peraturan:sdp:479pj.3132001
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 10 September 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 479/PJ.313/2001 TENTANG PENGERTIAN JASA KONSTRUKSI YANG DIPOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 BERSIFAT FINAL DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 4 Juli 2001 perihal tersebut diatas dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara menyampaikan bahwa mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dikenakan 2% dari jumlah bruto yang diterima Wajib Pajak Penyedia Jasa Pelaksanaan Konstruksi. Sehubungan dengan hal tersebut Saudara menyampaikan contoh sebagai berikut: a. PT A menggunakan jasa konstruksi dari PT B dengan perjanjian berupa kontrak kerja untuk pelaksanaan konstruksi. b. Dalam pelaksanaan konstruksi PT B tidak bekerja sendiri, namun sebagian komponen konstruksi dikerjakan oleh PT C dan PT D dengan diikat dengan suatu perjanjian berupa kontrak kerja yang mengacu pada kontrak kerja antara PT A dengan PT B. c. Kontrak PT A dan PT B terdiri dari 3 komponen yaitu komponen A dikerjakan oleh PT C dan komponen B dikerjakan oleh PT D sedangkan komponen C dikerjakan sendiri oleh PT B. Sehubungan dengan hal tersebut Saudara meminta penjelasan atas pelaksanaan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan. 2. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. 3. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 TAHUN 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi antara lain diatur: a. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan umum Undang-undang Pajak Penghasilan. b. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga yang berwenang serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya PPh yang terhutang dan harus dipotong untuk pelaksanaan konstruksi adalah 2% (dua persen). c. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas: 1) Dikenakan pemotongan pajak berdasarkan Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan oleh pengguna jasa dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn; 2) Dikenakan pajak berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain yang dimaksud pada butir butir c 1) di atas. d. Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam butir b diatas: 1) Dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final oleh pengguna jasa, dalam hal pengguna jasa adalah badan Pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau orang pribadi sebagai Wajb Pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 pada saat pembayaran uang muka dan termijn; 2) Dikenakan pajak yang bersifat final dengan cara menyetor sendiri Pajak Penghasilan yang terutang pada saat menerima pembayaran uang muka dan termijn, dalam hal pemberi penghasilan adalah pengguna jasa lainnya selain dimaksud dalam butir d 1) di atas. 4. Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 305/PJ./2001 tanggal 18 April 2001 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa: a. Besarnya perkiraan penghasilan neto sehubungan dengan imbalan jasa pelaksanaan konstruksi adalah 13 1/3% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. b. Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto khusus untuk jasa konstruksi adalah jumlah imbalan yang dibayarkan seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan material/barangnya. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dengan ini ditegaskan bahwa: a. Atas imbalan jasa yang dibayarkan PT A sebagai pengguna jasa kepada PT B atas pelaksanaan konstruksi, kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut: 1) Dalam hal PT B sebagai pelaksana konstruksi memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan nilai pengadaan proyek sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka atas imbalan jasa yang diterima PT B wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh PT A sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto pada saat pembayaran uang muka dan termijn, dan bersifat final. 2) Dalam hal PT B tidak memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil, maka atas imbalan jasa pelaksanaan konstruksi yang diterima PT B dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT A sebesar 15% x 13 1/3% atau 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Pajak Penghasilan ini merupakan pembayaran pajak pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam SPT Tahunan PPh Badan PT B untuk tahun pajak yang bersangkutan. 3) Dalam hal PT B memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang akan tetapi nilai pengadaan proyek lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka atas imbalan jasa pelaksanaan konstruksi yang diterima atau diperoleh PT B dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT A sebesar 15% x 13 1/3% atau 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. b. Atas imbalan jasa yang dibayarkan oleh PT B atas pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh PT C dan PT D, kewajiban pemotongan Pajak Penghasilannya adalah sebagai berikut: 1) Dalam hal PT C dan D sebagai pelaksana konstruksi memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dan nilai pengadaan proyek sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka atas imbalan jasa yang diterima wajib dipotong PPh oleh PT B sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto pada saat pembayaran uang muka dan termijn, dan bersifat final. 2) Dalam hal PT C dan PT D tidak memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil, maka atas imbalan jasa pelaksanaan konstruksi yang diterima dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT B sebesar 15% x 13 1/3% atau 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Pajak Penghasilan ini merupakan pembayaran pajak pendahuluan yang dapat diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak yang bersangkutan untuk tahun pajak yang bersangkutan. 3) Dalam hal PT C dan PT D memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang akan tetapi nilai pengadaan proyek lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), maka atas imbalan jasa pelaksanaan konstruksi yang diterima atau diperoleh PT C dan PT D dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT B sebesar 15% x 13 1/3% atau 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL, DIREKTUR ttd IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/479pj.3132001.txt · Last modified: 2023/02/05 19:54 by 127.0.0.1