User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:478pj.3132001
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                  10 September 2001

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 478/PJ.313/2001

                            TENTANG

           PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS JASA PENGEPAKAN DAN PENGIRIMAN BARANG

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan surat Saudara tanpa nomor dan tanggal, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut antara lain dijelaskan:
    a.  PT. ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengepakan dan pengiriman 
        barang dari karyawan asing di Indonesia yang akan kembali ke negaranya atau sebaliknya 
        yang akan bekerja di Indonesia, dimana sebagian besar (95%) pengiriman ditujukan ke 
        Jepang.

    b.  Kegiatan pengepakan dan pengiriman barang sampai ke pelabuhan (masuk kapal) selama 
        masih berada di Indonesia dilaksanakan langsung oleh PT. ABC, sedangkan kegiatan serupa 
        di luar negeri dilaksanakan oleh perusahaan di luar negeri yang ditunjuk oleh PT. ABC. 

        Proses penunjukan perusahaan di luar negeri tersebut dilaksanakan berdasarkan penawaran 
        harga yang layak dan reputasi yang dapat dipercaya. Adapun kegiatan pengangkutan dari 
        dalam/luar negeri dilaksanakan oleh perusahaan pengangkutan (melalui laut maupun udara).
    c.  Sebagai koordinator pekerjaan sampai barang-barang tiba di tempat tujuan, PT. ABC 
        melaksanakan proses penagihan kepada pelanggan secara terpisah dimana penggantian atas 
        biaya pengangkutan dan pengiriman barang di luar negeri ditagih ke pelanggan 
        (reimbursement), sedangkan atas pekerjaannya PT. ABC memperoleh imbalan (fee).

    d.  Atas hal-hal tersebut di atas, Saudara meminta penjelasan mengenai perlakuan perpajakan 
        yang harus dilaksanakan oleh PT. ABC.

2.  Pajak Penghasilan
    a.  Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c butir 2 Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang 
        Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 
        Tahun 2000 (Undang-undang Pajak Penghasilan) antara lain diatur bahwa atas penghasilan 
        berupa imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa 
        konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana 
        dimaksud dalam Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek 
        Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan 
        perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, 
        dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari 
        perkiraan penghasilan neto.

    b.  Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-305/PJ./2001 tanggal 18 April 2001 
        tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
        23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 antara 
        lain diatur bahwa salah satu jenis jasa yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 adalah 
        jasa perantara dimana besarnya perkiraan penghasilan neto atas jasa tersebut adalah 40% 
        dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

    c.  Dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Jepang antara lain diatur 
        hal-hal sebagai berikut:
        1)  Pasal 7 ayat (1), Laba suatu perusahaan dari Negara pihak pada Persetujuan hanya 
            akan dikenakan pajak di Negara tersebut kecuali jika perusahaan tersebut 
            menjalankan usaha di Negara pihak lainnya pada Persetujuan melalui suatu bentuk 
            usaha tetap. Apabila perusahaan tersebut menjalankan usahanya sebagaimana 
            dimaksud di atas, maka laba perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak di negara 
            lainnya tetapi hanya atas bagian laba yang berasal dari bentuk usaha tetap tersebut.
        2)  Pasal 8 ayat (1), Laba yang diperoleh dari pengoperasian kapal laut atau pesawat 
            udara dalam jalur lalu lintas internasional oleh suatu perusahaan dari suatu Negara 
            pihak pada Persetujuan hanya dikenakan pajak di Negara tersebut.

    d.  Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.313/1995 tanggal 10 Juli 
        1995 tentang PPh Pasal 23 atas Persewaan Alat Angkutan Darat, termasuk sebagai jasa 
        angkutan darat dan tidak merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah 
        jasa angkutan kendaraan perusahaan angkutan barang yang mengangkut barang dari 
        tempat pengiriman ke tempat tujuan berdasarkan kontrak/perjanjian angkutan yang 
        berdasarkan banyak atau volume barang, berat barang, jarak ke tempat tujuan, sepanjang 
        kontrak/perjanjian tersebut dibuat semata-mata demi terjaminnya barang yang diangkut 
        tersebut sampai ke tempat tujuan pada waktunya.

    e.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dengan ini ditegaskan:
        1)  Kegiatan usaha PT. ABC pada dasarnya meliputi 2 bidang yaitu jasa pengepakan dan 
            pengiriman barang serta jasa perantara antara pemakai jasa (klien) dengan 
            perusahaan pengangkutan maupun perusahaan pengepakan dan pengiriman barang 
            di luar negeri. Oleh karena itu perlu dilakukan pemisahaan atas penghasilan berupa 
            imbalan (fee) yang diterima PT. ABC dari pelanggan berdasarkan jenis kegiatan 
            tersebut di atas.

