User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:557pj.3232004
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                        6 Juli 2004

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 557/PJ.323/2004

                            TENTANG

        PERMOHONAN PENINJAUAN KEMBALI PENGENAAN PPN ATAS JASA MAKLON 
                     PADA PERUSAHAAN DI KAWASAN BERIKAT

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 03 Februari 2004 ditujukan kepada Menteri Keuangan 
hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut antara lain dikemukakan hal-hal sebagai berikut:

    a.  Perusahaan di Kawasan Berikat Nusantara telah mengadakan pertemuan dan bersama surat 
        ini disampaikan copy notulen hasil pertemuan. Hasil pertemuan Perusahaan-perusahaan di 
        Kawasan Berikat membahas masalah pengenaan PPN atas jasa maklon pada perusahaan di 
        Kawasan Berikat yang ditegaskan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
        SE-26/PJ.53/2003, dimana Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak tersebut berdasarkan 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/1994 dan Keputusan Menteri Keuangan 
        Nomor 291/KMK.05/1997, yang mana menurut catatan Saudara antara ketentuan pada dasar 
        hukumnya sendiri dengan Surat Edaran tersebut di atas, diambil keputusan yang 
        bertentangan.

    b.  Berdasarkan contoh perhitungan Saudara, terlihat bahwa PPN tidak perlu dipotong karena 
        tidak ada pertambahan nilai apapun bagi perusahaan pemilik order dan apabila dipaksakan 
        dipotong PPN 10%, sementara harga ekspor tidak dapat dirubah sehingga mengakibatkan 
        pemilik barang dirugikan, lalu dimana manfaat pembebasan PPN 10% yang ada dalam 
        KEPPRES Nomor 96 TAHUN 1993 atau aturan lainnya.

    c.  Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 TAHUN 1993 tentang Perlakuan 
        Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atas Penyerahan Barang 
        Kena Pajak (BKP) ke dari dan antar Kawasan Berikat dan Entreport Produksi Untuk Tujuan 
        Export (EPTE) dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 854/KMK.01/1993 yang diubah dengan 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 dan terakhir dengan Keputusan 
        Menteri Keuangan Nomor 94/KMK.05/2000 tentang Kawasan Berikat antara lain menyebutkan 
        bahwa atas penyerahan kembali hasil pekerjaan oleh PKP Subkontraktor dari daerah Pabean 
        Indonesia lainnya sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) kepada PKP di Kawasan Berikat 
        atau EPTE, PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut, dan merujuk kepada KEPPRES 
        Nomor 96 TAHUN 1993 Pasal 2 disebutkan bahwa antara barang dan jasa tidak terpisahkan 
        hal ini tersurat dalam kalimat "Atas penyerahan kembali hasil pekerjaan oleh PKP #.", yang 
        mana menunjukan bahwa yang diserahkan kembali oleh PKP subkontraktor kepada PKP 
        pengguna jasa yang berada di Kawasan Berikat adalah hasil pekerjaan yang didalamnya 
        terdiri barang dan jasa yang tidak terpisahkan. Begitu juga merujuk Keputusan Menteri 
        Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 dapat dipahami bahwa barang dan jasa yang diserahkan 
        oleh PKP subkontraktor kepada pengguna jasa tidak dapat dipisahkan.

    d.  Terdapat 2 (dua) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak yang dibuat bertolak belakang yang 
        satu dengan yang lain yaitu Surat Edaran Nomor SE-39/PJ.52/1993 yang menyatakan jelas 
        pada butir 5.3 tidak dipungut PPN/PPnBM di Kawasan Berikat, dan Surat Edaran Nomor
        SE-26/PJ.53/2003 menegaskan bahwa PPN/PPnBM yang terutang dipungut di Kawasan 
        Berikat.

    e.  Sejalan dengan ketentuan-ketentuan tersebut, ternyata ketentuan khusus yang diperlakukan
        terhadap daerah Kawasan Berikat hanyalah yang berkaitan dengan lalulintas/penyerahan 
        barang dan jasa dan tidak mengatur tentang penyerahan jasa. Dengan demikian bahwa 
        penyerahan kembali hasil pekerjaan oleh PKP Subkontraktor kepada PKP pengguna yang 
        berada di Kawasan Berikat, PPN dan PPnBM yang terutang tidak dipungut.

    f.  Perusahaan di Kawasan Berikat merupakan usaha padat karya yang sedang mengalami 
        penurunan order ekspor, tetapi adanya kenaikan upah kerja, dan merasa keberatan jika 
        harus dipungut PPN atas jasa maklon, karena selain mempengaruhi aliran cash flow dan 
        menimbulkan beban keuangan yang lebih tinggi, yang menyebabkan rendahnya daya saing 
        di pasar dunia.

