User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:379pj.352006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      16 Mei 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 379/PJ.35/2006

                             TENTANG

                           MOHON PETUNJUK

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan Surat Saudara No : XXXXX tanggal 10 Maret 2006 perihal mohon petunjuk yang ditujukan 
kepada Direktur Jenderal Pajak salah satu tembusannya ditujukan kepada Direktur Peraturan Perpajakan, 
dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  a.  Bahwa pada intinya surat tersebut berisi laporan bahwa beberapa Kepala KPP di wilayah 
        Saudara telah dipanggil beberapa kali oleh tim pengurus dari PT. KMPI dan PT. RMTC dalam 
        rangka membahas penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sehubungan dengan 
        Keputusan Pengadilan Niaga tentang Kepailitan Wajib Pajak tersebut dengan berbagai agenda 
        yaitu :
        -   Undangan Rapat Kreditor Pertama
        -   Undangan Rapat Pencocokan Piutang
        -   Undangan Rapat Pembahasan dan Voting atas Rencana Perdamaian
        -   Undangan Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
        -   Undangan Kreditur Verifikasi Lanjutan Semua Tagihan Pajak dan Tagihan para 
            Kreditur serta Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian.
    b.  Bahwa atas undangan tersebut Saudara kurang sependapat dan menyarankan untuk 
        berkoordinasi dengan KPP domisili agar kepentingan KPP lokasi di wilayah Kantor Wilayah DJP 
        Sumatra Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung terwakili sehingga para Kepala KPP di 
        Palembang tidak perlu hadir sendiri-sendiri di Jakarta yang akan membuat biaya perjalanan 
        lebih besar dari sisa tunggakan pajak yang ada.

2.  Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara 
    Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 
    menyatakan :

    Pasal 12 ayat (1):
    Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan 
    perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya Surat Ketetapan Pajak.

    Pasal 21 ayat (1):
    Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak.

    Pasal 21 ayat (3):
    Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya.

    Pasal 22 ayat (1):
    Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, 
    daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau 
    berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan.

    Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat 
    Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2000 menyatakan:

    Pasal 1 angka 14 :
    Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan 
    jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.

    Pasal 7 ayat (1):
    Surat Paksa berkepala kata-kata " DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", 
    mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan 
    yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

    Pasal 19 ayat (6):
    Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya.

    Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan 
    Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan:

    Pasal 1 angka 2 :
    Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat 
    ditagih di muka pengadilan.

    Pasal 41 :
    (1) Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala 
        perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, 
        yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
    (3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan hukum 
        debitur yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau karena undang-undang.

3.  Penjelasan Pasal 41 ayat (3):
    Perbuatan yang wajib dilakukan karena undang-undang, misalnya kewajiban pembayaran pajak.
    Pasal 113:
    (1) Paling lambat 14 (empat betas) hari setelah putusan pernyataan pailit diucapkan, Hakim 
        Pengawas harus menetapkan :
        a.  batas akhir pengajuan tagihan;
        b.  batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai 
            dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
        c.  hari, tanggal, waktu, dan tempat rapat Kreditur untuk mengadakan pencocokan 
            piutang.
    (2) Tenggang waktu antara tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b 
        paling singkat 14 (empat betas) hari.

4.  Pasal 149 :
    (1) Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan 
        lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditur yang mempunyai hak didahulukan 
        yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, 
        kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta 
        pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut.
    (2) Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditur 
        konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima.

5.  Pasal 162 :
    Perdamaian yang disahkan berlaku bagi semua Kreditur yang tidak mempunyai hak untuk 
    didahulukan, dengan tidak ada pengecualian, balk yang telah mengajukan diri dalam kepailitan 
    maupun tidak.

6.  Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka akan kami sampaikan sebagai berikut : 
    a.  Bahwa bentuk utang pajak adalah tagihan yang lahir karena Undang-Undang Perpajakan dan 
        bersifat publik. Berdasarkan undang-undang perpajakan tersebut, pejabat pajak diberi 
        wewenang khusus untuk melakukan eksekusi langsung terhadap utang pajak di luar campur 
        tangan kewenangan Pengadilan. Dengan demikian terhadap tagihan pajak harus diterapkan 
        ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan 
        Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu menempatkan penyelesaian penagihan utang 
        pajak berada diluar jalur proses pailit, karena mempunyai kedudukan hak istimewa dalam 
        penyelesaiannya.
    b.  Bahwa terhadap utang pajak PT KMP dan PT RMTC, tata tertib pelaksanaannya sudah diatur 
        dalam Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dan Undang-Undang Penagihan Pajak 
        Dengan Surat Paksa. Dengan demikian penagihan terhadap utang pajak tetap berjalan sesuai 
        ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
    c.  Perlu ditegaskan bahwa perdamaian dalam proses kepailitan tidak berpengaruh terhadap 
        Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena walaupun telah terjadi perdamaian, DJP tetap dapat 
        mengeksekusi utang pajak secara penuh seolah-olah tidak terjadi perdamaian, oleh karena 
        itu DJP sebaiknya tidak ikut mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian 
        karena keikutsertaan DJP dalam proses perdamaian akan melepaskan kedudukan istimewa 
        DJP.
    d.  Bahwa kebijakan yang telah diambil oleh Saudara sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP 
        Sumatra Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung agar Kepala KPP terkait tidak perlu untuk 
        selalu hadir di Jakarta dalam memenuhi undangan rapat oleh tim pengurus PT KMPI dan PT 
        RMTC sudah tepat, sepanjang KPP yang bersangkutan telah memberikan penjelasan tentang 
        kedudukan istimewa Direktorat Jenderal Pajak sesuai ketentuan perundang-undangan yang 
        berlaku.

Demikian disampaikan untuk menjadi maklum.




Direktur,

ttd.

Herry Sumardjito
NIP.060061993
peraturan/sdp/379pj.352006.txt · Last modified: 2023/02/05 20:57 by 127.0.0.1