User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:58pj.532006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 8 Februari 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 58/PJ.53/2006

                             TENTANG

        PERLAKUAN PPN ATAS JASA PENUNJANG PENERBANGAN DAN BANDAR UDARA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxx tanggal xxx hal Pengenaan PPN atas Jasa Penunjang 
Penerbangan & Bandar Udara (Jasa Aeronautika), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa Saudara meminta penegasan atas permasalahan sebagai 
    berikut :
    a.  Apakah atas penyerahan jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara, khususnya
        yang merupakan jasa aeronautika yang meliputi :
        -   jasa pendaratan;
        -   jasa penempatan dan penyimpanan pesawat udara; dan 
        -   jasa pelayanan penerbangan lintas udara, untuk penerbangan internasional dikenakan
            PPN?
            Dalam hal ini Saudara berpendapat bahwa atas penyerahan jasa-jasa tersebut untuk 
        penerbangan internasional dikenakan PPN karena merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak di
        dalam Daerah Pabean, sedangkan atas penyerahan jasa pendaratan pesawat udara 
        penerbangan internasional, penempatan dan penyimpanan pesawat udara penerbangan 
        internasional, dan jasa pelayanan penerbangan lintas udara untuk penerbangan internasional 
        tidak dikenakan PPN berdasarkan asas timbal balik; dan
    b.  Apakah ada ketentuan yang mengatur tentang mekanisme asas timbal balik dengan negara 
        lain dalam hal penerapan perlakuan PPN, misalnya dokumen untuk pembuktian adanya 
        perlakuan PPN yang sama atas pesawat udara penerbangan internasional suatu negara di 
        Indonesia dengan perlakuan atas pesawat udara penerbangan f internasional Indonesia di 
        negara tersebut?
        Dengan menunjuk Pasal 8 Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah 
        Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Korea, Saudara berpendapat bahwa sampai 
        dengan saat ini belum ada ketentuan yang secara khusus mengatur hal tersebut.

2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983  tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang
    Nomor 18 TAHUN 2000 , antara lain mengatur :
    a.  Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
        perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau 
        kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan
        barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
    b.  Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud 
        dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
    c.  Pasal 4 huruf c menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa
        Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.
    d.  Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000  tentang Jenis 
        Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, menetapkan kelompok-
        kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Namun demikian, jasa 
        kebandarudaraan untuk penerbangan internasional tidak termasuk di antara kelompok jasa 
        yang ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

3.  Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan, antara lain mengatur : 
    a.  Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa kebandarudaraan meliputi segala sesuatu yang berkaitan
        dengan kegiatan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan 
        fungsi bandar udara untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas 
        pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, keselamatan penerbangan, tempat 
        perpindahan intra dan atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah. 
    b.  Pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa pelayanan jasa kebandarudaraan di bandar udara umum
        dilakukan untuk kepentingan pelayanan umum, guna menunjang keamanan dan keselamatan
        penerbangan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas pesawat udara, penumpang dan atau 
        kargo dan pos. 
    c.  Pasal 25 menyatakan bahwa jenis pelayanan jasa kebandarudaraan sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 24 meliputi :
        -   penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas untuk kegiatan pelayanan 
            pendaratan, lepas landas, manuver, parkir dan penyimpanan pesawat udara; 
        -   penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan 
            angkutan penumpang, kargo dan pos;
        -   penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas elektronika, listrik, air dan 
            instalasi limbah buangan;
        -   jasa kegiatan penunjang bandar udara;
        -   penyediaan iahan untuk bangunan, lapangan dan industri serta gedung atau bangunan 
            yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara;
        -   penyediaan jasa konsultasi, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan 
            kebandarudaraan; dan
        -   penyediaan yasa lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa kebandar udaraan.
        Penjelasan Pasal ini menyatakan bahwa penyediaan jasa lainnya dapat berupa penyediaan 
        fasilitas telekomunikasi untuk umum, tempat penitipan barang, dan lain-lain yang menunjang 
        pelayanan jasa kebandarudaraan.
    d.  Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa dalam rangka menunjang kelancaran pelayanan jasa 
        untuk kepentingan umum di bandar udara umum, dapat dilakukan kegiatan penunjang bandar 
        udara. 
    e.  Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa kegiatan penunjang bandar udara sebagaimana dimaksud 
        dalam ayat (1) terdiri dari :
        -   pelayanan jasa penunjang kegiatan penerbangan, dapat meliputi :
            -   penyediaan hanggar pesawat udara;
            -   perbengkelan pesawat udara;
            -   pergudangan;
            -   jasa boga pesawat udara;
            -   jasa pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat;
            -   jasa pelayanan penumpang dan bagasi;
            -   jasa penanganan kargo;
            -   jasa penunjang lainnya yang secara langsung menunjang kegiatan 
                penerbangan.
        -   pelayanan jasa penunjang kegiatan bandar udara, dapat meliputi :
            -   jasa penyediaan penginapan/hotel dan transit hotel;
            -   jasa penyediaan toko dan restoran;
            -   jasa penempatan kendaraan uermotor;
            -   jasa perawatan pada umumnya;
            -   jasa lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak langsung kegiatan 
                bandar udara.

4.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 dan butir 3 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1 
    di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
    a.  Jasa kebandarudaraan, termasuk di dalamnya jasa kegiatan penunjang bandar udara, pada 
        dasarnya merupakan Jasa Kena Pajak sehingga atas penyerahan jasa kebandarudaraan 
        tersebut di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang telah dikukuhkan atau
        seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 
        Oleh karena itu, atas penyerahan jasa pendaratan pesawat udara penerbangan internasional,
        penempatan dan penyimpanan pesawat udara penerbangan internasional, jasa pelayanan 
        penerbangan lintas udara maupun jasa kebandarudaraan lainnya untuk penerbangan 
        internasional, sepanjang diserahkan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha yang telah 
        dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, terutang Pajak 
        Pertambahan Nilai.
    b.  Sampai dengan saat ini tidak ada ketentuan di bidang perpajakan yang secara khusus 
        mengatur mekanisme asas timbal balik dimaksud.

Demikian untuk dimaklumi.




a.n. Direktur Jenderal,
Direktur PPN dan PTLL,

ttd.

A. Sjarifuddin Alsah
NIP 06044664


Tembusan :
1.  Direktur Jenderal Pajak;
2.  Direktur Peraturan Perpajakan.
peraturan/sdp/58pj.532006.txt · Last modified: 2023/02/05 06:23 by 127.0.0.1