User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:604pj.3422001
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            26 Nopember 2001

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 604/PJ.342/2001

                            TENTANG

            PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS JASA KOMISI YANG DITERIMA WP LUAR NEGERI 

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehungan dengan surat Saudara Nomor: 644/700/2001 tanggal 13 September 2001 perihal Permohonan data 
P3B untuk pemotongan PPh Pasal 26 bersama ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 
1.  Saudara menanyakan tentang kewajiban Saudara dalam melaksanakan pemungutan pajak terhadap 
    Penghasilan atas Jasa Komisi oleh Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu: Jepang, Taiwan, Korea, USA, Belgia, 
    Hongkong, Jerman dan Maroko.

2.  Sampai tahun 2001 Indonesia telah mempunyai tax treaty dengan 50 negara. Dari pertanyaan tesebut 
    diatas, yang mempunyai tax treaty dengan Indonesia adalah Jepang, Taiwan, Korea, USA, Belgia dan 
    Jerman.

3.  Berdasarkan pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan diatur bahwa yang 
    dipotong pajak adalah pcnghasilan Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di 
    Indonesia.

4.  Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf (c) angka (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana 
    telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan 
    dijelaskan bahwa atas jasa komisi tersebut dapat dipotong pajak sebesar 15% dari perkiraan 
    penghasilan netto dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan 
    pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau 
    perwakilan.

5.  Pengertian BUT di pasal 2 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan yaitu bentuk usaha 
    yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia 
    tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak 
    bertempat kedudukan di Indonesia, dan menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 

    Bentuk usaha itu dapat berupa pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang 
    lain, sepanjang dilakukan lebih 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

6.  Secara umum dalam pasal 7 dari suatu Tax Treaty dijelaskan bahwa laba perusahaan dari satu Negara 
    pihak pada Persetujuan hanya akan dikenai pajak di Negara itu kecuali jika perusahaan tersebut 
    menjalankan usaha di Negara pihak pada Persetujuan lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap.

7.  Berdasarkan tax treaty, secara umum bentuk usaha tetap dianggap ada disuatu Negara apabila 
    memenuhi beberapa kriteria :    
    a.  Apa wajib pajak luar negeri mempunyai asset yang dapat berupa tempat kedudukan 
        manajemen, cabang, kantor, pabrik, bengkel, lokasi pertambangan, sumur minyak atau gas, 
        lokasi penggalian atau penambangan sumber alam lainnya di suatu Negara, maka wajib pajak 
        luar negeri tersebut dianggap telah mempunyai BUT di Negara tersebut.    
    b.  Apabila terdapat suatu proyek konstruksi atau pemberian jasa yang dilakukan di Negara 
        lainnya tersebut melebihi time test (terlampir).    
    c.  Apabila perusahaan tersebut melakukan suatu kegiatan di Negaa lain melalui suatu dependent 
        agent, yaitu :    
        i.  Mempunyai kuasa untuk menandatangani kontrak-kontrak atas nama perusahaan 
            tersebut atau     
        ii. Mempunyai kebiasaan menyimpan persediaan barang-barang atau barang dagangan
            dan secara teratur menyerahkan barang-barang tersebut atas nama perusahaan yang 
            diwakilinya.

8.  Penghasilan dari pemberian jasa merupakan laba usaha (sesuai butir 5) yang dikenakan pajak di 
    negara domisili. Negara sumber berhak mengenakan pajak sepanjang perusahaan tersebut memiliki 
    BUT (sesuai butir 6) di negara sumber tersebut.

9.  Sepanjang jasa komisi tersebut dilakukan oleh wajib pajak luar negeri melalui BUT di Indonesia dan 
    dilakukan di Indonesia, maka pihak yang memberikan penghasilan wajib memotong PPh pasal 23 ayat 
    (1) huruf (c) angka (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir 
    dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 tentang Pajak Penghasilan yaitu sebesar 15% dari 
    perkiraan netto. 

10. Dalam hal perusahaan berasal dari Jerman, atas pemberian jasa yang dilakukan di Indonesia harus 
    dipotong PPh sebesar 7,5% dari nilai brutonya.    
11. Dalam hal perusahaan berasal dari negara yang tidak punya tax treaty dengan Indonesia, sepanjang 
    tidak memenuhi kriteria BUT sesuai butir 4, maka atas penghasilan yang dikirimkan ke luar negeri 
    tersebut harus dipotong PPh pasal 26 sesuai butir 2 sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final.
 
Untuk jelasnya, bersama ini kami lampirkan tax treaty Indonesia dengan negara-negara yang Saudara 
tanyakan. 
 
Demikian untuk dimaklumi 
 
 
 
A.n Direktur Jenderal 
Direktur, 
 
ttd.
 
IGN Mayun Winangun 
NIP 060041978 
 
Tembusan : 
Direktur Jenderal Pajak
peraturan/sdp/604pj.3422001.txt · Last modified: 2023/02/05 18:04 by 127.0.0.1