peraturan:sdp:613pj.512005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 5 Juli 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 613/PJ.51/2005 TENTANG PENGHAPUSAN PPN SUSU SEGAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 24 Maret 2005 hal tersebut diatas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut, secara garis besar dikemukakan hal-hal antara lain sebagai berikut: a. Koperasi susu dikenakan PPN atas penjualan produk primer kepada Industri Pengolahan Susu. b. Koperasi susu sebagai wadah ekonomi para peternak bukan memproduksi susu menjadi produk lainnya tetapi hanya sebagai pengkoordinir pengumpulan susu dari peternak anggota untuk diawetkan/diproses pendinginan di cooling unit agar tidak rusak yang selanjutnya dikirim ke Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan harga yang telah ditetapkan oleh IPS sehingga susu dari peternak sampai ke IPS tidak mengalami pertambahan nilai dan masih berupa susu segar. c. Meminta agar pengenaan PPN atas susu segar yang disetorkan peternak yang dikoordinir oleh Koperasi/PQR kepada Industri Pengolahan Susu dapat dihapuskan. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000: a. Pasal 1 angka 15 jo. angka 14, Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. b. Pasal 3A ayat 1, Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah Pabean, impor Barang Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. c. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha. d. Pasal 4 ayat (2) tentang penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, Barang hasil pertanian/perkebunan tidak termasuk dalam jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 3. Berdasarkan pasal 16 B UU PPN jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003 mengatur antara lain: a. Pasal I angka 1 huruf c menyatakan bahwa Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang hasil pertanian. b. Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang : pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran dan perikanan baik dari penangkapan atau budidaya. c. Pasal 2 ayat (2) huruf c menyatakan bahwa Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, oleh petani atau kelompok petani di bebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. d. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran, penangkapan atau budidaya perikanan. 4. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah: a. Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000, Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 360.000.000,- berlaku mulai tanggal 1 Januari 2001 sampai 31 Desember 2003. b. Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003, Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) berlaku mulai tanggal 1 Januari 2004 sampai sekarang. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, serta memperhatikan isi surat Saudara dengan ini disampaikan bahwa: a. Susu segar sebagaimana dimaksud di atas adalah Barang Kena Pajak sehingga atas setiap penyerahannya terutang PPN. b. Koperasi susu tidak termasuk petani/kelompok petani sehingga atas setiap penyerahan susu segar dari koperasi terutang PPN. c. Apabila Koperasi susu memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,- (Rp 360.000.000,- sebelum 1 Januari 2004) dalam satu tahun buku, tidak diwajibkan kepadanya menjadi Pengusaha Kena Pajak, sehingga tidak terdapat kewajiban memungut, menyetor, melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan susu segar. d. Berdasarkan UU PPN yang berlaku, pemungutan PPN dilakukan pada setiap tingkatan penyerahan Barang Kena Pajak, tanpa harus mengubah bentuk. Oleh karena itu usulan penghapusan PPN susu segar atas penyerahan dari Koperasi Susu kepada Industri Pengolahan Susu tidak dapat diberikan berdasarkan UU yang berlaku, dan hanya dapat diberikan apabila UU yang berlaku sekarang diubah. e. Usul Saudara mengenai penghapusan PPN atas penyerahan susu segar diterima sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam penyusunan Rancangan Undang-undang PPN yang sedang dibahas. Demikian agar Saudara maklum. DIREKTUR JENDERAL, ttd. HADI POERNOMO
peraturan/sdp/613pj.512005.txt · Last modified: 2023/02/05 06:26 by 127.0.0.1