peraturan:sdp:419pj.3232005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 17 Mei 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 419/PJ.323/2005 TENTANG PENCATATAN PENJUALAN ATAS PERUSAHAAN JASA FREIGHT FORWARDING DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 20 Oktober 2004 perihal tersebut diatas, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Secara garis besar surat Saudara menyatakan sebagai berikut : a. Perusahaan Saudara bergerak dalam bidang jasa freight forwarding dan berdasarkan surat Nomor S-975/PJ.53/2003 antara lain disebutkan bahwa atas bagian yang direimburse tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai, namun demikian apabila terdapat perbedaan antara biaya freight, biaya warehouse dan biaya lain-lain yang dibayarkan oleh perusahaan jasa freight forwarding kepada perusahaan pelayaran atau fihak lain dengan yang dimintakan oleh perusahaan jasa freight forwarding kepada pelanggan, maka selisihnya merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak. b. Berdasarkan hal tersebut perusahaan menanyakan tentang metode pencatatan, apakah pendapatan dibukukan sebesar jumlah yang diterima dari konsumen termasuk didalamnya reimbursement kemudian dijurnal balik pembayaran reimburse sebagai harga pokok atau pendapatan diterima sejumlah yang diterima perusahaan jasa freight forwarding dan selanjutnya reimbursement dibukukan juga dan tidak ada jurnal balik. Dari dua metode tersebut manakah yang dapat diterapkan dengan berdasarkan penjelasan surat Nomor S-975/PJ.53/2003 tanggal 10 Juli 2003. Jika diantara 2 metode tersebut terdapat salah satu yang tidak dapat diterapkan, apakah kendala-kendalanya. 2. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 26 : Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba pada setiap Tahun Pajak berakhir. b. Pasal 28 Ayat 1 : Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. c. Pasal 28 Ayat 3 : Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. d. Pasal 28 Ayat 5 : Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. e. Pasal 28 Ayat 6 : Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. f. Pasal 28 Ayat 7 : Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Dalam penjelasan disebutkan bahwa pengertian pembukuan telah diatur dalam Pasal 1 angka 26. Pengaturan dalam ayat ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dihitung dengan benar maka pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam daerah Pabean, jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia misalnya berdasarkan Standard Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. 3. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-975/PJ.53/2003 tentang Dasar Pengenaan PPN dalam Industri Freight Forwarder antara lain menyimpulkan sebagai berikut : a. Apabila dalam invoice terdapat biaya reimbursement yaitu penggantian untuk biaya yang telah dibayarkan dahulu oleh pemberi jasa atas nama penerima jasa yang didalamnya terdapat biaya yang sudah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai antara lain biaya freight, biaya warehouse, bea masuk, dan biaya bill of lading, maka atas bagian yang direimburs itu tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai. Selanjutnya apabila terdapat perbedaan antara nilai biaya freight, biaya warehouse dan biaya lain-lain yang dibayarkan perusahaan jasa forwarding kepada perusahaan pelayaran atau pihak lain dengan yang dimintakan oleh perusahaan jasa forwarding kepada pelanggan, maka selisihnya merupakan bagian dari Dasar Pengenaan Pajak. b. Apabila dalam kontrak seluruh tagihannya atas nama pemberi jasa maka Pajak Pertambahan Nilai terutang atas seluruh nilai kontrak termasuk biaya penggantian atau reimbursement. 4. Berdasarkan ketentuan pada angka 2 dan Surat Direktur Jenderal Pajak pada angka 3 serta memperhatikan isi surat Saudara dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut : a. Sepanjang pembukuan yang Saudara lakukan lazim dipakai di Indonesia berdasarkan Prinsip Standard Akuntansi Keuangan dan dapat terlihat pajak yang terutang maka metode yang Saudara tunjukkan dapat digunakan. b. Pencatatan dalam pembukuan Saudara untuk biaya reimbursement atas nama penerima jasa dan pendapatan saudara atas Jasa Freight Forwarding berasal dari selisih antara biaya yang dibayarkan ke perusahaan pelayaran dengan yang dimintakan ke penerima jasa harus menggambarkan keadaan sebenarnya atas besarnya piutang yang akan ditagih, reimbursement dari penerima jasa, pendapatan Saudara dan PPN yang terutang atas transaksi tersebut, dan alternatif ke 2 dalam surat Saudara lebih memenuhi kriteria sebagaimana diuraikan diatas, selain itu juga dengan sistem pembukuan tersebut lebih mudah untuk ditelusuri baik oleh Wajib Pajak sendiri maupun oleh fiskus. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR, ttd HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/419pj.3232005.txt · Last modified: 2023/02/05 21:06 by 127.0.0.1