peraturan:sdp:409pj.522005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 16 Mei 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 409/PJ.52/2005 TENTANG PERMASALAHAN PPN ATAS IMPOR BARANG MODAL OLEH PT ABC DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan Nota Dinas dari Ketua Tim Tarif Departemen Keuangan Republik Indonesia nomor XXX tanggal 27 April 2005 hal sebagaimana disebut pada pokok Nota Dinas, kami mengajukan pendapat sebagai berikut : 1. Secara garis besar Nota Dinas dari Ketua Tim Tarif Departemen Keuangan Republik Indonesia menjelaskan permasalahan sebagai berikut : a. PT ABC mendapat ijin penanaman modal di bidang industri pakan ternak sesuai SK BKPM Nomor XXX tanggal 11 Juli 2002. Pada masa ini berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang mengatur tentang pembebasan dari pengenaan PPN atas impor barang modal; b. selanjutnya PT ABC merealisasikan impor barang modal pada bulan Desember 2002 dan Januari 2003. Pada masa ini berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2002 sebagai perubahan pertama dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001, yang mengatur bahwa atas impor barang modal tidak mendapat fasilitas pembebasan pengenaan PPN. Atas kondisi ini PT ABC merasa dirugikan karena permohonan pembebasan pengenaan PPN atas impor barang modal ditolak oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pada tanggal 13 Agustus 2003 terbit Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003 sebagai perubahan kedua dari Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001, yang mengatur bahwa atas impor barang modal diberikan (kembali) fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. 2. Atas permasalahan pada butir 1 di atas, Tim Tarif mengajukan alternatif kebijakan yang dapat ditempuh, yaitu atas impor barang modal yang dilakukan oleh PT ABC tetap dikenakan PPN sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2002 dan atau atas impor barang modal dimaksud dapat diberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN. Tim Tarif berpendapat bahwa berdasarkan pendekatan aspek hukum maka pengenaan PPN atas impor barang modal dapat dipahami. Namun demikian berdasarkan pendekatan aspek ekonomi dan dengan tujuan untuk meningkatkan investasi, atas impor barang modal dimaksud oleh PT ABC dapat diberikan fasilitas pembebasan pengenaan PPN. Apabila kebijakan berdasarkan pendekatan aspek ekonomi dapat dipertimbangkan, maka langkah yang diperlukan adalah penerbitan Peraturan Menteri Keuangan yang memberikan fasilitas perpajakan atas impor barang modal oleh PT ABC. Dalam penjelasannya Tim Tarif juga menyampaikan bahwa Menteri Keuangan pernah memberikan perlakuan khusus mengenai PPN untuk kasus-kasus tertentu, antara lain Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.04/2001 dan Nomor 283/KMK.04/2001 tentang PPN Tidak Dipungut atas Impor Suku cadang Pesawat VVIP TNI AU. 3. Peraturan Perpajakan yang terkait dengan permasalahan di atas adalah : a. Pasal 16B ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 ("UU PPN") mengatur bahwa, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, baik untuk sementara waktu atau selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, untuk impor Barang Kena Pajak tertentu. b. Pasal 1 angka 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, menghapus barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, dari kelompok Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis; Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sepuluh hari sejak tanggal 23 Juli 2002. c. Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur bahwa : c.1. Pasal 1 angka 1 huruf a; Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang; c.2. Pasal 2 ayat (1) huruf a; Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa barang modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 13 Agustus 2003. 4. Berdasarkan ketentuan pada butir 3 serta memperhatikan permasalahan pada butir 1 dan butir 2 di atas, kami berpendapat bahwa : a. atas impor barang modal yang dilakukan pada bulan Desember 2002 dan Januari 2003 tetap terutang PPN dengan memperhatikan bahwa pada masa yang bersangkutan berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 2002; b. sehubungan dengan usul dari Tim Tarif untuk menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas perpajakan, pada prinsipnya kami tidak sependapat. Undang-undang PPN mengatur bahwa pemberian fasilitas atas impr Barang Kena Pajak Tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini tidak ada Peraturan Pemerintah yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk pemberian fasilitas perpajakan atas impor barang modal sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas. Dengan demikian penerbitan Peraturan Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas perpajakan kepada PT ABC adalah tidak tepat. Selain itu penerbitan Peraturan Menteri Keuangan yang memberikan fasilitas perpajakan kepada PT ABC akan menimbulkan kerugian perpajakan yang lebih besar karena perusahaan- perusahaan lain yang melakukan kegiatan serupa akan menuntut perlakuan perpajakan yang sama. Demikian pendapat kami untuk dapat dipertimbangkan. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd. HADI POERNOMO
peraturan/sdp/409pj.522005.txt · Last modified: 2023/02/05 18:16 by 127.0.0.1