peraturan:sdp:444pj.3132005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 23 Mei 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 444/PJ.313/2005 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN ASPEK PERPAJAKAN TERKAIT DENGAN TRANSAKSI PT CBA DENGAN BANK ABC, SINGAPORE BRANCH DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 23 Februari 2005 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. PT CBA mendapat jasa konsultasi dalam rangka program divestasi saham PT Bank XYZ; b. PT CBA telah mengirimkan surat kepada Kepala KPP BUMN mengenai perlakuan PPh dan mekanisme pembayaran PPN transaksi tersebut; c. Sesuai surat jawaban KPP BUMN disebutkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 568/KMK.04/2000, untuk PPN yang terhutang atas Jasa dari Luar Daerah Pabean telah Saudara setorkan pada tanggal 11 Februari 2005; d. Untuk PPh yang terhutang atas transaksi antara PT CBA dengan Bank ABC, Singapore Branch, KPP BUMN memberikan jawaban sebagai berikut: 1) Pajak yang dikenakan adalah berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Belanda sepanjang WPLN dimaksud dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili yang dikeluarkan pihak berwenang Belanda; 2) Berdasarkan P3B antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Belanda maka dapat diketahui bahwa Bank ABC, Indonesia Branch merupakan BUT dari Bank ABC yang berkantor pusat di Belanda. e. Atas jawaban tersebut, Saudara meminta penegasan perlakuan PPh atas transaksi antara PT CBA dengan Bank ABC, Singapore Branch. Sesuai perjanjian Bank ABC, Indonesia Branch sebagai BUT, tidak terlibat dalam pekerjaan dan pemberian advisory atas penjualan saham Bank XYZ dan seluruh tagihan dibuat dan diatasnamakan Bank ABC, Singapore Branch. 2. Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Belanda, antara lain diatur bahwa : a. Paragraph 3 (a) of Article 5 The term "permanent establishment" likewise encompasses: (b) the furnishing of services, including consultancy services by an enterprise through an employee or other personnel engaged by the enterprise for such purpose, but only where activities of that nature continue (for the same or a connected project) within the country for a period of periods aggregating more than three months within any 12-month period; b. Paragraph 1 of Article 7 the profits of an enterprise of one of the two States shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other State through a permanent establishment situated there in. If the enterprise carries on business as aforesaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other State but only so much of them as is attributable to that permanent establishment or are derived within such other State from sales of goods or merchandise of the same kind as those sold, or from other business transactions of the same kind as those effected, through the permanent establishment. 3. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa : a. Pasal 23 ayat (1) huruf c, antara lain diatur bahwa atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang oleh subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh Pasal 21, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto; b. Pasal 23 ayat (4) huruf a, pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan atas penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank; c. Pasal 26 ayat (1) huruf d, atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan; d. Pasal 26 ayat (4), Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenakan pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan. 4. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa : a. Pasal 1 ayat (2), (2) yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak; c. Pasal 4, jenis jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 17 TAHUN 2000 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini; d. Lampiran II butir 1 huruf b, perkiraan penghasilan neto jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi adalah sebesar 50% dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN. 5. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), antara lain ditegaskan sebagai berikut : a. Wajib Pajak luar negeri wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang membayarkan penghasilan terdaftar. SKD asli tersebut menjadi dasar bagi pihak yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 sesuai ketentuan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri tersebut; b. Surat Keterangan Domisili diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara treaty partner. Namun demikian, Surat Keterangan Domisili yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pajak tempat Wajib Pajak luar negeri yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan Surat Keterangan Domisili yang dibuat Competent Authority. 6. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan sebagai berikut : a. Pembayaran imbalan jasa oleh PT CBA kepada PT BCA termasuk pembayaran imbalan jasa konsultasi yang terutang PPh Pasal 23 sebesar 15% x 50% atau 7,5% dari imbalan bruto tidak termasuk PPN; b. Dalam hal pemberian jasa tersebut dilakukan oleh PT BCA dan Bank ABC, Singapore Branch secara kumulatif selama lebih dari 3 (tiga) bulan dalam periode waktu 12 (dua belas) bulan maka Bank ABC, Netherland telah melakukan pemberian jasa tersebut melalui Bentuk Usaha Tetap-nya di Indonesia sehingga atas imbalan jasa yang dibayarkan oleh PT CBA kepada Bank ABC, Singapore Branch tidak terutang PPh Pasal 23. Namun demikian, imbalan jasa tersebut harus dilaporkan sebagai penghasilan pada SPT Tahunan PPh Badan Bank ABC, Indonesia Branch sebagai Bentuk Usaha Tetap Bank ABC, Netherland di Indonesia; c. Untuk penerapan ketentuan P3B, Bank ABC, Singapore Branch wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) yang diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat Competent Authority di Belanda kepada PT CBA sebagai pihak yang membayarkan penghasilan dan menyerahkan fotokopinya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PT CBA terdaftar; d. Dalam hal Bank ABC, Singapore Branch tidak dapat menyerahkan asli SKD yang masih berlaku, imbalan jasa yang diterimanya dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen). Demikian penegasan kami harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/444pj.3132005.txt · Last modified: 2023/02/05 21:07 by 127.0.0.1