peraturan:sdp:587pj.3322005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 15 Juli 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 587/PJ.332/2005 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN WEWENANG PENYELESAIAN PENINJAUAN KEMBALI YANG BERASAL DARI USULAN PEMERIKSA UNTUK PEMBETULAN SUATU KETETAPAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 5 Juli 2005, perihal pada pokok di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan: 1.1. Surat tersebut sebagai tindak lanjut dari surat Kepala KPP Jakarta Pulogadung nomor : XXX s.d XXX tanggal 10 Juni 2005. 1.2. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Wajib Pajak (PT ABC; NPWP : XX.XXX.XXX.X.XXX.XXX) telah dilakukan pemeriksaan oleh KPP Jakarta Pulogadung dan telah diterbitkan ketetapan pajak sesuai dengan pemeriksaan tersebut. 1.3. Setelah pemeriksaan selesai, diketahui bahwa pemeriksa telah salah dalam melakukan penetapan sebagai akibat dari kurangnya data pada saat pemeriksaan, sehingga salah dalam menetapkan batas (cutt-off) terhadap peredaran Wajib Pajak. 1.4. Berdasarkan keadaan tersebut, pemeriksa melakukan penelitian dan mengusulkan kepada KPP Jakarta Setiabudi Satu untuk melakukan pembetulan dengan kuasa Pasal 16 Undang- undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (UU KUP), atas ketetapan pajak yang telah diterbitkan. 1.5. Diinformasikan juga bahwa saat ini Wajib Pajak tersebut terdaftar di KPP Jakarta Setiabudi Satu sebagai Wajib Pajak Domisili, namun seluruh berkas yang bersangkutan belum dikirimkan dari KPP Jakarta Pulogadung. 2. Dasar Hukum: 2.1. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 16 TAHUN 2000, disebutkan : "Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan". 2.2. Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UU KUP antara lain menyatakan, bahwa pembetulan ketetapan pajak menurut ayat ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik, sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu ketetapan pajak perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan Wajib Pajak. 2.3. Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-46/PJ/1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Pasal 16, 26 dan 36 KUP, antara lain disebutkan: Romawi I angka 1 Sifat Pembetulan "Pembetulan berdasarkan Pasal 16 adalah sebagai pelaksanaan azas adaptasi yang selayaknya dilaksanakan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik. Kesalahan atau kekeliruan tersebut sifatnya merupakan kesalahan manusiawi (human errors), yang apabila dikomunikasikan antara fiskus dan Wajib Pajak, maka masing-masing pihak akan dapat menerimanya. Jadi sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung adanya sesuatu yang dipersengketakan atau mengandung perbedaan argumentasi yuridis. Oleh sebab itu apabila ditemukan adanya kesalahan atau kekeliruan demikian harus dilakukan pembetulan, baik diketahui oleh pejabat sendiri atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak". Romawi I angka 7 Hak Mengajukan Keberatan "Pada hakekatnya SK Pembetulan menggantikan SKP yang dibetulkan sebagai pelaksanaan azas adaptasi dan benar-benar dalam rangka meluruskan kesalahan atau kekeliruan yang bersifat human errors, di dalamnya tidak ada penyelesaian atas suatu perselisihan atau persengketaan (bukan dalam rangka peradilan pajak). Terhadap skp yang telah dikeluarkan SK Pembetulan, (baik atas permohonan atas secara jabatan) dapat diajukan keberatan (Pasal 25/26 KUP) sepanjang terdapat sengketa materi dan masih belum melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak skp diterbitkan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. Misalnya dalam hal SK Pembetulan menurut Pasal 16 diterbitkan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak skp diterbitkan termasuk dalam pengertian "keadaan di luar kekuasaan" Wajib Pajak". 3. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, dengan ini disampaikan beberapa hal sebagai berikut: 3.1. Penerapan Pasal 16 UU KUP dalam rangka membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dapat dilaksanakan sepanjang tidak menyangkut penyelesaian atas suatu perselisihan atau persengketaan atau mengandung perbedaan argumentasi yuridis. 3.2. Karena saat ini Wajib Pajak PT. ABC; NPWP : XX.XXX.XXX.X.XXX.XXX terdaftar di KPP Jakarta Setiabudi Satu maka wewenang untuk membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak berada pada KPP Jakarta Setiabudi Satu. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/587pj.3322005.txt · Last modified: 2023/02/05 06:29 by 127.0.0.1