peraturan:sdp:385pj.32005
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 29 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 385/PJ.3/2005 TENTANG WITHHOLDING TAX DALAM PENGEMBANGAN ASIAN BOND MARKET INITIATIVE (ABMI) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 26 April 2005 perihal tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat Saudara tersebut pada intinya dikemukakan bahwa : a. Dalam rangka pengembangan Asian Bond Market Initiative (ABMI), Working Group 1 : Creating New Securitized Debt Instrument Asian Bond Market Initiative (WG 1) telah melakukan studi mengenai withholding tax dalam rangka meningkatkan supply dari local currency bond dan memberikan tiga alternatif konsep mengenai withholding tax yang dapat diadopsi oleh Negara ASEAN + 3, yaitu : 1) Withholding tax exemption for non-resident investors using the types of bond issuers as an indicator for exemption; 2) Withholding tax exemption for non-resident investors using the types of bond investors as an indicator for exemption; 3) Withholding tax exemption for non-resident investors via Double Taxation Agreement; b. Dari hasil survey yang dilakukan oleh WG 1 mengenai pengenaan withholding tax di negara- negara ASEAN + 3 diketahui bahwa : 1) Withholding tax tidak diberlakukan di Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam; 2) Withholding tax diberlakukan di Brunei Darussalam, Indonesia, China, Kamboja, Korea, Myanmar, dan Filipina; 3) Withholding tax kombinasi (withholding tax pada quasi-sovereign) diberlakukan di Jepang. c. Dalam tahun 2004 diluncurkan local currency bond, yaitu : 1) residential mortgage-backed securities senilai RM 1,6 miliar dan ADB bond senilai RM 400 juta di Malaysia; 2) ADB bond senilai S$200 juta di Singapura; 3) Thai Bath Asian Bond yang terdiri dari sovereign dan quasi-sovereign bond dengan pembebasan withholding tax bagi investor asing di Thailand; d. Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara meminta masukan atas masalah ini yang akan digunakan untuk menentukan posisi Indonesia pada Sidang Menteri Keuangan ASEAN + 3 (AFMM + 3) di Istambul, Turki. 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur bahwa : a. Pasal 4 ayat (1) huruf d dan f, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : 1) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; dan 2) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; b. Pasal 4 ayat (2), atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah; c. Pasal 26 ayat (1) huruf b, atas penghasilan berupa bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan; d. Pasal 26 ayat (2), atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto; 1) bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f; dan 2) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 3. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 TAHUN 2002 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan Perdagangannya di Bursa Efek, antara lain diatur bahwa : a. Pasal 1, yang dimaksud dengan Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya dibursa efek adalah obligasi korporasi dan obligasi pemerintah atau surat utang negara berjangka lebih dari satu tahun yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek Indonesia; b. Pasal 2, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final, kecuali bagi Wajib Pajak tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6; c. Pasal 3, antara lain diatur bahwa besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 : 1) Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bond) sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan (holding period) obligasi; 2) Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest); 3) Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bond) sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih lebih nilai nominal di atas harga penerbitan obligasi. 4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan pendapat bahwa: a. Perlakuan PPh atas penerbitan dan penjualan Asian Bond di Indonesia mengikuti ketentuan PPh yang berlaku; b. Pengenaan PPh atas bunga dan atau capital gain yang diterima atau diperoleh oleh investor asing yang membeli dan atau memiliki Asian Bond yang terbitkan atau dijual di Indonesia harus mengikuti ketentuan Perundang-undangan perpajakan yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B antara Indonesia dan negara tempat dimana investor asing tersebut berdomisili; c. Dalam hal Asian Bond yang dibeli atau dimiliki investor asing tersebut diperdagangkan atau dilaporkan perdagangannya di bursa, pengenaan PPh atas bunga dan atau diskonto yang diterima oleh investor asing mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pada butir 3 huruf c di atas; d. Berkaitan dengan butir a, b dan c di atas, Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Double Tax Agreement (DTA) memberlakukan tarif withholding tax yang lebih rendah kepada investor asing yang merupakan penduduk negara-negara yang memiliki P3B dengan Indonesia (terlampir disampaikan tabel tarif withholding tax atas penghasilan bunga yang tercantum dalam P3B Indonesia dengan negara-negara mitra runding). Demikian kami sampaikan. DIREKTUR, ttd HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/385pj.32005.txt · Last modified: 2023/02/05 06:22 by 127.0.0.1