peraturan:sdp:430pj.3132005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Mei 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 430/PJ.313/2005 TENTANG PENJELASAN MENGENAI PENGENAAN PPh 21 ATAS DANA PESANGON DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 2 Mei 2005 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut : a. Dalam rangka memberikan kesempatan kepada karyawan yang ingin berkarya di luar perusahaan, TELKOM telah menyelenggarakan Program Pensiun Dini (PENDI). Salah satu bentuk pesangon yang diberikan kepada peserta PENDI adalah berupa sejumlah uang yang disetorkan sekaligus kepada penyelenggara DPLK. Pada saat terjadi pengalihan dana dari TELKOM kepada penyelenggara DPLK, TELKOM telah melakukan pemotongan PPh 21 yang bersifat final; b. Terdapat permintaan dari beberapa peserta PENDI untuk mencairkan dana pesangon yang dikelola oleh DPLK, namun dalam proses pencairan tersebut dikenakan lagi pemotongan PPh 21 oleh penyelenggara DPLK yang sebenarnya telah dibayar oleh TELKOM pada saat dana pesangon tersebut dialihkan ke DPLK; c. Saudara memohon penjelasan dan penegasan atas permasalahan di atas. 2. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa : a. Pasal 4 ayat (2), atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah; b. Pasal 21 ayat (1) huruf c, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun; c. Pasal 23 ayat (1) huruf a, atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% dari jumlah bruto; d. Pasal 23 ayat (4) huruf a, pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan atas penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank. 2. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 149 TAHUN 2000 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, antara lain diatur bahwa atas uang pesangon, uang tebusan pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dikecualikan dari pemotongan pajak; b. Penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dipotong PPh Pasal 21 sebesar 5% (lima persen); c. Penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dipotong PPh Pasal 21 sebesar 10% (sepuluh persen); d. Penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dipotong PPh Pasal 21 sebesar 15% (lima belas persen); e. Penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dipotong PPh Pasal 21 sebesar 25% (dua puluh lima persen). 3. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 350/PJ./2001 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Uang Pesangon yang Dialihkan Kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 649/PJ./2001, antara lain diatur bahwa : a. Pasal 3 ayat (2), bunga atas tabungan uang pesangon yang merupakan hak karyawan akan diberikan oleh pengelola dana tenaga kerja pada saat berakhirnya masa kerja atau terjadinya PHK yang terlebih dahulu dipotong PPh dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bukan bank maka dipotong PPh sebesar 15% dari jumlah bruto, sebagaimana diatur dalam pasal 23 ayat (1) huruf a Undang- undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000; 2) Dalam hal pengelola dana pesangon adalah bank maka dipotong PPh sebesar 20% dari jumlah bruto berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000. b. Pasal 4 ayat (3), bunga atas tabungan uang pesangon yang merupakan hak karyawan harus diberikan oleh pengelola dana pesangon tenaga kerja bersamaan dengan pembayaran uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan yang terlebih dahulu dipotong PPh sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). 4. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan sebagai berikut : a. Pembayaran pokok uang pesangon dari pengelola (DPLK) kepada peserta PENDI tidak terutang PPh, karena TELKOM telah memotong PPh Pasal 21 yang bersifat final atas uang pesangon tersebut ketika dibayarkan secara sekaligus kepada pengelola (DPLK); b. Pembayaran hasil pengembangan uang pesangon oleh pengelola (DPLK) terutang PPh Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) tidak final jika pengelola bukan Bank, atau terutang PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 20% (dua puluh persen) final jika pengelola adalah Bank. Demikian penegasan kami harap maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd. HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/430pj.3132005.txt · Last modified: 2023/02/05 18:13 by 127.0.0.1