User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:625pj.532005
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                                7 Juli 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 625/PJ.53/2005

                             TENTANG

      PERMOHONAN PENETAPAN PENYERAHAN JASA YANG MENJADI OBJEK PAJAK DAN BUKAN OBJEK PAJAK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 21 Maret 2005 hal sebagaimana tersebut di atas, 
dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa:
    a.  PT ABC melakukan pekerjaan jasa yang mana sebagian merupakan objek PPN dan sebagian 
        lagi bukan merupakan objek PPN, hal ini sesuai dengan UU PPN Nomor 18 TAHUN 2000 dan 
        KMK Nomor 527/KMK.03/2003 tanggal 4 Desember 2003.
    b.  Selama ini PT ABC telah melakukan kewajiban untuk menerbitkan Faktur Pajak guna 
        memungut PPN dari pelanggan dan kemudian menyetorkannya ke Kas Negara.
    c.  Menurut pengertian Saudara, perjanjian merupakan kesepakatan bersama antara dua pihak 
        atau lebih, untuk memenuhi kewajiban bersama yang dapat menimbulkan akibat hukum. 
        Sedangkan dalam transaksi penyerahan jasa yang dilakukan tanpa perjanjian tertulis tidak 
        ada satupun klausul yang dibuat sehingga tidak ada akibat hukumnya, dalam arti apabila 
        salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian tersebut maka tidak ada konsekuensi atau sanksi 
        apapun juga.
    d.  Berkaitan dengan hal tersebut Saudara mengharapkan adanya surat ketetapan yang 
        menegaskan bahwa atas penyerahan jasa yang dilakukan tanpa perjanjian tertulis tidak sama 
        artinya dengan perjanjian lisan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Keputusan 
        Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tanggal 4 Desember 2003.

2.  Pasal 4A ayat (3) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan 
    Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
    Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, menetapkan jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN antara 
    lain adalah jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.

3.  Pasal 5 huruf i Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang 
    Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, menetapkan kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN 
    adalah jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.

4.  Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan 
    Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang 
    Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, mengatur bahwa bagi PKP yang melakukan 
    kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang PPN dan yang 
    terutang PPN dan telah mengkreditkan Pajak Masukannya, wajib menghitung kembali Pajak Masukan 
    yang telah dikreditkan tersebut dengan rumus untuk bukan Barang Modal sebagai berikut:

    (X/Y) x PM

    Dengan ketentuan bahwa:
    X   adalah jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang PPN atau yang dibebaskan dari 
        pengenaan PPN dalam tahun buku yang bersangkutan;
    Y   adalah jumlah seluruh peredaran dalam tahun buku yang bersangkutan;
    PM  adalah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya

5.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang Jasa Di Bidang Angkutan Umum Di 
    Darat dan Di Air Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur:
    a.  Pasal 1 angka 1, bahwa dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan 
        Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan 
        oleh umum dengan dipungut bayaran.
    b.  Pasal 1 angka 6, bahwa Pengusaha Angkutan Umum adalah Pengusaha sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan 
        usaha berupa penyediaan Jasa Angkutan orang dan atau barang dengan kendaraan umum di 
        jalan.
    c.  Pasal 2 ayat (1), bahwa atas penyerahan jasa angkutan umum di darat dan di air tidak 
        dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
    d.  Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, c menyatakan bahwa tidak termasuk dalam pengertian 
        penyerahan Jasa Angkutan Umum di Jalan adalah penyerahan Jasa Angkutan di jalan yang 
        dilakukan dengan cara sebagai berikut:
        -   ada perjanjian lisan atau tulisan;
        -   waktu dan atau tempat pengangkutan telah ditentukan sesuai dengan perjanjian; dan
        -   kendaraan angkutan dipergunakan hanya untuk mengangkut muatan milik 1 (satu) 
            pihak dan atau untuk mengangkut orang, yang terikat perjanjian dengan Pengusaha 
            Angkutan Umum, dalam satu perjalanan (trip).

6.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 5, dan memperhatikan isi surat Saudara pada 
    butir 1 di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa:
    a.  Pada prinsipnya Jasa Angkutan Umum di darat merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan 
        Pajak Pertambahan Nilai. Namun apabila atas penyerahan Jasa Angkutan Umum di darat 
        memenuhi syarat kumulatif sebagai berikut:
        -   ada perjanjian lisan atau tulisan;
        -   waktu dan atau tempat pengangkutan telah ditentukan sesuai dengan perjanjian; dan
        -   kendaraan angkutan dipergunakan hanya untuk mengangkut muatan milik 1 (satu) 
            pihak dan atau untuk mengangkut orang, yang terikat perjanjian dengan Pengusaha 
            Angkutan Umum, dalam satu perjalanan (trip).
        tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
    b.  Apabila PT ABC selain melakukan penyerahan yang terutang PPN, juga melakukan 
        penyerahan yang tidak terutang PPN, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah 
        Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang PPN. Dalam hal telah 
        mengkreditkan seluruh Pajak Masukannya, maka harus dilakukan penghitungan kembali Pajak 
        Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada butir 4 di atas.

Demikian disampaikan untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

HADI POERNOMO
peraturan/sdp/625pj.532005.txt · Last modified: 2023/02/05 20:55 by 127.0.0.1