peraturan:sdp:40pj.411992
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 19 Maret 1992 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 40/PJ.41/1992 TENTANG PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PPh DALAM RANGKA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK, BULOG, DAN GAPEGTI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sebagai pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Dalam Rangka Pengenaan, Pemungutan, Pembayaran PPN dan PPh atas Gula Pasir dan Tepung Terigu antara Direktorat Jenderal Pajak, Bulog dan Gapegti yang ditandatangani tanggal 15 Februari 1990, dengan ini disampaikan petunjuk pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) sebagai berikut : 1. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku dan ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama, wajib pajak yang merupakan anggota Gapegti yang Pajak Penghasilannya telah dipotong dan disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama, tetap diwajibkan mengisi SPT Tahunan PPh yang harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun pajak berakhir. 2. Pengisian SPT Tahunan PPh untuk Wajib Pajak anggota Gapegti sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas, pada dasarnya sama dengan pengisian SPT Tahunan PPh untuk Wajib Pajak lainnya. Namun demikian, mengingat bahwa dalam Perjanjian Kerjasama terdapat kekhususan dalam pengenaan, pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diperoleh dari penyaluran gula pasir dan tepung terigu yang dilaksanakan oleh para anggota Gapegti, maka dipandang perlu untuk memberikan penegasan mengenai cara-cara pengisian SPT Tahunan PPh bagi para anggota Gapegti yang bersangkutan. Cara-cara pengisian SPT Tahunan PPh dimaksud adalah sebagai berikut : a. Bagi Anggota Gapegti yang Bidang Usahanya Semata-mata Sebagai Penyalur Gula Pasir dan Tepung Terigu. SPT Tahunan PPh baik SPT Induk maupun Lampiran-lampirannya, tetap diisi sesuai dengan Laporan Keuangan dan Daftar Rugi Laba yang sebenarnya yang dibuat oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Namun demikian, dalam hal jumlah pajak yang terutang sebagai hasil penerapan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas penghasilan kena pajak yang dilaporkan sesuai dengan Laporan Keuangan dan Daftar Rugi Laba tidak sama dengan jumlah PPh yang telah dipotong/disetorkan (sebagai akibat pelaksanaan pemotongan/penyetoran PPh menurut ketentuan Perjanjian Kerjasama didasarkan atas tarif 25%), maka dilakukan penyesuaian atas dasar jumlah penghasilan kena pajak tersebut sehingga hasil perhitungan yang berupa penerapan tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 atas penghasilan kena pajak adalah sama dengan jumlah PPh yang telah dipotong/disetorkan berdasarkan Perjanjian Kerjasama. Atas penyesuaian tersebut, agar diberi catatan baik dalam Laporan Keuangan, maupun dalam SPT Induk sebagai berikut : "Sebagai pelaksanaan ketentuan Perjanjian Kerjasama antara Direktorat Jenderal Pajak, Bulog dan Gapegti, yang ditandatangani tanggal 15 Februari 1990, Penghasilan Kena Pajak disesuaikan dari Rp.............. menjadi Rp. ........:.........". b. Bagi Anggota Gapegti yang Bidang Usahanya Tidak Semata-mata Sebagai Penyalur Gula Pasir dan Tepung Terigu. Penghasilan yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh oleh wajib pajak adalah baik penghasilan yang diperoleh atau diterima dari kegiatan usaha sebagai penyalur gula pasir dan tepung terigu, dari kegiatan usaha lain, maupun penghasilan-penghasilan lainnya yang bukan dari kegiatan usaha. Untuk keperluan pengisian SPT Tahunan PPh yang bersangkutan agar ditempuh prosedur sebagai berikut : 1. Untuk menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan netto yang berasal dari penyaluran gula pasir dan tepung terigu digabungkan dengan penghasilan netto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha lainnya, dan atau penghasilan netto lainnya yang diterima atau diperoleh bukan dari kegiatan usaha (misalnya penghasilan berupa dividen, pembayaran sewa, dan sebagainya). Penghitungan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha lainnya maupun penghasilan lain di luar kegiatan usaha tersebut, adalah sesuai dengan Laporan Keuangan Wajib Pajak. Hasil penjumlahan penghasilan netto tersebut kemudian dikompensasi dengan kerugian tahun lalu yang masih dapat dikompensasikan. 