peraturan:sdp:479pj.3322003
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Juli 2003 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 479/PJ.332/2003 TENTANG PERMOHONAN KEJELASAN PELAPORAN PPh PS. 22 IMPOR DAN PPN IMPOR DENGAN SATU NPWP DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX perihal dimaksud pada pokok di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa pada tanggal 15 April 2002 masa ijin pemusatan tempat PPN terutang PT. ABC di KPP PMA IV berakhir dan pada tanggal 02 Agustus 2002 dikukuhkan sebagai PKP di KPP Cikarang dengan Nomor Pengukuhan No. XXX sehingga berakibat PT. ABC mempunyai dua NPWP/tempat kewajiban perpajakan, dan sampai saat ini PT. ABC masih menggunakan NPWP kantor pusat dalam dokumen PIB/PEB. Berkaitan dengan hal tersebut di atas timbul beberapa masalah sebagai berikut: a. program EDI yang diterapkan di Ditjen Bea dan Cukai yang hanya dapat menampilkan satu NPWP saja dan adanya dua kepentingan untuk kelengkapan data PIB/PEB tersebut. b. Untuk pelaporan PPh Pasal 22 Impor yang merupakan kredit pajak PPh Badan yang dalam hal ini harus dilaporkan ke KPP PMA IV dan pelaporan PPN impor yang merupakan Pajak Masukan yang harus dilaporkan di KPP Cikarang (KPP Lokasi). c. Saudara memohon kejelasan atas permasalahan tersebut di atas. 2. Pasal 12 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 mengatur bahwa atas permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang. Dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa apabila Pengusaha Kena Pajak terutang pajak pada lebih satu tempat kegiatan usaha, maka Pengusaha Kena Pajak tersebut dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih satu tempat atau lebih sebagai tempat pajak terutang. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 143 TAHUN 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 TAHUN 2002 antara lain mengatur: a. Pasal 12 ayat (1), bahwa Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Dalam memori penjelasannya diuraikan bahwa dalam hal pengusaha melakukan impor Barang Kena Pajak dan tempat melakukan impor berbeda dengan tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan, maka tempat pengkreditan Pajak Masukan atas impor Barang Kena Pajak adalah di tempat pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang melakukan impor Barang Kena Pajak tersebut tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di tempat Barang Kena Pajak tersebut diimpor. b. Dalam Pasal 12 ayat (2) diatur bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menentukan tempat selain tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, baik atas pemohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak ataupun secara jabatan. 4. Romawi I angka 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.5/2001 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan Tempat Lain Sebagai Tempat Pengkreditan Pajak Masukan Dan Tempat Lain Sebagai Tempat Pajak Terutang Atas Ekspor, menegaskan bahwa permohonan tempat lain sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak selain tempat di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan dapat dikabulkan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Lokasi usaha Wajib Pajak atau tempat Wajib Pajak dikukuhkan (Kantor Pusat/Kantor Cabang/ Perwakilan) tidak melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. b. Lokasi usaha tersebut hanya berfungsi sebagai kantor penghubung untuk keperluan administrasi (liason office). Dengan demikian penggunaan alamat dan atau NPWP lokasi usaha pada Faktur Pajak Masukan hanya untuk pemenuhan persyaratan administrasi saja. c. Faktur Pajak Masukan tersebut tidak/tidak akan dikreditkan di Kantor Pelayanan Pajak lokasi. d. Faktur Pajak Masuk tersebut memenuhi syarat sebagai Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dengan ini ditegaskan bahwa apabila PT. ABC tidak mendapatkan perpanjangan ijin pemusatan tempat PPN terutang, maka PT. ABC dapat mengajukan permohonan tempat lain sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan atas impor Barang Kena Pajak kepada Kepala Kantor Wilayah DJP yang wilayahnya meliputi KPP tempat Pajak Masukan atas impor Barang Kena Pajak tersebut dimohonkan untuk dikreditkan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd IGN MAYUN WINANGUN DIREKTUR JENDERAL
peraturan/sdp/479pj.3322003.txt · Last modified: 2023/02/05 20:33 by 127.0.0.1