oleh karena PPN yang dipungut berdasarkan Keppres Nomor 56 TAHUN 1988 tersebut juga merupakan Pajak Masukan bagi PT XYZ. dan PT ABC. yang nantinya akan diperhitungkan dengan Pajak Keluaran di Kantor Pusat, maka rekanan tersebut wajib mencantumkan NPWP dan Nomor Pengukuhan PKP Kantor Pusat PT XYZ. dan Kantor Pusat PT ABC. pada Faktur Pajak yang bersangkutan. e. Penyetoran PPN Pajak Keluaran selain PPN Pajak Keluaran atas penyerahan jasa pengolahan LNG/LPG : PPN Pajak Keluaran yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP lainnya selain jasa pengolahan LNG/LPG disetorkan dan dilaporkan seluruhnya pada KPP setempat. Oleh karena Pajak Masukan di Lokasi sudah diperhitungkan dengan Pajak Keluaran Kantor Pusat, maka dalam laporan SPT Masa Lokasi hanya memuat Pajak Keluaran saja, sedangkan kolom Pajak Masukan hanya dapat dikreditkan diisi nihil. f. Pelaporan SPT PPN : Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka masing-masing Kantor Pusat dan Lokasi wajib membuat laporan SPT PPN dan memasukkan SPT Masa PPN ke KPP yang bersangkutan sebagai berikut : a. SPT Masa PPN Kantor Pusat PT XYZ. dan PT ABC. dimasukkan pada KPP PPN & D dengan uraian sebagai berikut : Kolom Pajak Keluaran diisi dengan Pajak Keluaran atas penyerahan jasa pengolahan LNG/LPG dan penyerahan BKP/JKP lainnya. Kolom Pajak Masukan diisi dengan semua Pajak Masukan (yang dapat dikreditkan) baik di Kantor Pusat maupun di Lokasi. b. SPT Masa PPN Lokasi dimasukkan pada KPP Lhok Seumawe untuk Lokasi PT XYZ. dan di KPP Samarinda untuk Lokasi PT ABC. dengan uraian sebagai berikut : Kolom Pajak Keluaran diisi dengan Pajak Keluaran atas penyerahan BKP/JKP lainnya (selain jasa pengolahan LNG/LPG). Kolom Pajak Masukan diisi dengan nihil karena sudah diperhitungkan di Kantor Pusat masing-masing. 2. Penyelesaian Kewajiban PPN PT. XYZ. dan PT ABC. untuk masa pajak sebelum Januari 1993. Sesuai dengan butir 4 surat Dirjen Pajak Nomor : S-1936/PJ.51/1992 tanggal 30 Oktober 1992, maka PT XYZ. dan PT ABC. harus membayar kembali PPN yang telah direstitusikan dan mengenakan PPN atas penyerahan jasa pengolahan kepada Pertamina. Untuk itu PT XYZ. dan PT ABC. harus membetulkan SPT Masa PPN masing-masing. Pembayaran kembali PPN yang telah direstitusi yang pernah diterima oleh PT XYZ. dan PT ABC. dilakukan dengan cara : a. Untuk PT XYZ. dan PT ABC. lokasi harus melaporkan SPT Masa PPN Pembetulan pada KPP masing-masing yaitu KPP Lhok Seumawe dan KPP Samarinda dengan perhitungan Pajak Keluaran Lokasi adalah sebesar PPN yang terutang atas penyerahan BKP/JKP lainnya (selain penyerahan jasa pengolahan/processing LNG/LPG), sedangkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan nihil karena Pajak Masukan dimaksud diperhitungkan di Kantor Pusat. b. Dengan pembetulan ini maka PPN yang pernah direstitusi dan PPN yang terutang sebagaimana diuraikan dalam butir a di atas harus disetor kembali dengan memakai SSP ke KPP Lhok Seumawe dan KPP Samarinda. c. Kantor Pusat PT XYZ. dan Kantor Pusat PT ABC. memasukkan SPT Masa PPN Pembetulan dengan mencantumkan Pajak Keluaran atas penyerahan jasa pengolahan LNG/LPG dan penyerahan BKP serta JKP Lainnya yang dilakukan oleh Kantor Pusat untuk Masa yang bersangkutan, sedangkan Pajak Masukannya adalah semua Pajak Masukan yang dapat dikreditkan yang berasal dari Kantor Pusat maupun Lokasi untuk Masa yang bersangkutan. Dalam pembetulan SPT Masa tersebut harus diperhitungkan pula restitusi yang pernah diterima dari KPP PN & D. d. Berdasarkan perhitungan dalam pembetulan SPT Masa PPN, Kantor Pusat PT XXYZ.dan Kantor Pusat PT ABC. harus menyetor PPN yang terutang dan melaporkannya pada KPP PN & D. 3. Mengenai permintaan Saudara untuk menyelesaikan pembayaran PPN atas jasa pengolahan LNG/LPG dari PT XYZ. dan PT ABC. serta atas penyerahan jasa persewaan tanker untuk Masa Pajak Juni 1989 sampai dengan Desember 1992 dapat kami setujui untuk diselesaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 1993. Sedangkan atas penyerahan jasa pengolahan LNG/LPG oleh PT XYZ. dan PT ABC. serta atas penyerahan jasa persewaan tanker mulai Masa Januari 1993 dan seterusnya tetap harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan sebagaimana diuraikan dalam butir 1 di atas. Demikian agar Saudara maklum. DIREKTUR JENDERAL PAJAK ttd Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/sdp/65pj.511993.txt · Last modified: 2023/02/05 05:52 by 127.0.0.1