2. Atas bagian penghasilan kena pajak yang berasal dari penyaluran gula pasir dan tepung terigu, dilakukan penyesuaian sesuai dengan cara-cara, yang disebutkan dalam huruf a di atas, termasuk pembuatan catatan mengenai penyesuaian penghasilan kena pajak dalam Laporan Keuangan dan SPT Induk. Dalam hal penghasilan kena pajak sebagai hasil penghitungan sebagaimana disebutkan dalam Butir 1 menghasilkan angka dibawah penghasilan kena pajak yang sebanding dengan penghitungan untuk PPh yang telah dipotong/disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama, maka penghasilan kena pajak disesuaikan dengan penghasilan kena pajak yang sebanding tersebut. 3. Dengan menunjuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.41/90 tanggal 16 Maret 1990, kiranya perlu ditegaskan kembali bahwa dalam pemotongan PPh atas penyaluran gula pasir dan tepung terigu dalam rangka Perjanjian Kerjasama telah diperhitungkan biaya overhead masing-masing untuk penyalur 35% dan untuk grosir 25%. Dengan demikian, dalam menghitung biaya overhead keseluruhan yang dapat dibebankan sebagai biaya sesuai Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dari penyalur atau grosir yang bersangkutan, harus dikurangi terlebih dahulu dengan jumlah biaya overhead penyaluran gula pasir dan tepung terigu dalam tahun yang berkenaan. 4. Tahapan berikutnya adalah menerapkan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 atas gangguan (penjumlahan) penghasilan kena pajak tersebut pada Butir 2. Selisih antara jumlah PPh yang terutang atas keseluruhan penghasilan kena pajak tersebut dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan atau PPh Pasal 25, adalah jumlah PPh yang masih harus lebih dibayar. c. Bagi Penyalur/Grosir Yang Bukan Anggota Gapegti SPT Tahunan PPh dari penyalur atau grosir gula pasir tepung terigu yang bukan anggota Gapegti (misalnya koperasi), diisi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Oleh karena itu, jumlah PPh yang terutang tidak harus selalu sama dengan jumlah PPh yang telah dipotong/disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama, walaupun kegiatan usaha Wajib Pajak yang bersangkutan semata-mata hanya sebagai penyalur gula pasir dan tepung terigu. Dengan demikian apabila jumlah PPh yang terutang lebih kecil dari jumlah PPh yang telah dipotong/disetor berdasarkan Perjanjian Kerjasama, maka atas kelebihan tersebut dapat dimintakan pengembalian (restitusi), dan apabila terjadi jumlah PPh yang terutang lebih besar dari jumlah PPh yang telah dipotong/disetor, Wajib Pajak harus melunasi kekurangannya tersebut. Dengan kata lain, keterkaitannya dengan Perjanjian Kerjasama hanyalah dalam cara pemotongan/penyetoran PPh yang dikaitkan dengan pengambilan jatuh gula pasir dan/atau tepung terigu. Selanjutnya, karena dalam pemotongan PPh atas penyaluran gula pasir dan tepung terigu dalam rangka Perjanjian Kerjasama telah diperhitungkan biaya overhead masing-masing untuk penyalur 35% dan untuk grosir 25%, maka dalam menghitung biaya overhead keseluruhan yang dapat dibebankan sebagai biaya sesuai Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan 1984, harus dikurangi terlebih dahulu dengan jumlah biaya overhead yang telah diperhitungkan dalam penyaluran gula pasir dan tepung terigu dalam tahun yang bersangkutan. 3. Tidak berkelebihan kiranya untuk diingatkan bahwa pada saat penyampaian SPT tahunan PPh, selain harus dilampiri Lampiran-lampiran SPT yang telah diisi, juga dilampirkan Laporan Keuangan yang berkenaan. Demikian untuk dimaklumi. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/sdp/40pj.411992.txt · Last modified: 2023/02/05 05:08 by 127.0.0.1