User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:378pj.312003
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                     13 Juni 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 378/PJ.31/2003

                            TENTANG

                    PEMOTONGAN PPh ATAS BUNGA A.N PT XYZ

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan Surat Saudara Nomor XXX perihal Hambatan penyelesaian ganti rugi kepada PT. XYZ 
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor XXX jo Putusan Badan Arbitrasi Nasional Nomor XXX, dengan 
ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat Saudara dikemukakan permasalahan bahwa Komisi Ombudsman Nasional menerima 
    laporan dari Direktur Utama PT. XYZ, jalan XXX yang pada pokoknya adalah sebagai berikut:
    a.  Berdasarkan Keputusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Nomor XXX tanggal 
        2 September 1993 telah diputuskan antara lain:
        -   Menghukum Termohon I (ABC) dan Termohon II (BCA) secara tanggung renteng 
            untuk membayar ganti rugi kepada pemohon (PT XYZ) uang sebesar 
            Rp.1.161.894.000,- tidak termasuk PPN dengan menerima surat tanda pembayaran    
            yang sah dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak putusan ini 
            diucapkan;
        -   Menghukum Termohon I dan Termohon II membayar bunga sebesar 1,5% per bulan  
            (tidak termasuk PPN) dan jumlah tersebut di atas terhitung sejak surat permohonan 
            terdaftar di Sekretariat BANI tanggal 18 Juni 1992 sampai lunas dibayar;
        Keputusan BANI tersebut telah mendapat kekuatan hukum tetap berdasarkan Keputusan 
        Ketua Mahkamah Agung Nomor XXX.

    b.  ABC dan Perum BCA (yang kini menjadi PT. BCA) akhirnya membayar ganti rugi sebesar 
        Rp.3.107.020.745,- secara tanggung renteng masing-masing dengan perincian:
        PT. BCA
        Tagihan Bruto (pokok + bunga)           =   Rp 1.553.510.372,50
        Dipotong PPN 10%                =   Rp    141.228.215,00
        Dipotong PPh 2%             =   Rp      28.245.643,00
                                    _________________
        Net yang dibayarkan             =   Rp 1.384.036.515,50


        ABC
        Tagihan Bruto (pokok + bunga)           =   Rp 1.553.510.372,50
        Dipotong PPN 10%                =   Rp    141.228.215,00
        Dipotong PPh 6%             =   Rp      84.736.929,00
                                    _________________
        Net yang dibayarkan             =   Rp 1.327.545.228,00

    c.  Atas imbalan bruto yang terdiri dari tagihan pokok dan bunga tersebut telah dikenakan 
        pemotongan PPh final oleh PT BCA dan ABC berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 
        Tahun 1996. Namun Ditjen Pajak juga mengharuskan Wajib Pajak membayar Pajak 
        Penghasilan (PPh Pasal 23) sebesar 15% atas ganti rugi bunga yang diterimanya. Sesuai 
        penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-45/PJ.4/1996 tanggal  
        31 Desember 1996, Wajib Pajak PT. XYZ berpendapat atas imbalan bunga tersebut   
        seharusnya tidak lagi dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dengan alasan 
        karena bunga tersebut merupakan ganti rugi biaya yang diderita PT XYZ sehingga merupakan 
        bagian tidak terpisahkan dari tagihan pokok.

    d.  Dalam surat Kepala perwakilan BPKP Propinsi Jawa Barat Nomor XXX tanggal 1 Agustus 1989 
        yang ditujukan kepada kepala Perusahaan BCA dikemukakan pendapat bahwa dalam kasus 
        PT XYZ, bank rate (bunga bank) yang diklaim oleh perusahaan tersebut pada dasarnya 
        merupakan biaya yang harus dibayar oleh perusahaan tersebut dan rekan kerjanya untuk 
        dapat menyelesaikan proyek pada waktunya, bukan klaim bunga bank sebagaimana 
        dimaksud oleh Pasal 41 ICW yakni bunga yang timbul karena keterlambatan yang terjadi 
        dalam pelunasan tagihan.

    e.  Dalam surat Saudara menyampaikan pandangan bahwa:
        1)  Ditjen Pajak seyogyanya melakukan penelitian yang menyeluruh sebelum 
            menyarankan penyelesaian melalui Pengadilan Pajak, apalagi salah satu syarat untuk  
            mengajukan upaya banding harus membayar tagihan terlebih dahulu;
        2)  Mengingat salah satu masalah dalam laporan ini adalah penafsiran tentang bunga 
            sebagaimana dimaksud dalam putusan BANI, kiranya penjelasan dari BANI patut 
            dipertimbangkan;
        3)  Penyelesaian kasus ini telah berlarut-larut selama kurang lebih 10 tahun. Pelapor   
            memperjuangkan hak-haknya, apalagi telah menimbulkan beban anggaran bagi 
            negara karena keterlambatan pembayaran kepada pelapor sehingga perlu kiranya 
            segera memperoleh ketegasan.

