User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:613pj.3122006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      25 Juli 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 613/PJ.312/2006

                             TENTANG

         PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KEGIATAN JASA KONSTRUKSI 
            MELALUI HIBAH YANG DILAKUKAN BRITISH RED CROSS

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudari Nomor XXXXX tanggal 17 Februari 2006 perihal Rekomendasi Pembebasan 
PPh atas kegiatan jasa konstruksi melalui hibah, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut disampaikan beberapa hal sebagai berikut : 
    a.  British Red Cross akan membangun perumahan bagi masyarakat Pulau Aceh, Calang, 
        maupun Tounom, di NAD; 
    b.  Badan Pelaksana BRR NAD - Nias merekomendasikan agar British Red Cross diberikan 
        pembebasan PPh atas kegiatan jasa konstruksi melalui hibah dari Pemerintah Kerajaan 
        Belanda.

2.  Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Amandemen 
    Keempat Tahun 2002, antara lain diatur sebagai berikut :
    a.  Pasal 11 ayat (2), Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang 
        menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yaitu; terkait dengan 
        beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-
        undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
    b.  Pasal 23A, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur 
        dengan undang-undang.

3.  Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 antara lain diatur sebagai berikut : 
    a.  Pasal 1, Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima 
        atau diperolehnya dalam tahun pajak.
    b.  Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c, yang menjadi Subjek Pajak adalah badan dan bentuk 
        usaha tetap.
    c.  Pasal 3 huruf c, tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 
        organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, 
        dengan syarat :
        1)  Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
        2)  tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari 
            Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari 
            iuran para anggota.
    d.  Pasal 4 : 
        1)  Ayat (1) huruf c, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan 
            kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal 
            dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau 
            untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam 
            bentuk apapun, termasuk laba usaha.
        2)  Ayat (3) huruf a, yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah :
                1)  bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat 
                atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan 
                para penerima zakat yang berhak;
                2)  harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan 
                lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau 
                badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh 
                Menteri Keuangan;
                sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan kepemilikan, atau 
            penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
    e.  Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf d, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas 
        penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam 
        bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib 
        dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan 
        pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh 
        pegawai atau bukan pegawai dan badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain 
        sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan 
        pekerjaan bebas.
    f.  Pasal 22 ayat (1), Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah untuk 
        memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, dan badan-badan 
        tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor 
        atau kegiatan usaha bidang lain.
    g.  Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2), atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan 
        dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak 
        badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan 
        perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, 
        dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari 
        perkiraan penghasilan neto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, 
        jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak 
        Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
    h.  Pasal 26 ayat (1) huruf d, atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam 
        bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak 
        dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar 
        negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, 
        dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib 
        membayarkan imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.

4.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, antara lain 
    diatur sebagai berikut :
    a.  Pasal 10, pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang apabila 
        berkenaan dengan :
        1)  Huruf a, masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara;
        2)  Huruf b, perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
        3)  Huruf c, kedaulatan atau hak berdaulat negara;
        4)  Huruf d, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
        5)  Huruf e, pembentukan kaidah hukum baru;
        6)  Huruf f, pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
    b.  Pasal 11 : 
        1)  Ayat (1), pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dilakukan dengan keputusan presiden.
        2)  Ayat (2), Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan 
            presiden yang mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada Dewan Perwakilan 
            Rakyat untuk dievaluasi.

5.  Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan 
    atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah an/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir 
    dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999 antara lain diatur sebagai berikut : 
    a.  Pasal 1 ayat (2), pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada
        ayat (1) adalah :
        1)  Huruf a, penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, 
            penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain 
            pemerintah;
        2)  Huruf b, penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau cara lain 
            yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan, termasuk 
            pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus.
    b.  Pasal 4 :
        1)  Ayat (1), besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) 
            dan Pasal 3 ayat (1) adalah 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak 
            atas tanah dan/atau bangunan.
        2)  Ayat (2) huruf a, nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 
            nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual 
            Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud 
            dalam Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1985  tentang Pajak Bumi dan Bangunan 
            sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 TAHUN 1994, kecuali 
            dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan keputusan 
            pejabat yang bersangkutan.
        3)  Ayat (3), Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Nilai 
            Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan 
            Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak 
            Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat 
            Pemberitahuan Pajak Terutang tahun pajak sebelumnya.
    c.  Pasal 5, dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah :
        1)  Huruf a, orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan 
            hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) 
            huruf a dan huruf b yang jumlah brutonya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh 
            juta Rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
        2)  Huruf c, orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau 
            bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam 
            garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan 
            pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan 
            oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan 
            usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang 
            bersangkutan.

