peraturan:sdp:492pj.512002
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 Mei 2002 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 492/PJ.51/2002 TENTANG PPN KAYU BULAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 8 Pebruari 2002 hal PPN Kayu Bulat Diperhitungkan Pada Saat Restitusi, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut secara garis besar Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Bahwa atas dukungan Komisi III DPR RI, Asosiasi Panel Kayu Indonesia masih terus meminta kepada Pemerintah supaya membebaskan kayu bulat dari pengenaan PPN. b. Bahwa kayu bulat yang masuk ke industri kayu lapis, dikirim langsung dari tempat penebangan/HPH (di hutan) tidak melalui pedagang perantara, dan kemudian setelah diolah langsung diekspor, sehingga PPN-nya dapat direstitusi. c. Sambil menunggu keputusan Pemerintah mengenai dibebaskannya Kayu Bulat dari PPN, Saudara memohon untuk diberikan ijin kepada perusahaan industri kayu lapis (WAPU) atau HPH yang memasok kayu bulatnya (WABA) untuk melaksanakan perhitungan PPN-nya pada saat restitusi sekaligus diperhitungkan sebagai pajak masukan dan keluaran atas PPN Kayu Bulat. 2. Sesuai Pasal 4 huruf a Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, diatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. 3. Sesuai Pasal 17B Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-160/PJ./2001 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Dan Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah diatur antara lain bahwa : a. Kegiatan tertentu adalah ekspor dan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. b. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu, harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat : - 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan, kecuali permohonan yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak; - 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya permohonan sepanjang penyelesaian atas permohonannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak. 4. Sesuai Pasal 17C Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-05/PJ.33/2001 hal Jangka Waktu Penyelesaian Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, diatur antara lain : a. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai. b. Namun demikian Kepala KPP setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian pembayaran pajak, harus menerbitkan SKPPKP paling lambat 7 (tujuh) hari sejak saat diterimanya permohonan untuk Pajak Pertambahan Nilai. 5. Sesuai Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak menetapkan bahwa Wajib Pajak Kriteria Tertentu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk semua jenis pajak dalam 2 (dua) tahun terakhir; b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; c. tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir; dan d. dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. 6. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dengan ini kami sampaikan bahwa : a. Permohonan Saudara agar diberikan ijin kepada perusahaan industri kayu lapis (WAPU) atau HPH yang memasok kayu bulatnya (WABA) untuk melaksanakan perhitungan PPN-nya pada saat restitusi sekaligus diperhitungkan sebagai pajak masukan dan keluaran atas PPN Kayu Bulat dengan menyesal tidak dapat kami penuhi karena tidak ada ketentuan perpajakan yang mengatur hal tersebut. b. Perusahaan industri kayu lapis (WAPU) yang melakukan ekspor kayu lapis dapat dikategorikan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu sehingga atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diterbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 2 (dua) bulan sejak saat diterimanya permohonan, kecuali permohonan yang penyelesaiannya dilakukan melalui pemeriksaan untuk semua jenis pajak. c. Apabila perusahaan industri kayu lapis (WAPU) atau HPH yang memasok kayu bulatnya (WABA) tersebut ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, maka perusahaan tersebut dapat diberikan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) paling lambat 7 (tujuh) hari sejak saat diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 7. Bersama ini terlampir surat-surat tanggapan yang pernah disampaikan kepada Saudara sehubungan dengan permasalahan PPN atas kayu bulat yaitu Surat Menteri Keuangan Nomor S-256/MK.03/2001 tanggal 30 April 2001 hal Pajak Pertambahan Nilai Atas Kayu Bulat dan Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1059/PJ.51/2001 tanggal 27 Agustus 2001 hal PPN Kayu Bulat. Demikian kami sampaikan. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA, ttd I MADE GDE ERATA
peraturan/sdp/492pj.512002.txt · Last modified: 2023/02/05 06:11 by 127.0.0.1