User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:48pj.322000
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                 2 Pebruari 2000    

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR S - 48/PJ.32/2000

                            TENTANG

                        FAKTUR PAJAK SEDERHANA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX  tanggal 13 Januari 2000 perihal sebagaimana tersebut pada 
pokok surat, dengan ini ditegaskan sebagai berikut :

1.  Dalam surat Saudara dinyatakan bahwa :
    Perusahaan Saudara membuka Faktur Pajak Standar tetapi untuk Pembeli yang tidak mempunyai 
    NPWP Saudara tidak mencantumkan NPWP pada kolom yang telah disediakan.

    Pertanyaan Saudara adalah :
    a.  Apakah Faktur Pajak yang tidak diisi NPWP Pembeli bisa digolongkan sebagai Faktur Pajak 
        Sederhana ?

    b.  Bila digolongkan sebagai FP Sederhana, apakah harus dibuka pada saat transaksi (bukan 
        pada akhir bulan berikutnya) ?

    c.  Bila FP Sederhana harus dibuka pada saat transaksi, dan perusahaan sudah terlanjur 
        membukanya mundur satu bulan, bagaimana resiko dendanya ? Bila dikenakan denda bunga 
        apakah dihitung sampai dengan tanggal dilakukan pemeriksaan atau hanya satu bulan saja 
        mengingat bulan berikutnya FP Sederhana tersebut telah dilaporkan jauh hari sebelum 
        diperiksa ?

    d.  Perusahaan melaporkan seluruh Faktur Pajak-nya tepat waktu dalam SPM PPN, tetapi 
        mengingat sebagian FP digolongkan sebagai FP Sederhana, sehingga bila tanggal FP 
        Sederhana dihitung sesuai tanggal transaksi (bukan mundur 1 bulan) berarti ada beberapa 
        bulan yang Kurang Bayar (contoh setelah dihitung ulang, bulan Feb, Mar, menjadi Kurang 
        Bayar, April sudah Lebih Bayar karena banyak PM). Untuk kasus ini apakah bulan Feb dan 
        Mar bisa digolongkan sebagai "Tidak seharusnya dikompensasikan" sehingga dikenakan 
        denda kenaikan 100% ?

    e.  Bagaimana pengertian "Tidak seharusnya dikompensasikan" menurut UU PPN ? Apakah 
        dikenakan terhadap WP yang sudah memungut PPN tetapi sama sekali belum disetorkan, atau 
        bisa juga dikenakan kepada WP yang hanya terlambat membuka FP tetapi semuanya sudah 
        dilaporkan ?

    f.  Terhadap pajak yang seharusnya disetorkan pada Desember 1998, tetapi baru disetorkan di 
        Januari 1999, dan mengingat cut-off pemeriksaan pajak adalah per tahun. Apakah untuk 
        tahun 1998 petugas pemeriksa bisa menerbitkan SKP untuk pokok pajak yang sudah 
        disetorkan di Januari 1999 ?

2.  Ketentuan Perpajakan yang berkaitan dengan permasalahan di atas adalah sebagai berikut :
    2.1 Pasal 1 huruf t Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM 
        sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 disebutkan bahwa 
        Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena 
        penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau oleh Direktorat 
        Jenderal Bea dan Cukai karena impor Barang Kena Pajak

    2.2 Sesuai Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan Jasa 
        dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 telah 
        ditetapkan bahwa dalam Faktur Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang 
        penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang meliputi :
        a.  Nama, alamat, NPWP, serta nomor dan tanggal pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 
            yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
        b.  Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau 
            penerima Jasa Kena Pajak;
        c.  Macam, jenis kuantum, harga satuan, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan 
            potongan harga;
        d.  Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
        e.  Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
        f.  Tanggal penyerahan atau tanggal pembayaran;
        g.  Nomor dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;
        h.  Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

    2.3 Berdasarkan Pasal 13 ayat (7) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang PPN Barang dan 
        Jasa dan PPnBM sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 
        disebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak Sederhana yang 
        persyaratannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

    2.4 Berdasarkan Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak 
        Nomor : KEP-05/PJ./1995 Tentang Faktur Pajak Sederhana disebutkan :
        a)  Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa 
            Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, dan kegiatan 
            penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena 
            Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara 
            lengkap, dapat membuat Faktur Pajak Sederhana.

        b)  Faktur Pajak Sederhana sekurang-kurangnya harus memuat :
            1.  Nama, alamat usaha, Nomor Pokok Wajib Pajak serta nomor dan tanggal 
                Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak 
                atau Jasa Kena Pajak;
            2.  Macam, jenis dan kuantum;
            3.  Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk pajak atau 
                besarnya pajak dicantumkan secara terpisah;
            4.  Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.

        c)  Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur Pajak 
            Sederhana.

        d)  Faktur Pajak Sederhana harus dibuat pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau 
            Jasa Kena Pajak atau pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum 
            penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

