User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:574pj.512003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     30 Juni 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 574/PJ.51/2003

                            TENTANG

       PEMBAYARAN PPN IMPOR ATAS PEMINDAHTANGANAN BARANG MODAL YANG PADA SAAT IMPORNYA 
                       MEMPEROLEH FASILITAS PENANGGUHAN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 4 Maret 2003 hal Permohonan Penegasan Prosedur 
Pembayaran PPN Impor atas Pemindahtanganan Barang Modal yang Diperoleh Melalui Impor, dengan ini 
disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Berdasarkan surat Saudara dijelaskan bahwa:
    a.  PT ABC merupakan perusahaan PMA yang bergerak dibidang penyediaan listrik (swasta) yang 
        mendapatkan fasilitas PPN Impor ditangguhkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan 
        Nomor 128/KMK.00/1993 tentang Pemberian Fasilitas Impor atas Impor Barang Modal Dalam 
        Rangka Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Oleh Swasta.
    b.  Karena terjadi krisis moneter pada tahun 1998, PT ABC tidak dapat melanjutkan proyeknya 
        dan bermaksud memindahtangankan barang modal yang telah mendapat fasilitas PPN 
        Ditangguhkan tersebut kepada PT XYZ, selaku pihak yang melanjutkan proyek tersebut, 
        melalui BCA.
    c.  Atas transaksi tersebut Saudara berpendapat bahwa:
        (1) Atas penyerahan barang modal dari PT ABC kepada BCA tidak terutang Pasal 16D UU 
            PPN, karena PT ABC bukan PKP.
        (2) Atas pemindahtanganan barang modal maka PPN Impor, yang sebelumnya mendapat 
            fasilitas penangguhan, harus dibayar.
        (3) Batas waktu penyetoran PPN Impor adalah tanggal 15 bulan berikutnya setelah 
            terjadinya pemindahtanganan barang modal.
        (4) Jumlah PPN yang dibayar adalah sebesar Rp 69.388.525,170 (sesuai dengan PIB).
        (5) Pembayaran tersebut dilakukan dengan menggunakan SSP.
    d.  Saudara memohon penegasan atas hal tersebut dan menanyakan hal-hal sebagai berikut:
        (1) Cara pengisian SSP berupa : MAP/Kode Jenis Pajak, Kode Jenis Setoran, Uraian 
            Pembayaran dan Masa Pajak.
        (2) Dokumen dan Tatacara Pelaporan (misalnya formulir yang harus diisi dan dilaporkan 
            bersama SSP, beserta dokumen yang perlu dilampirkan).

2.  Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 190/KMK.04/1998 tentang Pencabutan atas Keputusan 
    Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 128/KMK.00/1993 Tentang Pemberian Fasilitas Impor 
    Atas Barang Modal Dalam Rangka Usaha Penyediaan tenaga Listrik Oleh Swasta, yang berlaku sejak 
    tanggal 23 Maret 1998, menyatakan bahwa dengan berlakunya keputusan ini, pengusaha yang telah 
    menggunakan fasilitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.00/1993 yang 
    diberikan sebelum berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini wajib menyetorkan Pajak Pertambahan 
    Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ke Kas Negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku, 
    apabila barang Modal yang bersangkutan ternyata:
    a.  Digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan tujuan semula;
    b.  Dijual atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya.

3.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000, mengatur, antara lain:
    a.  Pasal 4 huruf b
        Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak.
    b.  Pasal 11 ayat (1) huruf b
        Terutangnya pajak terjadi pada saat impor Barang Kena Pajak.
    c.  Pasal 16D
        Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang 
        menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak 
        Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

4.  Pasal 9 Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000, mengatur, 
    antara lain:
    a.  Ayat (1)
        Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang 
        terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lambat 15 
        (lima belas hari) setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
    b.  Ayat (2a)
        Apabila pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan 
        setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenakan sanksi 
        administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan yang dihitung dari jatuh tempo 
        pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 
        (satu) bulan.

