peraturan:sdp:395pj.3412001
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 8 Agustus 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 395/PJ.341/2001 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS PEMBAYARAN JASA SERTIFIKASI DI LUAR NEGERI DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 15 Maret 2001 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. PT MUTU adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa sertifikasi mutu, produk, lingkungan, kehutanan, personel, laboratorium uji, kalibrasi dan k3 (Kesehatan dan keselamatan kerja) sertifikasi sistem lainnya yang dikembangkan baik secara nasional maupun internasional. Dalam kegiatannya MUTU melakukan kontrak dengan JPIC di Jepang; UKAS di Inggris; BT di Inggris; dan SW di Amerika Serikat. Adapun hubungan MUTU dengan perusahaan-perusahaan asing tersebut adalah sebagai berikut : a. Hubungan antara MUTU dangan JPIC Pemerintah Jepang yang dalam hal ini Ministry of Agriculture Forestry and Fisheries (MAFF) mensyaratkan bahwa hanya plywood yang telah memenuhi standar Japan Agriculture Standard (JAS) yang dapat digunakan untuk proyek-proyek pemerintah yang dibiayai oleh pemerintah Jepang. Untuk memenuhi standar JAS tersebut, setiap produsen plywood yang menghendaki produknya label JAS harus memiliki sertifikat JAS yang diperoleh melalui proses inpeksi fisik dan pengujian mutu produk sesuai standar JAS. Di Indonesia proses inpeksi dan pengujian dilakukan oleh MUTU yang diakui oleh MAFF sedangkan di Jepang ditunjuk JPIC. Pengujian dan penelitian laboratories atas sample/contoh dilakukan bersama antara pihak MUTU dan JPIC di Indonesia yang hasilnya dikirim ke MAFF. Setelah produsen plywood JPIC di Indonesia yang hasilnya dikirim ke MAFF. Setelah produsen plywood memperoleh sertifikat JAS, maka untuk melakukan pengawasan berkala atas konsistensi penerapan standar JAS dilakukan oleh MUTU atau bersama dengan pihak JPIC. Antara MUTU dengan JPIC ada suatu kontrak kerjasama (agreement) mengenai kegiatan tersebut. Biaya dibebankan ke produsen plywood dalam rangka proses sertifikasi produk JAS dan pengawasan mutu adalah : application fee, basis fee, dan grading fee. Pembayaran ke JPIC diambil dari bagian biaya tersebut yang diterima oleh MUTU. b. Hubungan antara MUTU dengan UKAS UKAS merupakan lembaga akreditasi yang berkedudukan di Inggris. Hubungan antara MUTU dengan UKAS adalah hubungan dalam pemberian akreditasi atas sistem manajemen dari MUTU. Sebelum diakreditasi, sistem manajemen MUTU terlebih dahulu dilakukan audit oleh UKAS. apabila sistem manajemennya dianggap sesuai standar yang ditetapkan oleh UKAS, maka MUTU diberi akreditasi oleh UKAS dan berhak menggunakan logo UKAS. c. Hubungan antara MUTU dengan BT BT merupakan lembaga sertifikasi yang berkedudukan di Inggris. Hubungan kerjasama antara MUTU dengan BT dalam rangka memberikan sertifikat ISO 9000, ISO 14001 atau sertifikat lainnya. Untuk itu BT memberikan bantuan teknis kepada MUTU dalam rangka pemberian sertifikasi kepada perusahaan di Indonesia yang menginginkan sertifikat dari BT. d. Hubungan antara MUTU dengan SW SW merupakan lembaga sertifikat yang berkedudukan di Amerika Serikat. Hubungan antara MUTU dan SW adalah dalam rangka Joint Certification untuk Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) atau Sustainable Forest Management (SFM) pada perusahaan yang memiliki Hak Pengusahaan Hutan (HPH). MUTU adalah lembaga sertifikasi (LS) yang telah diakreditasi oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) sedang SW merupakan lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh Forest Ship Council (FSC), sebagai lembaga akreditasi untuk pengelolaan hutan lestari yang berkedudukan di Meksiko. Sebelumnya antara LEI dan FSC telah mengadakan kesepakatan bahwa setiap kegiatan sertifikasi HPH di Indonesia harus dilakukan dengan konsep Joint Cerfication (JCP) antara LS yang telah diakreditasi oleh LEI dan diakreditasi oleh FCS, dalam hal ini adalah MUTU dan SW. Adapun kegiatan sertifikasi PHAPL di Indonesia masing-masing LS adalah untuk melihat aktivitas HPH apakah sesuai dengan standar pengelolaan hutan lestari yakni kelestarian produksi, ekologi dan sosial. Hasil dari kegiatan sertifikasi PHAPL (SFM) tersebut di atas berupa sertifikasi dengan LOGO LEI dan FCS. Atas keempat hubungan usaha tersebut di atas, Saudara berpendapat bahwa sesuai dengan ketentuan P3B yang berlaku, pembayaran atas jasa sertifikasi luar negeri termasuk dalam pengertian penghasilan dari usaha (business profit) dan bukan royalti sehingga hanya akan dikenakan pajak di negara penerima penghasilan. 