6.  Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 tentang Bea Masuk, Bea 
    Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak 
    Penghasilan dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana 
    Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 
    Tahun 2001, diatur bahwa Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau 
    diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam 
    rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana 
    pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah.

7.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2005 tentang Peran Serta 
    Lembaga/Perorangan Asing dalam Rangka Hibah untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan 
    Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera 
    Utara, antara lain diatur sebagai berikut : 
    a.  Ayat (1) huruf c, dalam pelaksanaan programnya, Lembaga/Perorangan Asing dapat 
        memperoleh kemudahan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan.
    b.  Ayat (2), pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai 
        dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

8.  Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tentang Organisasi-Organisasi 
    Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk sebagai Subjek 
    Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    601/KMK.03/2005, British Red Cross tidak tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan 
    tersebut sebagai organisasi internasional yang bukan Subjek Pajak Penghasilan.

9.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 3) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    254/KMK.03/2001 tentang Penunjukkan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat, dan Besarnya 
    Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
    Keputusan Menteri Keuangan Nomor 236/KMK.03/2003, diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan 
    Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau 
    Pajak Pertambahan Nilai barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau 
    kebudayaan.

10. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 609/KMK.03/2004 tentang 
    Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam di Nanggroe Aceh Darussalam 
    dan Sumatera Utara, diatur bahwa sumbangan yang diberikan oleh Wajib Pajak dalam rangka bantuan 
    kemanusiaan bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang terjadi pada 
    bulan Desember 2004 dapat dibiayakan.

11. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.03/2005  tentang Persyaratan Sumbangan 
    serta Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan oleh Penampung, Penyalur, dan/atau Pengelola 
    Sumbangan dalam Rangka Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan 
    Sumatera Utara, antara lain diatur sebagai berikut : 
    a.  Pasal 1 ayat (1), sumbangan yang diberikan oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam 
        Peraturan Menteri Keuangan Nomor 609/PMK.03/2004 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan 
        atas Bantuan Kemanusiaan Bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, 
        dapat dibiayakan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 
        pajak yang bersangkutan.
    b.  Pasal 2 ayat (1), sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1 ) harus ditampung, 
        disalurkan, dan/atau dikelola oleh instansi pemerintah antara lain Kantor Wakil Presiden, 
        Kantor Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Departemen Sosial, Departemen 
        Kesehatan, dan Departemen Keuangan, serta pihak-pihak lain yang dapat 
        dipertanggungjawabkan keberadaannya, termasuk Palang Merah Indonesia, media massa 
        cetak dan elektronik, dan organisasi sosial dan/atau keagamaan.
    c.  Pasal 3 :
        1)      Ayat (1), instansi pemerintah atau pihak-pihak lain sebagaimana dimaksud dalam 
            Pasal 2 ayat (1) harus mendaftarkan diri sebagai penampung, penyalur, dan/atau 
            pengelola sumbangan kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.
        2)      Ayat (3), pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima paling lambat 
            tanggal 31 Maret 2005.

12. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan 
    Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang 
    Nomor 7 TAHUN 1983  tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
    Undang Nomor 17 TAHUN 2000 antara lain diatur sebagai berikut :
    a.  Pasal 1 :
        1)  Ayat (1), dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto khusus 
            untuk jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan 
            seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan material/barangnya.
        2)  Ayat (2), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa 
            konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas 
            pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat 
            dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas 
            seluruh nilai kontrak.
    b.  Pasal 2 huruf b, penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan 
        penggunaan harta, dan imbalan jasa yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% 
        (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto adalah imbalan sehubungan dengan jasa 
        teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 2.i ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
        Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 
        2000, yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, selain jasa yang 
        telah dipotong PPh Pasal 21.
    c.  Pasal 4, jenis jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas jasa teknik, jasa manajemen, 
        jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak 
        Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 
        Tahun 1983  tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
        Undang Nomor 17 TAHUN 2000 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Keputusan 
        Direktur Jenderal Pajak ini.
        Dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut, antara lain diatur sebagai 
        berikut :
        1)  Butir 1 huruf b, jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi, perkiraan penghasilan 
            neto-nya sebesar 50% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
        2)  Butir 2 huruf a, jasa teknik dan jasa manajemen, perkiraan penghasilan neto-nya 
            sebesar 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
        3)  Butir 3, jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan/pemeliharaan/ 
            perbaikan bangunan, jasa instalasi pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV 
            kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup 
            pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha
            konstruksi, perkiraan penghasilan neto-nya sebesar 13 1/3% dari jumlah bruto tidak 
            termasuk PPN.
        4)  Butir 4 huruf a dan huruf b, jasa perencanaan konstruksi clan jasa pengawasan 
            konstruksi, perkiraan penghasilan neto-nya sebesar 26 2/3% dari jumlah bruto tidak 
            termasuk PPN.

13. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai 
    berikut : 
    a.  Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar 1945 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Amandemen Keempat Tahun 2002, Presiden dalam 
        membuat perjanjian internasional (seperti agreement, charter) yang terkait dengan beban 
        keuangan negara harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan sepanjang 
        mengenai pajak harus diatur dengan dan mengikuti/tunduk pada ketentuan undang-undang 
        perpajakan;
    b.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 32A dan Pasal 33A ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan, 
        Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur status lex spesialis hanya bagi Perjanjian 
        Penghindaran Pajak Berganda (P3B) clan Kontrak Bagi Hasil/Kontrak Karya. Dengan demikian, 
        agreement, charter, dan perjanjian lain bukan merupakan lex spesialis dari Undang-Undang 
        Pajak Penghasilan dan berlaku ketentuan umum Undang-Undang Pajak Penghasilan;
    c.  Sepanjang perjanjian internasional (agreement, charter, dan perjanjian lainnya) yang 
        dibentuk/ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda diratifikasi/
        disahkan tidak dengan undang-undang, melainkan hanya dengan keputusan/peraturan 
        Presiden, maka kekuatan hukum perjanjian internasional tersebut berada di bawah undang-
        undang dan tunduk pada undang-undang. DPR hanya mengevaluasi keputusan/peraturan 
        Presiden tentang pengesahan perjanjian internasional dimaksud. Dengan demikian, perjanjian 
        internasional tersebut tunduk pada ketentuan undang-undang perpajakan;
    d.  Memperhatikan penegasan dalam huruf a hingga huruf c di atas dan sejalan dengan ketentuan 
        Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2005, pemberian kemudahan/fasilitas 
        kepabeanan, cukai, dan perpajakan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan 
        yang berlaku;
    e.  Mengingat British Red Cross tidak semata-mata memberikan pinjaman kepada Pemerintah 
        Indonesia yang masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/D) 
        atau tidak memenuhi ketentuan Pasal 3 huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan dan British 
        Red Cross tidak tercantum dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
        574/KMK.04/2000 tentang Organisasi-Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan 
        Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
        601/KMK.03/2005, maka British Red Cross tidak termasuk sebagai organisasi internasional 
        yang bukan Subjek Pajak Penghasilan. Dengan demikian, British Red Cross merupakan 
        Subjek Pajak Penghasilan yang wajib memenuhi seluruh kewajiban perpajakan berdasarkan 
        ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
    f.  Sepanjang pembangunan perumahan bagi masyarakat Pulau Aceh, Calang, maupun Teunom, 
        di NAD merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek 
        Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, maka Pajak 
        Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, 
        konsultan, dan pemasok (supplier) "utama" dari pelaksanaan pembangunan tersebut, 
        ditanggung oleh Pemerintah. Dalam hal pembangunan perumahan bagi masyarakat Pulau 
        Aceh, Calang, maupun Teunom, di NAD bukan merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam 
        rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau 
        dana pinjaman luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan yang 
        diterima atau diperoleh kontraktor (termasuk British Red Cross), konsultan, dan pemasok 
        (supplier) wajib dibayar dan tidak ditanggung oleh Pemerintah;
    g.  Mengingat pemberi hibah adalah Pemerintah Kerajaan Belanda dan pihak yang ditunjuk/
        bertanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan dengan dana hibah tersebut adalah 
        British Red Cross, maka sepanjang terdapat laba usaha yang diterima atau diperoleh British 
        Red Cross dari pelaksanaan pembangunan tersebut, terutang Pajak Penghasilan Badan oleh 
        British Red Cross dan wajib dilaporkan British Red Cross dalam SPT PPh WP Badan British Red 
        Cross;
    h.  Dalam hal terjadi pengalihan hak atas tanah untuk pembangunan perumahan bagi 
        masyarakat Pulau Aceh, Calang, maupun Teunom, di NAD kepada British Red Cross dari orang 
