peraturan:sdp:601pj.532004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 21 Juli 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 601/PJ.53/2004 TENTANG PENEGASAN PEMUNGUTAN PPN ATAS JASA KONSULTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 30 April 2004 hal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara kemukakan bahwa : a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah (KPKD) Propinsi DKI Jakarta ditunjuk oleh Gubernur Propinsi DKI Jakarta, sebagai Bendahara Umum Daerah yang salah satu fungsinya sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atas tagihan-tagihan melalui Surat Perintah Membayar Giro (SPMG). b. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas, KPKD sering menerima Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak, khususnya mengenai tagihan pekerjaan Jasa Konsultan yang dilakukan oleh Lembaga dibawah Universitas Negeri. Sedangkan di dalam lampiran dokumen kontrak telah tercantum nilai nominal PPN yang menjadi komponen biaya. c. Berkaitan dengan hal tersebut, Saudara mohon penegasan apakah untuk kasus tersebut KPKD membayar bruto (tanpa dipotong PPN) atau netto (setelah dipotong PPN). 2. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (UU PPh) jo. Butir 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-28/PJ.4/1996 tanggal 15 Juli 1996 hal Perlakuan Pemotongan/Pemungutan PPh Terhadap Badan/Lembaga Pemerintah, menegaskan bahwa suatu badan atau lembaga yang termasuk lembaga instansi struktur resmi pemerintah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan lain-lain. b. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD. c. Pembukuan keuangannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah yaitu Inspektorat Jenderal, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). d. Penghasilan lembaga tersebut dimasukkan dalam penerimaan pemerintah pusat atau daerah. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, antara lain mengatur : a. Pasal 2 ayat (1), bahwa Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara ditetapkan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. b. Pasal 2 ayat (2), bahwa Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang. c. Pasal 4 ayat (1) huruf g, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam hal pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 4. Lampiran I Huruf D Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-382/PJ./2002 tanggal 13 Agustus 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pengusaha Kena Pajak Rekanan, antara lain mengatur : a. Angka 1 huruf a, bahwa Pemungut PPN (KPKN atau Bendaharawan Pemerintah) wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh PKP Rekanan (PKP yang menyerahkan BKP dan atau JKP kepada Pemungut PPN); b. Angka 3, bahwa penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Instansi Pemerintah kepada Instansi Pemerintah Lainnya yang pembayarannya melalui KPKN atau Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang : 1) Pembayaran tersebut berasal dari APBN atau APBD; dan 2) Instansi Pemerintah yang menyerahkan Jasa Kena Pajak memasukkan pembayaran yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Instansi Pemerintah tersebut. 5. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 4, dengan ini ditegaskan sebagai berikut: a. Dalam hal Lembaga di bawah Universitas Negeri (LUN) tersebut memenuhi kriteria-kriteria sebagaimana dimaksud dalam butir 2 di atas, maka Lembaga tersebut merupakan Instansi Pemerintah. b. Penyerahan JKP yang dilakukan oleh LUN (Instansi Pemerintah) kepada Instansi Pemerintah lainnya yang pembayarannya melalui KPKD atau Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN, sepanjang memenuhi syarat-syarat berikut: 1) Pembayaran oleh Penerima JKP (Instansi Pemerintah) berasal dari APBN atau APBD; dan 2) Pembayaran yang diterima oleh LUN dimasukkan ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari LUN tersebut. c. Namun demikian, apabila dalam kontrak dan pembayaran yang dilakukan oleh KPKD Propinsi DKI Jakarta kepada LUN berasal dari APBN atau APBD dan telah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tersebut harus dipungut oleh KPKD Propinsi DKI Jakarta. Contoh : 1). Nilai Kontrak Jasa Konsultan sebesar Rp 110.000.000,- (termasuk PPN). 2). Jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 dari nilai kontrak - Nilai Kontrak (termasuk PPN). = Rp 110.000.000,- - PPN yang harus dipungut 10/110 x Rp 110.000.000,-. = Rp 10.000.000,- ______________ - Jumlah yang dibayar kepada LUN. = Rp 100.000.000,- Demikian disampaikan untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/601pj.532004.txt · Last modified: 2023/02/05 20:32 by 127.0.0.1