5.  Pasal 1 ayat (4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 541/KMK.04/2000 tentang Penentuan Tanggal 
    Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, 
    Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran 
    Pajak mengatur bahwa Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan 
    atas Barang Mewah atas impor, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan saat 
    pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, Pajak 
    Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor, 
    harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor.

6.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai 
    yang Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat 
    Strategis sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 363/KMK.03/2002, 
    mengatur, antara lain:
    a.  Pasal 1 angka 1 huruf h
        Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah listrik, kecuali untuk perumahan 
        dengan daya di atas 6600 Watt.
    b.  Pasal 6 ayat (1) huruf c
        Terhadap perusahaan listrik yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak 
        Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h tidak 
        diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

7.  Buku Petunjuk pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) dalam Lampiran Keputusan Direktur Jenderal 
    Pajak Nomor KEP-169/PJ./2001 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak antara lain menyebutkan:
    a.  Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Pajak dan Kode Jenis Setoran
        1)  Kode Mata Anggaran Penerimaan (MAP)/Kode Jenis Setoran diisi dengan angka MAP/
            Kode Jenis Pajak yang tertera pada tabel-tabel berikut untuk setiap jenis pajak yang 
            akan dibayar atau disetor.
        2)  Kode Jenis Setoran (KJS) diisi dengan angka dalam kolom "Kode Jenis Setoran" untuk  
            setiap jenis pajak yang akan dibayar atau disetor pada tabel berikut sesuai dengan 
            penjelasan pada kolom "keterangan".
    b.  Uraian Pembayaran
        Diisi sesuai dengan uraian dalam kolom "Jenis Setoran" yang berkenaan dengan Kode MAP 
        dan Kode Jenis pada tabel berikut.
    c.  Masa Pajak
        Diisi dengan memberi tanda silang pada salah satu kolom bulan untuk masa pajak yang 
        dibayar atau disetor. Pembayaran atau setoran untuk lebih dari satu masa pajak dilakukan 
        dengan menggunakan SSP untuk setiap masa pajak.

8.  Tabel MAP/Kode Jenis Pajak 0132 untuk jenis pajak PPN impor dalam Lampiran Keputusan Direktur 
    Jenderal Nomor KEP-169/PJ./2001 tentang Bentuk Surat Setoran Pajak menyebutkan:
    a.  Kode Jenis Setoran  :   100
    b.  Jenis Setoran       :   Setoran Masa PPN Impor
    c.  Keterangan      :   Untuk pembayaran PPN terutang pada saat impor BKP

9.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Mengingat bahwa PPN impor yang harus dikenakan pada saat impor barang modal tersebut 
        dalam butir 1 memperoleh fasilitas ditangguhkan, maka pada saat barang modal tersebut 
        dijual atau dipindahtangankan, PPN Impor yang ditangguhkan tersebut harus dibayar kembali 
        tanpa harus menunggu sampai dengan tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan berjalan.
    b.  Apabila terjadi keterlambatan pembayaran dari saat sebagaimana dimaksud pada butir 9.a., 
        maka atas keterlambatan tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% 
        (dua persen) per bulan sebagaimana tersebut dalam butir 4.b.
    c.  Cara pengisian SSP untuk pembayaran PPN tersebut adalah:
        (1) MAP/Kode Jenis Pajak    :   0132
        (2) Kode Jenis Setoran  :   100
        (3) Uraian Pembayaran   :   Setoran Masa PPN Impor
        (4) Masa Pajak      :   Masa Pajak saat penjualan atau pemindahtanganan 
                            barang modal
    d.  SSP dengan dilampirkan fotokopi PIB dan surat keterangan tentang pemindahtanganan barang 
        modal yang pada saat impornya memperoleh fasilitas PPN Ditangguhkan, dilaporkan kepada 
        Kantor Pelayanan Pajak setempat.
    e.  Mengingat bahwa, PT ABC bergerak dibidang penyediaan listrik (BKP yang dibebaskan dari 
        pengenaan PPN) dan tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Pajak Masukan 
        yang dibayar kembali sebagaimana tersebut pada butir 9.a., tidak dapat dikreditkan.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/sdp/574pj.512003.txt · Last modified: 2023/02/05 18:18 by 127.0.0.1