peraturan:sdp:557pj.532004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 13 Juli 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 557/PJ.53/2004 TENTANG PERLAKUAN PPN ATAS MERGER PERUSAHAAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 28 Januari 2002 hal Permohonan Penjelasan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Perusahaan Saudara adalah perusahaan PMA yang bergerak di bidang industri pemotongan logam yang akan melakukan merger. Saudara menanyakan kewajiban perpajakan atas merger tersebut sebagai berikut : a. Apa yang harus dilakukan dengan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai apabila perusahaan Saudara masih lebih bayar atau melakukan kompensasi per 31 Desember 2001 atau SPM Desember 2001. Selanjutnya jika perusahaan lama yang ditutup dan masih lebih bayar menjual assetnya ke perusahaan baru (hasil merger) sehingga menjadi nihil atau kurang bayar, apakah konsekuensinya bagi perusahaan lama maupun baru. b. Bagaimana dengan perlakuan asset (barang modal/mesin) yang perolehannya diimpor dengan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan, apakah ada regulasi tentang pengkreditan asset tersebut bila dijual ke perusahaan hasil merger. c. Bagaimana dengan asset tanah dan bangunan apabila semula semua asset itu dikreditkan/ dilaporkan pada SPM masa asset itu diperoleh, kemudian kini asset itu dijual kembali ke perusahaan hasil merger. Bagaimana bila bangunan tersebut dibuat sendiri, apakah yang dipergunakan sebagai dasar nilai pengenaan pajaknya nilai buku atau nilai perolehan. d. Apakah ada regulasi yang mengatur mengenai warna yang diharuskan untuk tembusan Faktur Pajak. e. Apakah ada referensi/buku yang mengatur ketentuan perpajakan sehubungan dengan aktivitas merger perusahaan. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000 (Undang-undang PPN) mengatur : a) Pasal 1 angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. b) Pasal 16 D, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. 3. Pasal II Peraturan Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2003, antara lain mengatur : a. Angka 1, bahwa barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, yang telah mendapatkan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor atau perolehannya, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak barang modal tersebut digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan. b. Angka 3, bahwa apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan tidak dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. c. Angka 4, bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan. 4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 mengatur : a. Pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. b. Pasal 2 huruf f, bahwa nilai lain untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar. 5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001 tentang Jangka Waktu Pendaftaran dan Pelaporan Kegiatan Usaha, Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, antara lain mengatur: (1) Pasal 11 ayat (1), bahwa penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal : a. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Utang pajak telah dilunasi atau hak melakukan penagihan telah daluarsa; c. Mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak. 6. Pasal 2 Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-549/PJ/2000 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan, Tata Cara Penyampaian, dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-433/PJ./2002 mengatur antara lain : a. Ayat 3, bahwa pengadaan formulir Faktur Pajak Standar dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. b. Ayat 4, bahwa Faktur Pajak Standar paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) yaitu : - Lembar ke-1 : untuk Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak sebagai bukti Pajak Masukan. - Lembar ke-2 : untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran. c. Ayat 5, bahwa dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap 2 (dua), maka harus dinyatakan secara jelas penggunaannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan, misalnya : - Lembar ke-3 : untuk Kantor Pelayanan Pajak (dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai). 7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.7/2003 tanggal 1 April 2003 antara lain mengatur : a. Romawi II huruf A butir 1.e : pemeriksaan rutin dilakukan dengan kriteria SPT Tahunan PPh untuk tahun saat Wajib Pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambilalihan usaha, atau likuidasi. Pemeriksaan dalam rangka likuidasi dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pembubaran dengan melampirkan Laporan Keuangan Likuidasi atau diketahui dari media massa bahwa Wajib Pajak akan melakukan likuidasi; b. Huruf c angka 5 : pemeriksaan rutin dilaksanakan dengan pemeriksaan lapangan dalam hal SPT Tahunan PPh Wajib Pajak yang melakukan penggabungan, pemekaran atau pengambilalihan usaha atau likuidasi sebagaimana dimaksud pada huruf A butir 1.e. 8. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 7 dan memperhatikan surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa: a. Pencabutan NPWP atas perusahaan lama yang akan dibubarkan dilakukan setelah dilaksanakan Pemeriksaan Lapangan (PL). Apabila dari hasil pemeriksaan diketahui perusahaan lama tersebut mempunyai kewajiban-kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan (pajak yang belum dilunasi), maka perusahaan lama tersebut wajib melunasi utang pajaknya terlebih dahulu. Demikian juga dalam hal perusahaan lama tersebut memiliki Lebih Bayar maka Lebih Bayar tersebut dapat dimintakan pengembaliannya terlebih dahulu. b. Atas asset (barang modal/mesin) yang atas impornya mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan, apabila dalam jangka waktu kurang dari (5) lima tahun sejak impor digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dijual/dipindahtangankan kepada pihak/ perusahaan lain maka Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan. c. Atas penjualan asset tanah dan bangunan termasuk bangunan yang dibuat sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak adalah harga pasar/harga jual wajar. d. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak dalam bentuk dan ukuran sesuai dengan kepentingan masing-masing, dimana Saudara dapat juga membuat rangkapan Faktur Pajak lebih dari dua yang berlainan warna sepanjang dalam Faktur Pajak dan rangkapan tersebut dinyatakan dengan jelas peruntukan atau penggunaannya. e. Ketentuan yang mengatur kewajiban perpajakan secara komprehensif sehubungan dengan aktivitas merger antara lain diatur di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.42/1999 tanggal 27 Mei 1999 tentang Buku Panduan Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Restrukturisasi Perusahaan. Adapun ketentuan-ketentuan yang tidak diatur di dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tersebut, mengacu kepada ketentuan umum sebagaimana diatur di dalam perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN & PTLL, ttd A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/557pj.532004.txt · Last modified: 2023/02/05 06:18 by 127.0.0.1