    g.  Sejak beroperasinya perusahaan di Kawasan Berikat, dimana cukup banyak perusahaan yang 
        usahanya hanya sebagai Subkontraktor dan telah dilakukan pemeriksaan oleh KPP, PPN atas 
        jasa maklon tidak dipermasalahkan. Namun setelah dikeluarkannya Surat Edaran Direktorat 
        Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ.53/2003 PPN atas jasa maklon dikenakan dan berlaku surut, 
        jumlahnya sebesar pokok pajak ditambah dengan denda 100%. Hal ini sudah diinformasikan 
        oleh KPP. Apabila hal ini tetap diberlakukan maka banyak perusahaan tidak dapat 
        melangsungkan usahanya atau gulung tikar dan pengusaha yang usahanya jasa maklon akan 
        melarikan diri meninggalkan karyawan terlantar.

    h.  Dampak dari hal tersebut diatas adalah bertambahnya pengangguran tenaga kerja yang 
        berakibat meningkatnya tingkat kriminal dan juga berkurangnya penerimaan negara yang 
        bersumber dari PPh Pasal 21 dan Pasal 25, selain itu terjadi penurunan ekspor pakaian jadi 
        yang pada gilirannya mengurangi pendapatan devisa, serta efek ganda negatif yang 
        merugikan di dalam aktivitas ekonomi yang tak ternilai harganya.

    i.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas diajukan permohonan sebagai berikut:

        1)  Agar pengenaan PPN atas Jasa Maklon di Kawasan Berikat mulai tahun 2003 mundur 
            kebelakang diputihkan/dihapuskan, karena peraturan-peraturan yang berlaku selama 
            ini tidak jelas, sesuai dengan apa yang telah diuraikan diatas;

        2)  Agar pengenaan PPN atas Jasa Maklon pada perusahaan di Kawasan Berikat yang 
            diberlakukan saat ini berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
            SE-26/PJ.53/2003 dapat ditinjau kembali.

2.  Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan 
    Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah juncto Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 
    28 TAHUN 1988 tentang Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Yang 
    Dilakukan Oleh Pedagang Besar dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Disamping Jasa Yang Dilakukan 
    Oleh Pemborong, antara lain menetapkan kelompok jenis penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan 
    di Daerah Pabean Republik Indonesia dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya oleh 
    Pengusaha Jasa Kena Pajak yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, namun jasa 
    maklon tidak termasuk ke dalam kelompok jenis jasa tersebut.

3.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 
    antara lain mengatur sebagai berikut:

    a.  Pasal 1 huruf e : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau 
        perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak 
        tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena 
        pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan;

    b.  Pasal 1 huruf f : Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang 
        dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini;

    c.  Pasal 4A ayat (3) juncto Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 : Kelompok 
        jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, dan jasa maklon tidak termasuk ke dalam kelompok 
        jenis jasa tersebut.

    d.  Pasal 16 ayat (1) huruf a : Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak 
        terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu ataupun untuk 
        selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk kegiatan di kawasan tertentu atau 
        tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;

3.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur sebagai berikut:

    a.  Pasal 1 angka 5 : Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau 
        perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak 
        tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena 
        pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesan;

    b.  Pasal 1 angka 6 : Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang 
        dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini;

    c.  Pasal 4A ayat (3) juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 : Kelompok 
        jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, dan jasa maklon tidak termasuk ke dalam kelompok 
        jenis jasa tersebut;

    d.  Pasal 4 huruf c : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di 
        dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;

    e.  Pasal 16B Ayat (1) huruf a : Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak 
        terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau 
        selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk kegiatan di kawasan tertentu atau 
        tempat tertentu di dalam Daerah Pabean.

4.  Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1996 tentang Perlakuan Perpajakan Bagi Pengusaha 
    Kena Pajak Berstatus Entreport Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dan Perusahaan Pengolahan 
    di Kawasan Berikat (KB), antara lain mengatur bahwa penyerahan Barang Kena Pajak antar 
    Pengusaha Kena Pajak EPTE, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang 
    terutang tidak dipungut.

