User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:443pj.352006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                       7 Juni 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 443/PJ.35/2006

                             TENTANG

                           PENDAPAT ATAS TEMBUSAN SURAT XXX

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan tembusan surat XXX Ref. No. xxx tanggal xxx perihal Pemberitahuan Putusan Penundaan 
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPPU) Sementara, Undangan Rapat Permusyawaratan Hakim, Rapat Kreditur 
Pendahuluan/ Pertama, Batas Waktu Memasukkan Klaim/ Tagihan Hutang Pajak, Rapat Verifikasi, Rapat 
Pembahasan Rencana Perdamaian, Rapat Voting Atas Rencana Perdamaian PT. ABC, yang ditujukan kepada 
Kepala KPP Palembang Ilir Timur, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Bahwa pada intinya, tembusan surat tersebut berisi pemberitahuan dan undangan kepada Kepala KPP 
    Palembang Ilir Timur dari pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S) 
    dalam lingkup kepailitan atas nama PT. ABC dengan berbagai agenda yaitu : 
    a.  Undangan Rapat Kreditor Pertama
    b.  Undangan Rapat Verifikasi Tagihan Pajak dan Tagihan Para Kreditur
    c.  Undangan Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian
    d.  Undangan Voting atas Rencana Perdamaian

2.  Bahwa berdasarkan UU No. 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 16 TAHUN 2000 menyatakan :

    Pasal 12 ayat (1) :
    Setiap Wajib Pajak membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
    undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.

    Pasal 21 ayat (1) :
    Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak.

    Pasal 21 ayat (3) :
    Hak mendaulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya.

    Pasal 22 ayat (1) :
    Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, 
    daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau 
    berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. 

3.      Bahwa berdasarkan UU No. 19 TAHUN 1997  tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 19 TAHUN 2000  menyatakan :

    Pasal 1 angka 14 :
    Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan 
    jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

    Pasal 7 ayat (1) :
    Surat Paksa berkepala kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", 
    mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan 
    yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

    Pasal 19 ayat (6) :
    Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya. 

4.      Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan 
    Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan :

    Pasal 1 angka 2 :
    Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat 
    ditagih di muka pengadilan.

        Pasal 41 :
        (1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala 
        perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, 
        yang dilakukan sebelum putusna pernyataan pilit diucapkan.
        (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum 
        debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau karena undang-undang.

        Pasal 41 ayat (3) :
    Perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang, misalnya kewajiban pembayaran pajak.

        Pasal 113 :
        (1) Paling lambat 14 (empat belas) hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, Hakim 
        Pengawas harus menetapkan :
                a.  batas akhir pengajuan tagihan;
                b.  batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai 
            dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
                c.  hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditur untuk mengadakan pencocokan 
            piutang.
        (2) Tenggang waktu antara tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b 
        paling singkat 14 (empat belas) hari.

        Pasal 149 :
        (1) Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan 
        lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditur yang mempunyai hak 
        didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana 
        perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi 
        kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana 
        perdamaian tersebut.
        (2) Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditur 
        konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima.

        Pasal 162 :
    Perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua Kreditur yang tidak mempunyai hak untuk 
    didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, baik yang telah mengajukan diri dalam kepailitan 
    maupun tidak.

5.  Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, disampaikan sebagai berikut : 
    a.  Bahwa bentuk utang pajak adalah tagihan yang lahir karena Undang-undang Perpajakan dan 
        bersifat publik. Berdasarkan undang-undang perpajakan tersebut, pejabat pajak diberi 
        wewenang khusus untuk melakukan eksekusi langsung terhadap utang pajak di luar campur 
        tangan kewenangan Pengadilan. Dengan demikian terhadap tagihan pajak harus diterapkan 
        ketentuan Pasal 42 ayat (3) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan 
        Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu menempatkan penyelesaian penagihan utang 
        pajak berada diluar jalur proses pailit, karena mempunyai kedudukan hak istimewa dalam 
        penyelesaiannya.
    b.  Bahwa terhadap utang pajak PT. ABC, tata tertib pelaksanaannya sudah diatur dalam Undang-
        Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Penagihan Pajak 
        Dengan Surat Paksa. Dengan demikian penagihan terhadap utang pajak tetap berjalan 
        sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    c.  Perlu ditegaskan bahwa perdamaian dalam proses kepailitan tidak berpengaruh terhadap 
        Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena walaupun telah terjadi perdamaian, DJP tetap dapat 
        mengeksekusi utang pajak secara penuh seolah-olah tidak terjadi perdamaian, oleh karena itu 
        sesuai Pasal 149 dan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan 
        Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, DJP tidak perlu mengeluarkan suara berkenaan 
        dengan rencana perdamaian, karena keikutsertaan DJP dalam proses perdamaian akan 
        melepaskan kedudukan hak mendahulu dari DJP.
    d.  Bahwa untuk verifikasi pajak, dapat dilakukan dengan cara menulis surat tercatat kepada 
        Hakim Pengawas, Kurator dan Panitera yang memegang dokumen kepailitan dengan 
        tembusan kepada Ketua Pengadilan dan Majelis Hakim yang menangani perkara yang 
        berisikan penjelasan tentang kedudukan Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak 
        serta jumlah utang pajak yang harus diverifikasi oleh Kurator dari PT tersebut.

Demikian untuk menjadi perhatian saudara.




A.n. Direktur Jenderal
Direktur,

ttd.

Gunadi
NIP. 060044247


Tembusan :
1.  Direktur Jenderal 
2.  Kepala Kanwil DJP Sumatra Bagian Selatan dan Kep Bangka Belitung 
peraturan/sdp/443pj.352006.txt · Last modified: 2023/02/05 20:32 by 127.0.0.1