    2.5 Dalam Pasal 8 ayat (2), Pasal 13 ayat (1) huruf a dan huruf c, ayat (2) dan ayat (3)c, Pasal 
        14 ayat (1) e dan ayat (4) serta Pasal 19 ayat (1), Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 
        Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan 
        Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 disebutkan :

        a)  Pasal 8 ayat (2)
            Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan yang 
            mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, maka kepadanya dikenakan sanksi 
            administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas jumlah pajak yang 
            kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir 
            sampai dengan tanggal pembayaran karena pembetulan Surat Pemberitahuan itu.

        b)  Pasal 13 ayat (1) huruf a dan huruf c
            Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 
            dalam hal apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang 
            terutang tidak atau kurang dibayar dan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan 
            atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak 
            atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%.

        c)  Pasal 13 ayat (2)
            Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud pada 
            Pasal 13 ayat (1) huruf a ditambah sanksi bunga sebesar 2% dihitung dari jumlah 
            pajak yang tidak atau kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung satu bulan.

        d)  Pasal 13 ayat (3) huruf c
            Jumlah pajak dalam SKPKB pada Pasal 13 ayat 1 huruf c tersebut ditambah dengan 
            sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari Pajak Pertambahan Nilai dan 
            Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak atau kurang dibayar.

        e)  Pasal 14 ayat (1) huruf e dan ayat (4)
            Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila Pengusaha 
            yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak 
            atau Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak 
            membuat atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak akan dikenakan sanksi 
            administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

        f)  Pasal 19 ayat (1)
            Apabila atas pajak yang terutang, pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar 
            atau kurang dibayar maka atas jumlah pajak yang tidak dibayar atau kurang dibayar 
            itu, dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk seluruh masa, yang 
            dihitung dari jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran dan bagian bulan dihitung 
            penuh satu bulan.

3.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 di atas serta memperhatikan isi surat Saudara dengan ini 
    ditegaskan :
    3.1 Faktur Pajak Standar yang diisi tidak sesuai ketentuan (NPWP Pembeli tidak ditulis, karena 
        pembeli tidak memiliki NPWP) tidak dapat digolongkan sebagai Faktur Pajak Sederhana tapi 
        merupakan Faktur Pajak Standar yang cacat, dan berdasarkan butir 2.5.e atas Faktur Pajak 
        yang cacat Pengusaha Kena Pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 
        2% dari Dasar Pengenaan Pajak.

    3.2 Dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak tidak diketahui 
        identitasnya, maka Pengusaha Kena Pajak dapat membuat dan menerbitkan Faktur Pajak 
        Sederhana yaitu pada saat penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak atau pada 
        saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau 
        Jasa Kena Pajak sesuai ketentuan pada butir 2.4.

    3.3 Apabila Faktur Pajak terlambat dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang seharusnya, 
        dan sepanjang belum dilakukan pemeriksaan maka Saudara dapat membuat Faktur Pajak 
        Pengganti dan membetulkan SPT Masa PPN. Namun bila Wajib Pajak belum melakukan 
        pembetulan SPT Masa PPN dan saat dilakukan pemeriksaan ditemukan adanya Faktur Pajak 
        yang terlambat dilaporkan maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 
        2% dan atau sanksi administrasi berupa kenaikan 100% sesuai ketentuan pada butir 2.5.c 
        dan d.

    3.4 Sepanjang belum dilakukan pemeriksaan pajak apabila Wajib Pajak telah membetulkan SPT 
        Masa PPN-nya dan mengakibatkan pajak yang terutang menjadi kurang bayar dan atas 
        kurang bayar tersebut telah disetorkan oleh Wajib Pajak maka sanksi administrasi dikeluarkan 
        berupa bunga atas keterlambatan bayar sesuai butir 2.5.a. Namun apabila hal ini ditemukan 
        dari hasil pemeriksaan maka atas Lebih Bayar yang tidak seharusnya dikompensasikan 
        (SPT Masa Februari dan Maret) akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% 
        sesuai butir 2.5.d.

    3.5 Pengertian "Tidak seharusnya dikompensasikan" adalah apabila berdasarkan pemeriksaan 
        ditemukan adanya selisih lebih pajak antara Pajak Keluaran dan Pajak Masukan yang 
        seharusnya tidak dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya namun telah dikompensasikan 
        oleh Wajib Pajak.

    3.6 Terhadap Pajak terutang yang seharusnya disetorkan pada Desember 1998 dan baru Saudara 
        setorkan pada Januari 1999 maka atas keterlambatan setor tersebut akan diterbitkan Surat 
        Tagihan Pajak sesuai butir 2.5 huruf f.

Demikian penegasan kami.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/48pj.322000.txt · Last modified: 2023/02/05 20:10 by 127.0.0.1