5.  Peraturan Pemerintah Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah 
    diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1997, antara lain mengatur sebagai berikut:

    a.  Pasal 1 angka 1 : Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang 
        memenuhi persyaratan tertentu di dalam daerah Pabean yang digunakan untuk menimbun, 
        mengolah, memamerkan, dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan 
        perlakuan khusus di bidang kepabeanan, Cukai dan perpajakan yang dapat berbentuk 
        Kawasan Berikat, Pergudangan Berikat, Entreport untuk Tujuan Pameran, atau Toko Bebas 
        Bea;

    b.  Pasal 2 ayat (1) : Barang atau bahan impor yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat 
        diberikan fasilitas berupa : Penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, tidak dipungut PPN, 
        PPnBM dan PPh Pasal 22;

    c.  Pasal 2 ayat (2) : Penyerahan Barang Kena Pajak dalam negeri ke Tempat Penimbunan 
        Berikat diberikan fasilitas berupa tidak dipungut PPN dan PPnBM;

    d.  Pasal 2 ayat (4) : Barang atau bahan yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada 
        ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) bukan merupakan barang untuk dikonsumsi sendiri di Tempat 
        Penimbunan Berikat yang bersangkutan;

    e.  Pasal 13 Ayat (1) : PDKB dapat mengsubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahannya 
        kepada perusahaan industri yang berada di dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya atau 
        PDKB lainnya kecuali pekerjaan pengetesan, sortasi, atau pengepakan;

    f.  Pasal 13 Ayat (5) : Ketentuan mengenai tata cara pekerjaan subkontrak bagi para PDKB 
        diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.

6.  Keputusan Presiden Nomor 96 TAHUN 1993 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak ke, dari dan antar Kawasan 
    Berikat dan Entreport Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE), mengatur antara lain:

    a.  Pasal 1 : Atas Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dari Daerah 
        Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) kepada Pengusaha Kena Pajak di Kawasan Berikat atau 
        Entreport Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE) untuk diolah, Pajak Pertambahan Nilai dan 
        Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut;

    b.  Pasal 2 ayat (1) : Atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dari 
        Kawasan Berikat atau Entreport Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE) kepada subkontraktor 
        di Daerah Pabean Indonesia Lainnya untuk diolah lebih lanjut, Pajak Pertambahan Nilai dan 
        Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut;

    c.  Pasal 2 Ayat (2) : Atas penyerahan kembali hasil pekerjaan oleh PKP subkontraktor dari 
        Daerah Pabean Indonesia Lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Pengusaha 
        Kena Pajak di kawasan Berikat atau Entreport Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE), Pajak 
        Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut.

7.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah 
    beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 37/KMK.04/2002 antara 
    lain mengatur sebagai berikut:

    a.  Pasal 14 huruf d : Atas pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya 
        ke Pengusaha Di Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut Pajak Pertambahan 
        Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;

    b.  Pasal 14 huruf f : Atas pengeluaran barang dan/atau bahan dari Pengusaha Di Kawasan 
        Berikat ke perusahaan di Daerah Pabean Indonesia Lainnya atau Pengusaha Di Kawasan 
        Berikat lainnya dalam subkontrak, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan PPnBM;

    c.  Pasal 14 huruf g : Atas penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak 
        oleh Pengusaha Kena Pajak di Daerah Pabean Indonesia Lainnya kepada PKP Pengusaha Di 
        Kawasan Berikat (PDKB) asal, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan 
        Atas Barang Mewah.

8.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 162/KMK.04/2003 tentang Pekerjaan Subkontrak dari Daerah 
    Pabean Indonesia Lainnya ke Kawasan Berikat, mengatur antara lain:

    a.  Pasal 1 ayat (6) : atas pemasukan kembali barang dan bahan hasil pekerjaan subkontrak 
        di Kawasan Berikat ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya harus dilampirkan Faktur Pajak;

    b.  Pasal 2 : Atas pekerjaan subkontrak yang dilakukan oleh PDKB di Kawasan Berikat tetap 
        dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa sesuai ketentuan yang berlaku.

9.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak 
    Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    571/KMK.03/2003 antara lain mengatur sebagai berikut:

    a.  Pasal 1 : Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan 
        penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto 
        dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);

    b.  Pasal 2 : Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh 
        Pengusaha Kecil tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

10. Berdasarkan ketentuan dalam angka 2 s.d angka 9 serta memperhatikan isi surat Saudara dalam 
    angka 1 bersama ini kami tegaskan bahwa:

    a.  Fasilitas yang diberikan untuk Kawasan Berikat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah dan 
        Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana diuraikan diatas, adalah untuk penyerahan Barang 
        Kena Pajak sehingga atas penyerahan jasa mengacu kepada ketentuan umum perpajakan.

    b.  Sesuai ketentuan Undang-undang Perpajakan atas penyerahan Jasa Maklon terutang Pajak 
        Pertambahan Nilai, kecuali diserahkan oleh Pengusaha Kecil yang batasannya sebagaimana 
        disebutkan dalam angka 9 di atas.

    c.  Memperhatikan hal-hal tersebut di atas dengan menyesal permohonan Saudara untuk tidak 
        dikenakan PPN atas Jasa Maklon baik sebelum tahun 2003 maupun setelah tahun 2003, tidak 
        dapat dipenuhi.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR,

ttd

HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/557pj.3232004.txt · Last modified: 2023/02/05 20:28 by 127.0.0.1