User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:440pj.522005
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      25 Mei 2005

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 440/PJ.52/2005

                            TENTANG

             PENJELASAN ATAS FASILITAS DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 28 Februari 2005, hal sebagaimana tersebut pada 
pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Secara garis besar surat-surat tersebut menjelaskan bahwa :
    a.  Pada bulan Mei 2004 PT ABC melakukan financial lease atas impor pesawat terbang dari 
        perusahaan asing di luar negeri yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak 
        Pertambahan Nilai (PPN). Pesawat tersebut kemudian tidak menguntungkan lagi secara 
        ekonomis sehingga PT ABC bermaksud untuk tidak melanjutkan financial lease.
    b.  Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Saudara menanyakan konsekuensi perpajakan yang 
        harus ditanggung oleh perusahaan.

2.  Ketentuan perpajakan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut :
    a.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan 
        Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
        Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur bahwa :
        a.1.    Pasal 1A ayat (1) huruf b; Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena 
            Pajak adalah pengalihan Barang Kena Pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli 
            dan perjanjian leasing;
        a.2.    Penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf b; Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat 
            terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). 
            Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha 
            (leasing) adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha 
            (leasing) dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas Barang 
            Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran Harga Jual Barang Kena Pajak tersebut 
            dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan atas Barang Kena Pajak telah 
            berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lesse, maka Undang-
            undang ini menentukan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi 
            pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan 
            secara nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat 
            ditandatanganinya perjanjian;
        a.3.    Pasal 4 huruf a dan huruf b; Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan 
            Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, dan 
            impor Barang Kena Pajak.

    b.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 146 TAHUN 2000 tentang Impor dan atau 
        Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak 
        Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik 
        Indonesia Nomor 38 TAHUN 2003, antara lain mengatur bahwa :
        b.1.    Pasal 1 angka 5; Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan 
            Pajak Pertambahan Nilai adalah : Pesawat udara dan suku cadang serta alat 
            keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan 
            atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara 
            Niaga Nasional, dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan 
            pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan 
            Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau 
            reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
        b.2.    Pasal 4A ayat (1); Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud 
            dalam Pasal 1 angka 4, angka 5, dan angka 6 dan Pasal 2 angka 5, angka 6 dan 
            angka 7 yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ternyata 
            digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak 
            lain baik sebagian atau seluruhnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat 
            impor dan atau perolehan, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan wajib 
            dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut 
            dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan.

    c.  Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna 
        Usaha (Leasing) mengatur bahwa, Kegiatan sewa-guna-usaha digolongkan sebagai sewa-guna-
        usaha dengan hak opsi apabila memenuhi semua kriteria berikut :
        a)  jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama 
            ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan 
            barang modal dan keuntungan lessor;
        b)  masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang 
            modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 
            (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan;
        c)  perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lesse.

    d.  Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.42/1994 tentang Perlakuan PPh dan 
        PPN Terhadap Perjanjian Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi Yang Berakhir Menjadi Lebih 
        Singkat Dari masa Sewa Guna Usaha Yang Diisyaratkan Dalam Pasal 3 Keputusan Menteri 
        Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991, antara lain mengatur bahwa :
        d.1.    Angka 2 huruf b; Dalam pelaksanaannya suatu perjanjian SGU dengan hak opsi 
            kadang-kadang terputus, sehingga masa sewa guna usaha menjadi lebih pendek dari 
            masa yang semula disepakati. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain 
            default, yaitu terputusnya transaksi SGU karena lessee tidak dapat memenuhi 
            pembayaran lease payment serta kewajiban lainnya sehingga kontrak finance lease 
            berakhir lebih cepat;
        d.2.    Huruf B butir B.1.2.; Dalam hal terjadi default, maka Pajak Masukan yang telah 
            dikreditkan oleh lessee harus dibayar kembali sebagian oleh lessee.

3.  Berdasarkan ketentuan pada butir 2 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini 
    ditegaskan bahwa mengingat impor pesawat terbang tidak digunakan sesuai dengan tujuan semula 
    sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat impor, maka penghentian pembiayaan financial lease 
    oleh PT ABC atas pesawat terbang menyebabkan PPN yang dibebaskan pada saat impor wajib dibayar.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR,

ttd.

A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/440pj.522005.txt · Last modified: 2023/02/05 18:05 by 127.0.0.1