peraturan:sdp:436pj.532004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 2 Juni 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 436/PJ.53/2004 TENTANG PENJELASAN LAMPIRAN SSP PADA FAKTUR PAJAK DI KAWASAN BERIKAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor S-2072/BC.2/2003 tanggal 10 Desember 2003 hal Permasalahan dalam Pelaksanaan Sub Kontrak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Kawasan Berikat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat dikemukakan bahwa : a. Pasal 1 ayat (6) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 162/KMK.04/2003 tanggal 29 April 2003 tentang Pekerjaan Sub Kontrak Dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Kawasan Berikat dinyatakan bahwa atas pemasukan kembali barang dan bahan hasil pekerjaan sub kontrak di Kawasan Berikat ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya harus dilampirkan Faktur Pajak. b. Butir 7.5 Surat Edaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor SE-23/BC/2003 tanggal 4 Juli 2003 menetapkan bahwa pada pengeluaran barang hasil sub kontrak dari Kawasan Berikat ke produsen Daerah Pabean Indonesia Lainnya menggunakan formulir BC.4.0 yang diberi cap "sub kontrak dari DPIL" dilampiri Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) Pajak Pertambahan Nilai atas jasa. c. Berkaitan dengan hal tersebut, mohon penjelasan apakah saat melampirkan Faktur Pajak wajib pula melampirkan Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa, mengingat adanya Kawasan Berikat yang tidak melampirkan SSP karena tidak melakukan penyetoran PPN atas jasa sub kontrak dengan alasan jumlah pajak masukannya masih lebih besar dibandingkan jumlah pajak keluarannya. 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 23, bahwa Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. b. Pasal 3A ayat (1), bahwa Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang. c. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai antara lain dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. d. Pasal 9 ayat (2), bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. c. Pasal 9 ayat (3), bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. f. Pasal 9 ayat (4), bahwa apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. g. Pasal 13 ayat (1), bahwa Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a atau huruf f dan setiap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 162/KMK.04/2003 tentang Pekerjaan Sub Kontrak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya ke Kawasan Berikat antara lain mengatur : a. Pasal 1 ayat (6), bahwa atas pemasukan kembali barang dan bahan hasil pekerjaan sub kontrak di KB ke DPIL harus dilampirkan faktur pajak. b. Pasal 2, bahwa atas pekerjaan sub kontrak yang dilakukan oleh PDKB di KB tetap dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan 3, serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Atas penyerahan jasa sub kontrak oleh PKP di Kawasan Berikat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. b. PKP di Kawasan Berikat wajib membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan Jasa Sub Kontrak tersebut dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN terutang yang merupakan Pajak Keluaran bagi PKP tersebut. c. Setiap Masa Pajak, PKP dapat mengkreditkan Pajak Masukannya dengan Pajak Keluaran yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam huruf b di atas. Apabila dalam suatu masa pajak: 1). Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh PKP. 2). Pajak Keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. d. Atas penyerahan Barang Kena Pajak hasil pekerjaan Sub Kontrak dari Kawasan Berikat kepada Produsen di DPIL, PKP di Kawasan Berikat wajib membuat Faktur Pajak yang merupakan bukti pungutan atas penyerahan Jasa Sub Kontrak kepada produsen di DPIL tetapi PPN tersebut tidak wajib disetorkan langsung oleh PKP melainkan akan diperhitungkan dengan Pajak Masukannya. Dengan demikian tidak wajib dibuatkan SSP PPN. Demikian untuk dimaklumi. a.n. Direktur Jenderal, Direktur PPN dan PTLL ttd. A. Sjarifuddin Alsah , NIP 060044664 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Peraturan Perpajakan.
peraturan/sdp/436pj.532004.txt · Last modified: 2023/02/05 04:59 by 127.0.0.1