peraturan:sdp:627pj.532006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 September 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 627/PJ.53/2006 TENTANG PPN ATAS INDUSTRI TAHU DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 9 Maret 2006 hal Informasi tentang PPN, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa Saudara menanyakan apakah pengenaan PPN terhadap produk tahu sudah tepat mengingat tahu merupakan makanan rakyat yang diproses dari kacang kedelai dan garam yang termasuk sembilan bahan pokok dan bila ditagih faktur pajaknya ke pedagang/ konsumen maupun ke pengecer sangat tidak mungkin bisa menerima. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur antara lain : a. Pasal 1 angka 14, bahwa Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam angka 131 yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. b. Pasal 1 angka 15, bahwa Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam angka 14 yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. c. Pasal 1 angka 23, bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. d. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan Pengusaha. e. Pasal 4A ayat (2) huruf b, bahwa penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam ayat ini adalah beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai mengatur antara lain : a. Pasal 1, bahwa Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). b. Pasal 4 ayat (1), bahwa Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, Jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. c. Pasal 4 ayat (4), bahwa kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimulai sejak saat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. 4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-524/PJ./2000 tentang Syarat-syarat Faktur Pajak Sederhana sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-97/PJ./2005 mengatur antara lain : a. Pasal 1, bahwa Pengusaha Kena Pajak yang melakukan: a. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir; atau b. penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang nama, alamat, atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui, dapat membuat Faktur Pajak Sederhana. b. Pasal 2, bahwa Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat: a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak; b. Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan; c. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang dicantumkan secara terpisah; d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana. c. Pasal 3 ayat (1), bahwa Tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlakukan sebagai Faktur Pajak Sederhana, yaitu: a. bon kontan, b. faktur penjualan, c. segi cash register, d. karcis, e. kuitansi, atau f. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis. d. Pasal 3 ayat (2), bahwa Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan Faktur Pajak yang tidak lengkap. e. Pasal 3 ayat (3), bahwa Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana. f. Pasal 4 ayat (1), bahwa Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak atau pada saat pembayaran, apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 4 surat ini serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Tahu tidak termasuk ke dalam jenis kebutuhan pokok yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sehingga tahu merupakan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai. b. Sepanjang jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto atas penyerahan tahu selama satu tahun tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) maka tidak ada kewajiban bagi Saudara untuk melaporkan kegiatan usaha dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak serta sebagai Pengusaha untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, kecuali Saudara memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. c. Dalam hal jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto Saudara selama satu tahun melebihi Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) Saudara wajib melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka apabila Saudara melakukan penyerahan Barang Kena Pajak secara langsung kepada konsumen akhir atau pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang nama, alamat, atau Nomor Pokok Wajib Pajaknya tidak diketahui, Saudara dapat membuat Faktur Pajak Sederhana sebagai bukti pungutan pajak. Demikian disampaikan untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd ICHWAN FACHRUDDIN
peraturan/sdp/627pj.532006.txt · Last modified: 2023/02/05 18:14 by 127.0.0.1