        2)  Kegiatan pengepakan dan pengiriman barang yang dilaksanakan oleh PT. ABC bukan 
            merupakan jenis jasa yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 23. Namun demikian 
            penghasilan yang diterima atau diperoleh PT. ABC sehubungan dengan kegiatan 
            tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang dikenakan 
            PPh sesuai tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.

        (3) Kegiatan mengkoordinir serta menunjuk perusahaan di luar negeri sebagai mata 
            rantai pengiriman barang (supervisi) yang dilaksanakan oleh PT. ABC termasuk 
            sebagai pemberian jasa perantara sehingga terutang PPh Pasal 23. Oleh karena itu 
            dalam hal pemberi penghasilan adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam 
            negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan 
            luar negeri lainnya, maka atas imbalan (fee) yang diterima PT. ABC wajib dipotong 
            PPh Pasal 23 oleh pemberi penghasilan sebesar 15% x 40% x dari jumlah bruto 
            imbalan tidak termasuk PPN. Namun demikian, dalam hal pemberi penghasilan 
            adalah selain dari yang disebut di atas, maka imbalan tersebut bukan merupakan 
            objek pemotongan PPh Pasal 23 melainkan harus dilaporkan dalam SPT Tahun Pajak 
            Penghasilan.

        (4) Dalam hal perusahaan pengangkutan, pengiriman dan pengepakan barang di luar 
            negeri merupakan perusahaan Jepang, maka sesuai P3B Indonesia-Jepang, 
            penggantian (reimbursement) yang dibayarkan pemakai jasa di Indonesia bukan 
            merupakan objek PPh Pasal 26.

3.  Pajak Pertambahan Nilai
    a.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang 
        dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, diatur bahwa:
        1)  Pasal 1 angka 5, Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan 
            atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau 
            kemudahan atau hak tersedia dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk 
            menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas 
            petunjuk dari pemesan.

        2)  Pasal 1 angka 19, Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang 
            diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena 
            Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan 
            potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

        3)  Pasal 4 huruf c, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena 
            Pajak di Dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.

        4)  Pasal 4A ayat (3), Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air termasuk jasa 
            yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, sedangkan jasa pengepakan dan 
            pengiriman barang serta jasa supervisi (koordinator) tidak termasuk kelompok jasa 
            yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

    b.  Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang 
        dan Jasa yang tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan penjelasannya, antara lain 
        diatur bahwa jenis jasa angkutan umum di darat dan di air yang dikenakan Pajak 
        Pertambahan Nilai adalah jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau dan di sungai oleh 
        Pemerintah atau swasta sedangkan jasa angkutan udara dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 
        Namun demikian jasa angkutan udara luar negeri tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, 
        karena penyerahan jasa tersebut dilakukan di luar Daerah Pabean. Termasuk dalam 
        pengertian jasa angkutan udara luar negeri adalah jasa angkutan udara dalam negeri yang 
        menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut.

    c.  Berdasarkan Pasal 2 huruf i Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 
        26 Desember 2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, ditegaskan bahwa 
        Dasar Pengenaan Pajak untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari 
        jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih sehingga tarif efektif Pajak 
        Pertambahan Nilai adalah 1% (satu persen).

    d.  Sesuai dengan butir 1.3. huruf c, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
        SE-08/PJ.5/1995 tanggal 17 Maret 1995, Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dapat 
        berupa jasa yang dilakukan secara fisik di dalam Daerah Pabean.

    e.  Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dengan ini ditegaskan sebagai berikut:
        1)  Jasa yang Saudara serahkan merupakan jasa ekspedisi atau forwarding sehingga 
            penghitungan Pajak Pertambahan Nilainya tidak dapat menggunakan Dasar 
            Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain untuk jasa pengiriman paket sebesar 10% 
            (sepuluh persen).

        2)  Dengan demikian atas keseluruhan jasa yang Saudara serahkan kepada pelanggan 
            (customer) dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 10% (sepuluh persen) 
            dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak yaitu seluruh nilai Penggantian atas biaya 
            angkutan umum di darat atau di air atau angkutan udara luar negeri dan 
            penggantian yang dibayarkan kepada Perusahaan Pengepakan dan pengiriman 
            barang luar negeri atas jasa yang secara fisik dilakukan di luar negeri.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR,

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/478pj.3132001.txt · Last modified: 2023/02/05 20:20 by 127.0.0.1