        pribadi dengan jumlah bruto nilai tanah kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) 
        dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, maka pengalihan hak atas tanah tersebut 
        dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan atas 
        Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
    i.  Atas penghasilan sehubungan dengan pembangunan perumahan bagi masyarakat Pulau Aceh, 
        Calang, maupun Teunom, di NAD yang diterima atau diperoleh sub-kontraktor (Wajib Pajak 
        dalam negeri atau bentuk usaha tetap) dari British Red Cross wajib dipotong Pajak 
        Penghasilan Pasal 23 oleh British Red Cross, selaku pihak yang wajib membayarkan 
        penghasilan tersebut, sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto 
        sebagai berikut :
        1)  sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN atas imbalan 
            sehubungan dengan jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi;
        2)  sebesar 40% (empat puluh person) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN atas 
            imbalan sehubungan dengan jasa teknik dan jasa manajemen;
        3)  sebesar 13 1/3% (tiga belas satu per tiga persen) dari jumlah bruto tidak termasuk 
            PPN atas imbalan sehubungan dengan jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa 
            perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, 
            listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan Wajib Pajak 
            yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi 
            sebagai pengusaha konstruksi;
        4)  sebesar 26 2/3% (dua puluh enam dua per tiga persen) dari jumlah bruto tidak 
            termasuk PPN atas imbalan sehubungan dengan jasa perencanaan konstruksi dan/
            atau jasa pengawasan konstruksi;
    j.  Atas imbalan penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama 
        dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh oleh :
        1)  Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, termasuk pegawai, bukan pegawai, dan/atau 
            tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, wajib dipotong, disetor, dan dilaporkan 
            Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh British Red Cross;
        2)  Wajib Pajak Orang Pribadi yang berasal dari Negara yang memiliki P3B yang bekerja 
            sebagai pegawai di Indonesia apabila berada di Indonesia lebih dari time test yang 
            ditentukan dalam P3B dimaksud, atau gajinya dibayar oleh perusahaan Indonesia 
            atau gajinya dibebankan oleh suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari British Red Cross, 
            maka British Red Cross harus memotong PPh Pasal 21 jika pegawai yang 
            bersangkutan berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan atau Pasal 26 
            jika berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam 12 bulan;
        3)  Wajib Pajak Badan luar negeri yang merupakan penduduk dari negara yang memiliki 
            P3B dengan Indonesia apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih dari time test 
            untuk BUT maka wajib dipotong, disetor, dan dilaporkan PPh Pasal 23 dari jumlah 
            bruto oleh British Red Cross. Dalam hal keberadaan badan tersebut di Indonesia tidak 
            lebih dari time test untuk BUT maka British Red Cross tidak perlu memotong pajak 
            karena hak pemajakan ada pada negara domisili;
        4)  Wajib Pajak Badan luar negeri dari Negara yang tidak memiliki P3B dengan Indonesia, 
            selain BUT di Indonesia maka wajib dipotong, disetor, dan dilaporkan PPh Pasal 26 
            dari jumlah bruto oleh British Red Cross.

14. Atas permohonan pembebasan Pajak Penghasilan dari kegiatan jasa konstruksi melalui hibah dari 
    Pemerintah Kerajaan Belanda sebagaimana direkomendasikan oleh Badan Rehabilitasi dan 
    Rekonstruksi, sepanjang British Red Cross tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang 
    merupakan Objek Pajak Penghasilan, maka tidak ada kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan 
    Badan di Indonesia, namun demikian kewajiban selaku Pemotong/Pemungut tetap harus dilakukan 
    oleh British Red Cross.

Demikian kami sampaikan.




Direktur Jenderal,

ttd.

Darmin Nasution
NIP 130605098
peraturan/sdp/613pj.3122006.txt · Last modified: 2023/02/05 18:07 by 127.0.0.1