peraturan:sdp:606pj.3322005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Juli 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 606/PJ.332/2005 TENTANG PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat pertanyaan Saudara kepada Direktur Peraturan Perpajakan Nomor : XXX tanggal 14 Juni 2005 perihal dimaksud pada pokok di atas, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut pada intinya Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut: a. Perusahaan Saudara pada tahun 2002 diperiksa oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk tahun pajak 2001 dan telah diterbitkan SKPKB PPh Badan dan SKPKB PPN akibat adanya koreksi omzet. b. Saudara kemudian mengajukan keberatan atas SKPKB tersebut, baik SKPKB PPh Badan maupun SKPKB PPN. c. Pada tanggal 20 Januari 2004, keberatan Saudara atas SKPKB PPN ditolak oleh Kanwil. Tetapi tanggal 13 Februari 2004, keberatan Saudara SKPKB PPh Badan dikabulkan, sehingga omzet Saudara dikoreksi kembali sesuai dengan SPT PPh Badan. d. Berdasarkan Keputusan Kanwil yang mengabulkan keberatan atas SKPKB PPh Badan yang mengoreksi omzet tersebut, Saudara mengajukan "Peninjauan Kembali" (PK) kepada Kanwil. e. Permohonan "PK" tersebut ditolak oleh Kanwil, karena menurut Kanwil setelah keberatan ditolak Saudara hanya bisa mengajukan banding saja. f. Menurut pendapat Saudara, berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP "Direktorat Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar". Jadi menurut Saudara, SKPKB PPN tersebut termasuk ketetapan pajak yang tidak benar karena tidak ada dasar lagi setelah keberatan atas SKPKB PPh Badan Saudara dikabulkan dan omzet dikoreksi. g. Saudara mengajukan pertanyaan apakah untuk kasus tersebut Saudara harus melakukan banding atau hanya cukup melakukan PK berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP. 2. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 UU 36 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 disebutkan bahwa, "Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil". 3. Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU KUP, antara lain disebutkan bahwa "Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak". 4. Berdasarkan ketentuan Pasal 36 UU KUP, disebutkan bahwa: Ayat (1) Direktur Jenderal Pajak dapat: a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b. mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar. Ayat (2) Tata cara pengurangan, penghapusan, atau pembatalan utang pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan." 5. Berdasarkan Pasal 77 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 TAHUN 2002 tentang Pengadilan Pajak (Undang-Undang Pengadilan Pajak) disebutkan bahwa "Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung". 6. Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 542/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak, antara lain diatur: Ayat (1) Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar. Ayat (2) Setiap permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan untuk suatu surat ketetapan pajak. 7. Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dan memperhatikan isi surat Saudara dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut: a. Karena terhadap permohonan keberatan yang Saudara ajukan atas SKPKB PPN telah diterbitkan Surat Keputusan Keberatan yang isinya menolak permohonan keberatan Saudara, maka kedudukan SKPKB PPN tersebut telah digantikan oleh Surat Keputusan Keberatan tersebut. b. Sesuai ketentuan pada butir 6 di atas, permohonan pengurangan atau pembatalan hanya dapat diajukan untuk suatu surat ketetapan pajak. Karena Surat Keputusan Keberatan tidak termasuk dalam pengertian surat ketetapan pajak, maka terhadap Surat Keputusan Keberatan tidak dapat diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan. c. Dengan demikian, apabila Saudara tidak sependapat dengan Surat Keputusan Keberatan yang telah Saudara terima, sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU KUP, Saudara dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. d. Perlu kiranya kami luruskan, bahwa istilah "Peninjauan Kembali" (PK) yang Saudara pakai untuk permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak, adalah tidak tepat. Mengingat istilah tersebut dipakai untuk upaya hukum yang ditempuh para pihak yang bersengketa terhadap suatu putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung, sebagaimana diatur dalam Pasal 77 ayat (3) Undang-undang Pengadilan Pajak. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/606pj.3322005.txt · Last modified: 2023/02/05 19:59 by 127.0.0.1