peraturan:sdp:558pj.522005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 20 Juni 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 558/PJ.52/2005 TENTANG PENEGASAN TENTANG PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN ATAS LELANG GULA IMPOR DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 25 Februari 2005 hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Secara garis besar surat tersebut menjelaskan bahwa: a. Perusahaan Saudara, PT ABC, melakukan pembelian gula kristal putih (ex impor) asal lelang Barang Sitaan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (non Pengusaha Kena Pajak) pada lelang tanggal 4 Januari 2005, Risalah Lelang No. XXX dan Pejabat Lelang adalah AAA. b. Berdasarkan surat dari Dewan Gula Indonesia (DGI) nomor XXX tanggal 5 Februari 2005 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian/Wakil Ketua Pokja Importasi, Pengadaan dan Penyaluran, diusulkan harga lelang sebesar Rp 3.416/Kg terdiri dari nilai gula Rp 2.100/Kg, Bea Masuk Rp 700/kg dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian gula dimaksud sebesar Rp 280/kg serta biaya lain-lain sebesar Rp 336/Kg. Nilai PPN tersebut didapat dari penghitungan tarif PPN (10%) dikalikan dengan akumulasi dari nilai gula Rp 2.100/Kg ditambah Bea Masuk Rp 700/kg. Tingkat harga gula tersebut sudah berada di atas harga gula petani yang harus disanggah Importir Terdaftar (IT) untuk melakukan importasi gula sebesar Rp 3.410/Kg. Surat DGI tersebut tidak menjelaskan mekanisme perlakuan pengenaan PPN yang harus dilakukan oleh PT ABC. c. Sehubungan dengan hal tersebut Saudara menanyakan mekanisme pembayaran PPN-nya, apakah cukup dengan pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) dan apakah SSP tersebut dapat berfungsi sebagai bukti Pajak Masukan bagi perusahaan Saudara. 2. Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut: a. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur bahwa: a.1. Pasal 1 angka 23 : Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. a.2. Pasal 1 angka 24 : Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. a.3. Pasal 4 huruf a : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; a.4. Pasal 9 ayat (8) ; Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk: a) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha; c) perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan; d) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana; f) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5); g) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6); h) perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak; i) Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; a.5. Pasal 13 ayat (6); Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu sebagai Faktur Pajak. b. Pasal 2 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-522/PJ/2000 Tentang Dokumen- Dokumen Tertentu Yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-312/PJ./2001, antara lain mengatur bahwa: Dokumen-dokumen tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu: a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran Pajak dan atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk impor Barang Kena Pajak; b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut; c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/ DOLOG untuk penyaluran tepung terigu; d. Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan BBM dan atau bukan BBM; e. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi; f. Ticket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; g. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean; h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan; i. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik. 3. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan sebagai berikut: a. Pembayaran PPN sebesar Rp 280/Kg tersebut merupakan satu kesatuan harga lelang sebesar Rp 3.410/Kg, dimana tingkat harga gula tersebut sudah berada di atas harga gula petani yang harus disanggah Importir Terdaftar (IT) untuk melakukan importasi gula sebesar Rp 3.410/Kg. b. PT ABC tidak ada kewajiban memungut PPN dengan menggunakan SSP atas pembelian gula kristal putih dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara (non Pengusaha Kena Pajak), karena yang harus memungut PPN yang terutang adalah pihak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. c. Oleh karena itu, dengan sangat menyesal permohonan Saudara agar pembayaran PPN atas pembelian gula kristal putih dengan menggunakan SSP sebagai Pajak Masukan tidak dapat kami kabulkan, karena SSP yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar agar dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya adalah SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. Dengan demikian PPN yang dibayarkan atas pembelian gula kristal putih merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. d. Pajak Masukan tersebut diisi pada SPT Masa PPN Formulir 1995 B4 Daftar Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. HADI POERNOMO
peraturan/sdp/558pj.522005.txt · Last modified: 2023/02/05 06:09 by 127.0.0.1