User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:428pj.4321995
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              5 Desember 1995

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 428/PJ.432/1995

                            TENTANG

               TINDAK LANJUT PERTEMUAN TANGGAL 11 JULI 1995

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara No. XXX tanggal 11 Oktober 1995 perihal seperti tersebut pada pokok 
surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam hal terjadi pembatalan polis/pertaggungan,sedangkan perusahaan asuransi Indonesia telah 
    memotong dan menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang, maka Pajak Penghasilan 
    Pasal 26 yang telah terlanjur dipotong dan disetor tersebut dapat diperhitungkan dengan Pajak 
    Penghasilan Pasal 26 yang terutang untuk masa Pajak (bulan) berikutnya.

    SPT Masa pada bulan dilakukannya perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 tersebut harus dilampiri 
    dengan bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 asli yang telah terlanjur dipotong tersebut.

2.  Sehubungan dengan pemotongan Surat Keterangan Bebas (SKB) dan Surat Keterangan Tarif (SKT) 
    pemotongan PPh Pasal 26 sebagaimana ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 
    Nomor : SE-08/PJ.35/1993 dan Nomor : SE-22/PJ.35/1993, Untuk pembayaran premi asuransi ke luar 
    negeri, ditegaskan sebagai berikut ;
    a.  Perusahaan asuransi Luar Negeri yang menerima premi asuransi dari Indonesia tidak perlu 
        mengajukan permohonan SKB atau SKT;
    b.  Perusahaan asuransi Luar Negeri tersebut wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili 
        dari Kantor Pajak di negara tempat kedudukan perusahaan yang bersangkutan dimana SPT 
        Pajak Penghasilan dimasukkan, kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat pihak yang 
        membayar premi asuransi/pihak pemotong terdaftar.
    c.  Pihak yang membayar premi asuransi/pihak pemotong wajib memegang fotocopi Surat 
        Keterangan Domisili tersebut yang telah dilegalisir Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang 
        bersangkutan.
    d.  Berdasarkan Surat keterangan Domisili tersebut maka pihak yang membayar premi asuransi/
        pihak pemotong :
        d.1.    tidak memotong PPh Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan 
            asuransi luar negeri yang berkedudukan di :
            -  Amerika  -  Inggris      -  Perancis
            -  Austria  -  Italia           -  Philiphina
            -  Belanda  -  Jepang       -  Polandia
            -  Belgia   -  Jerman       -  Singapura
            -  Bulgaria -  Kanada       -  Srilangka
            -  Denmark  -  Korea Selatan        -  Swedia
            -  Finlandia    -  Luxembourgh      -  Swiss
            -  Hungaria -  Norwegia     -  Thailand
            -  India        -  Pakistan     -  Tunisia
        d.2.    memotong PPh Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi kepada perusahaan 
            asuransi Luar Negeri yang berkedudukan di Australia, Selandia Baru, Malaysia dan 
            Arab Saudi, dan negara-negara lain selain daripada negara-negara sebagaimana 
            tersebut pada butir d.1.,sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam 
            Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 624/KMK.04/1994 tanggal 17 Desember 1994.

3.  Sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-25/PJ.4/1995, Pajak 
    Penghasilan Pasal 26 yang terutang atas premi asuransi di Luar negeri yang dilakukan bulan Januari 
    sampai April 1995, wajib disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 Mei 1995 dan dilaporkan 
    selambat-lambatnya tanggal 20 Mei 1995.

    Usul Saudara agar kewajiban untuk menyetor dan melaporkan pemotongan Pajak penghasilan Pasal 
    26 atas premi asuransi tersebut diatas diundur menjadi masing-masing sampai dengan tangggal 
    10 September 1995 dan 20 september 1995,dapat Kami setujui.

4.  Berdasarkan Surat saudara tersebut di atas, karena masalah pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 
    atas premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri belum dicakup 
    dalam Perjanjian kerja sama asuransi atau "Treaty tahun 1995", maka ada kemungkinan perusahaan 
    asuransi Luar Negeri menolak untuk dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26. Dalam hal perusahaan 
    Asuransi Luar Negeri menolak, maka pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 dapat dilakukan dengan 
    cara menerapkan metode gross-up.

Demikian agar Saudara maklum.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/sdp/428pj.4321995.txt · Last modified: 2023/02/05 06:19 by 127.0.0.1