peraturan:sdp:504pj.512002
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 31 Mei 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 504/PJ.51/2002 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS BATUBARA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara kepada Menteri Keuangan Nomor XXX tanggal 20 Juli 2001 dan Nomor XXX tanggal 7 September 2001 hal Permohonan Pemberlakuan Kembali Batubara sebagai Barang Kena Pajak yang tembusannya disampaikan kepada kami, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa ABC memohon agar Batubara diberlakukan kembali sebagai Barang Kena Pajak dengan alasan : a. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 menetapkan bahwa batubara sebelum diproses menjadi briket bukan merupakan Barang Kena Pajak. Padahal sebagian besar produk yang dihasilkan oleh perusahaan pertambangan batubara adalah batubara yang belum diproses menjadi briket. Di lain pihak, produksi dan konsumsi briket relatif sangat kecil. b. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 karena batubara tidak pernah diklasifikasikan sebagai barang pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya. c. Surat penegasan Direktur PPN dan PTLL Nomor S-296/PJ.51/2001 tanggal 14 Maret 2001 tidak sejalan dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 dan perubahannya Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000. d. Perusahaan pertambangan batubara tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak. Akibatnya akan mengakibatkan kenaikan Harga Pokok Produksi dan akhirnya akan mengurangi daya saing pasaran batubara di Luar Negeri. e. Kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi I (menghasilkan 70% dari total produksi batubara nasional) dapat memperhitungkan PPN atas pembelian barang dan jasa dari Royalti/bagian hasil pemerintah (13,5%). Hal ini akan mengakibatkan perbedaan Harga Pokok produksi dengan perusahaan pertambangan batubara lainnya yang tidak termasuk kontraktor PKP2B Generasi I. f. Bila Peraturan Pemerintah tidak ditinjau kembali, akan terjadi pengenaan Pajak Berganda (double taxation) karena perusahaan pertambangan batubara harus membayar PPN atas perolehan Barang dan Jasa Kena Pajak, sementara penjualan ke konsumen (misalnya PLN) tidak dikenakan PPN, sementara PLN menjual listrik kepada Konsumen mengenakan PPN. g. Mengingat bahwa kayu bulat (log) dan batubara adalah sama-sama barang yang diambil langsung dari sumbernya, maka surat Menteri Keuangan kepada XYZ Nomor S-256/MK.03/2001 tanggal 30 April 2001 menegaskan bahwa kayu bulat adalah Barang Kena Pajak terlihat janggal. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 menetapkan antara lain : a. Pasal 1 1) Angka 2 : Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. 2) Angka 3 : Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Memori penjelasan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 menjelaskan bahwa pada dasarnya semua barang dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. b. Pasal 4A 1) Ayat (1) : Jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2) Ayat (2) : Penetapan jenis barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-kelompok sebagai berikut : a) barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya; b) barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak; c) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya; d) uang, emas batangan, dan surat-surat berharga. Dalam memori penjelasan Pasal 4A dijelaskan antara lain bahwa yang dimaksud dengan barang hasil pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, biji timah, bijih emas. 3. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai menetapkan jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah : a. Minyak mentah (crude oil); b. Gas bumi; c. Panas bumi; d. Pasir dan kerikil; e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan bijih perak serta bijih bauksit. 4. Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-1427/MK.01/1992 tanggal 25 Nopember 1992 tentang Ketentuan perpajakan dalam perjanjian kerjasama pengusahaan Pertambangan Batubara, bahwa Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara yang telah mendapat persetujuan DPR dan Presiden berlaku sama dan dipersamakan dengan Undang-undang. Oleh karena itu ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian di bidang pertambangan batubara diberlakukan secara khusus (lex specialis). 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan bahwa : a. Pada dasarnya semua barang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, kecuali yang ditentukan lain oleh Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. b. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai menetapkan bahwa Batubara sebelum diproses menjadi briket barang hasil pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. c. Mengingat bahwa sebagian besar perusahaan pertambangan batubara adalah Kontraktor yang terikat Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), maka : 1) Menteri Keuangan dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak tetap konsisten menghormati bahwa PKP2B adalah Lex Specialis, oleh karena itu ketentuan perpajakan yang tercantum dalam PKP2B berlaku khusus, sedangkan ketentuan dalam Undang-undang PPN dan peraturan pelaksanaannya termasuk PP Nomor 144 TAHUN 2000 berlaku umum bagi Kontraktor PKP2B. 2) Terhadap perjanjian PKP2B yang dibuat sebelum berlakunya Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan belum pernah diperbaharui, maka kewajiban perpajakan yang harus dilakukan adalah yang tercantum dalam PKP2B tersebut. 3) Terhadap PKP2B yang dibuat setelah berlakunya Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai diberikan pengaturan sebagai berikut : a) Apabila dalam PKP2B tersebut dinyatakan secara tegas bahwa atas penyerahan produk batubara tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, maka atas penyerahan batubara sesuai PKP2B tersebut dikategorikan sebagai penyerahan Barang Kena Pajak sampai dengan tanggal berakhirnya PKP2B tersebut. b) Apabila dalam PKP2B tersebut tidak dinyatakan secara tegas bahwa atas penyerahan produk batubara tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, maka atas penyerahan batubara sebelum diproses menjadi briket batubara PKP2B tersebut dikategorikan sebagai penyerahan barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (sesuai dengan ketentuan yang berlaku). d. Bagi Kontraktor Non PKP2B, perlakuan PPN adalah sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu batubara sebelum diproses menjadi briket adalah barang yang tidak dikenakan PPN (bukan Barang Kena Pajak). Demikian agar Saudara maklum. DIREKTUR JENDERAL, ttd HADI POERNOMO
peraturan/sdp/504pj.512002.txt · Last modified: 2023/02/05 21:06 by 127.0.0.1