2. Perlakuan pajak penghasilan atas pembayaran yang diterima oleh JPIC a. Pembayaran yang diterima oleh JPIC termasuk jenis penghasilan dari laba usaha sehingga hak pemajakan atas penghasilan tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat 1 dari P3B RI-Jepang yang antara lain mengatur bahwa laba usaha perusahaan tersebut menjalankan usaha di negara lainnya melalui suatu bentuk usaha tetap (BUT). Ketentuan dari P3B RI-Jepang mengenai BUT tidak memuat aturan mengenai imbalan atas jasa lainnya. b. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas pembayaran yang diterima oleh JPIC tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia sepanjang JPIC dapat menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) yang dikeluarkan oleh pajabat berwenang (competent authority) Jepang yang sekurang-kurangnya menerangkan bahwa JPIC merupakan Wajib Pajak Jepang. 3. Perlakuan pajak penghasilan atas pembayaran yang diterima oleh UKAS a. Pembayaran yang diterima oleh UKAS termasuk jenis penghasilan dari laba usaha sehingga hak pemajakan atas penghasilan tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (1) dari P3B RI- Inggris yang antara lain mengatur bahwa laba usaha perusahaan suatu negara hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut kecuali perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya melalui suatu BUT. b. Pasal 5 ayat (3) (b) dari P3B tersebut mengatur bahwa pengertian BUT termasuk juga pemberian jasa, termasuk jasa konsultan oleh suatu perusahaan melalui karyawannya atau orang lain di suatu negara untuk periode lebih dari 91 hari dalam periode 12 bulan. c. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka pembayaran fee yang diterima oleh UKAS dapat dikenakan pajak di Indonesia apabila UKAS melalui karyawannya memberikan dapat jasanya di Indonesia untuk periode lebih dari 91 hari dalam periode 12 bulan atau dengan perkataan lain apabila UKAS mempunyai BUT di Indonesia. 4. Perlakuan pajak penghasilan atas pembayaran yang diterima oleh BT a. Pasal 5 ayat (5) (a) dari P3B RI-Inggris antara lain mengatur bahwa orang atau badan yang bertindak di suatu negara atas nama perusahaan negara lainnya, selain agen yang mempunyai kedudukan bebas di mana ayat (5) berlaku, akan dianggap sebagai suatu BUT di negara yang disebut pertama jika orang/badan tersebut di negara yang yang disebutkan pertama yang mempunyai dan biasa menjalankan wewenang untuk menutup kontrak-kontrak atas nama perusahaan tersebut kecuali kegiatan tersebut hanya terbatas pada pembelian barang atau barang dagangan untuk perusahaan tersebut. b. Berdasarkan kontrak perjanjian antara MUTU dengan BT, maka dalam menutup kontrak dengan perusahaan Indonesia MUTU bertindak sebagai wakil lokal dari BT (The TCL Representative). Selain itu semua kegiatan yang dilakukan oleh MUTU dalam rangka pemberian sertifikasi kepada perusahaan Indonesia harus atas nama BM TRADA. Berdasarkan Pasal 5 ayat (5) (a) dari P3B RI-Inggris tersebut diatas maka MUTU bertindak sebagai agen yang bertindak tidak bebas dari BT dan dengan demikian BT dianggap telah mempunyai BUT di Indonesia dan atas penghasilannya dikenakan pajak di Indonesia. 5. Perlakuan pajak penghasilan atas pembayaran yang diterima SW a. Pembayaran yang diterima oleh SW termasuk jenis penghasilan dari laba usaha sehingga hak pemajakan atas penghasilan tersebut diatur dalam Pasal 8 ayat (1) dari P3B RI-Amerika Serikat yang antara lain mengatur bahwa laba usaha perusahaan suatu negara hanya akan dikenakan pajak di negara tersebut kecuali perusahaan tersebut menjalankan kegiatan usahanya melalui suatu BUT. b. Pasal 5 ayat (2) (j) dari P3B tersebut antara lain mengatur bahwa istilah bentuk usaha tetap meliputi pemberian jasa-jasa, termasuk jasa konsultasi, melalui pegawai atau orang lain untuk tujuan tersebut, namun hanya jika kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung (untuk proyek yang sama atau yang berhubungan) lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, sepanjang tidak terdapat suatu bentuk usaha tetap pada tahun pajak dimana jasa-jasa tersebut dilakukan di Negara tersebut untuk suatu masa atau masa- masa yang keseluruhannya kurang dari 30 (tiga puluh) hari pada tahun pajak itu. c. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka pembayaran yang diterima oleh SW dikenakan pajak di Indonesia apabila SW melalui karyawannya memberikan jasanya di Indonesia untuk periode lebih dari 120 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau dengan perkataan lain apabila SW mempunyai BUT di Indonesia. Demikian untuk dimaklumi. A.n. Direktur Jenderal Pajak Direktur, ttd. IGN Mayun Minangun NIP 060041978 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Pajak; 2. Direktur Pajak Penghasilan.
peraturan/sdp/395pj.3412001.txt · Last modified: 2023/02/05 06:17 by 127.0.0.1