peraturan:sdp:591pj.512005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 Juni 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 591/PJ.51/2005 TENTANG PPN ATAS PENYERAHAN TELUR DAN INDUK AYAM DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 24 Maret 2005 hal Pajak Pertambahan Nilai, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut antara lain disampaikan bahwa: a. PT. ABC adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembibitan ayam ras yang menghasilkan anak ayam umur sehari (Day Old Chick/DOC). b. DOC sebagaimana tersebut di atas ditetaskan dari telur induk ayam (Parents Stock), namun untuk telur yang tidak mencapai standar berat, gepeng, double yolk, dan lain-lain dengan terpaksa diafkir/dijual. c. Selain itu, induk ayam (parents stock) yang tidak berproduksi maksimal juga akan diafkir/dijual. d. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Saudara mengajukan pertanyaan sebagai berikut: 1) apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)? 2) Apakah telur ayam yang keluar langsung dari tubuh ayam dan tidak mempunyai nilai tambah dapat dikenakan PPN? 3) Apakah ayam induk yang sudah tidak memiliki nilai produksi dan harus diafkir juga dikenakan PPN? 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, menetapkan bahwa: a. Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983, dijelaskan bahwa: 1) Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak atas konsumsi di dalam Daerah Pabean 2) Nilai tambah timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. b. Pasal 1 angka 2, Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. c. Pasal 1 angka 3, Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini. d. Pasal 1 angka 24, Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau Impor Barang Kena Pajak. e. Pasal 1 angka 25, Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak. f. Pasal 4, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas: 1) penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; 2) impor Barang Kena Pajak; 3) penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; g. Pasal 4A jo. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, telur dan induk ayam tidak termasuk jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. h. Pasal 9 ayat (3), Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. i. Pasal 16D, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003, mengatur antara lain: a. Pasal 1 huruf d bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan merupakan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis. b. Pasal 2 ayat (2) huruf d atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran, atau perikanan dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan bahwa: a. Pada Prinsipnya, Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak didalam daerah pabean, yang pemungutannya dilakukan secara bertingkat pada setiap lini distribusi. b. Pajak Pertambahan Nilai menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran sehingga Pajak Pertambahan Nilai hanya dikenakan atas nilai tambah yang dihasilkan dalam suatu lini distribusi. Nilai tambah timbul akibat dipakainya faktor-faktor produksi disetiap lini distribusi dalam menyiapkan, menghasilkan, menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian pelayanan jasa kepada para konsumen. c. Undang-undang PPN menganggap bahwa semua barang atau semua jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kecuali terhadap barang atau jasa yang ditetapkan oleh Undang- Undang untuk tidak dikenakan PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4A Undang-undang tersebut. d. Mengingat bahwa telur dan ayam tidak termasuk dalam jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai oleh karena itu atas penyerahannya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. e. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003, telur ayam bibit yang ditujukan untuk ditetaskan dan induk ayam bibit (parents stock) yang digunakan untuk menghasilkan telur ayam bibit termasuk dalam pengertian Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam butir 3 di atas sehingga atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. f. Apabila induk ayam yang digunakan untuk menghasilkan telur oleh PT. ABC dikelompokan sebagai Aktiva Perusahaan, maka atas penyerahan induk ayam tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sepanjang Pajak Pertambahan Nilai pada saat perolehan induk ayam tersebut telah dibayar dan dapat dikreditkan. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/591pj.512005.txt · Last modified: 2023/02/05 05:57 by 127.0.0.1