2.  Atas penerimaan penghasilan berupa ganti rugi bunga tersebut pada butir 1 yakni sebesar 
    Rp. 1.662.670.314,- oleh Kantor Pelayanan Pajak Bandar Lampung telah diterbitkan Surat Ketetapan 
    PPh Badan Tahun 2000 Nomor XXX tanggal 1 Maret 2002 dengan jumlah pajak terutang termasuk 
    sanksi sebesar Rp. 735.076.500,- (tanpa kredit pajak). Atas Surat Ketetapan Pajak tersebut PT XYZ 
    telah mengajukan permohonan keberatan dengan surat permohonan Nomor XXX tanggal 15 Mei 2002, 
    dan atas permohonan keberatan tersebut telah diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 
    XXX tanggal 27 Januari 2003 yang hanya menerima sebagian permohonan Wajib Pajak yaitu 
    mengenai sebagian dari sanksi administrasi sebesar Rp. 9.801.020,-

3.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, diatur antara lain:
    b.  Pasal 4 ayat (1) huruf a, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan 
        kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari 
        Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk 
        menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk 
        apapun, termasuk antara lain bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena 
        jaminan pengembalian utang;

    c.  Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 2), atas penghasilan bunga termasuk premium, diskonto, dan 
        imbalan karena jaminan pengembalian utang dengan nama dan dalam bentuk apapun yang 
        dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, 
        penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya 
        kepada wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang 
        wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.

4.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ.4/1996 tanggal 31 Desember 1996 
    tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan, 
    ditegaskan bahwa:
    a.  Angka 4, yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto penghasilan dari usaha jasa konstruksi 
        dan jasa konsultan adalah semua jumlah yang dibayarkan oleh pihak pemberi hasil kepada 
        pemberi jasa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan usaha jasa 
        konstruksi dan jasa konsultan;
    b.  Angka 5, dengan berlakunya PP Nomor 73 TAHUN 1996, penghasilan dari usaha jasa 
        konstruksi dan jasa konsultan tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.

5.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini dapat kami berikan penjelasan sebagai berikut:
    a.  Keputusan BANI menetapkan ABC dan PT. BCA untuk membayar ganti rugi secara tanggung 
        renteng kepada PT. XYZ, karena kelalaian kedua pihak tersebut sehingga mengakibatkan 
        pelaksanaan kontrak pekerjaan oleh PT. XYZ mengalami keterlambatan dan menimbulkan 
        tambahan biaya operasional yang merupakan kerugian bagi perusahaan. Ganti rugi dimaksud 
        terdiri atas:
        1)  Ganti rugi sebesar Rp.1.161.894.000,- yang merupakan jumlah klaim yang diakui, 
            mengacu kepada perhitungan menurut usulan PT. BCA dalam suratnya Nomor XXX 
            tanggal 2 Januari 1989 kepada Sekretaris Jenderal Departemen ABC; dan
        2)  Bunga sebesar 1,5% per bulan yang dihitung berdasarkan periode waktu sejak surat 
            permohonan terdaftar di Sekretariat BANI tanggal 18 Juni 1992 sampai (ganti rugi 
            pokok) lunas dibayar, yang berjumlah sebesar Rp. 1.662.670.314,- bukan dihitung 
            berdasarkan dan tidak ada kaitannya dengan klaim bunga yang diajukan oleh 
            PT. XYZ (sebesar Rp. 195.092.906,66 sesuai surat Pimpro Proyek Pelaksanaan 
            perkembangan Pengangkutan Batu Bara Bukit Asam Dengan BCA nomor XXX 
            tanggal 2 September 1988);

    b.  Oleh karena ganti rugi sebesar Rp. 1.161.894.000,- merupakan jumlah klaim yang diakui 
        sebagai penyesuaian harga operasional (kontrak), maka atas ganti rugi tersebut perlakuan 
        pajaknya sama seperti terhadap imbalan bruto jasa konstruksi yakni dikenakan PPh final 
        sebesar 2% berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 TAHUN 1996 (yang berlaku sampai 
        dengan tahun pajak 2000);

    c.  Oleh karena ganti rugi bunga sebesar Rp. 1.662.670.314,- tidak ada kaitannya dengan klaim 
        bunga yang diajukan oleh PT. XYZ, melainkan nyata-nyata dikaitkan dengan lamanya waktu 
        pelunasan ganti rugi pokok tersebut pada huruf b, maka ganti rugi bunga tersebut merupakan 
        bunga atas keterlambatan pembayaran ganti rugi pokok meskipun pembayarannya dilakukan 
        bersamaan dengan pembayaran ganti rugi pokok tersebut pada huruf b. Atas bunga 
        keterlambatan pembayaran tersebut dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan     
        umum Undang-undang Pajak Penghasilan, termasuk pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% 
        dari jumlah bruto sebagai kredit pajak;

    d.  Oleh karena telah terjadi kesalahan pemotongan PPh final sebesar 2% dan 6% atas bunga 
        yang seharusnya dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15%, maka atas PPh final yang 
        salah dipotong tersebut sesuai ketentuan yang berlaku harus dilakukan prosedur 
        pemindahbukuan Surat Setoran Pajak dari PPh final ke PPh Pasal 23 dan sekaligus 
        pembetulan SPT Masa dan pembatalan/penggantian Bukti Potongan PPh final dengan Bukti 
        Potongan PPh Pasal 23 oleh pihak pemotong pajak (bendaharawan Departemen ABC dan 
        PT. BCA).

        Untuk itu pihak pemotong pajak harus menghubungi Kantor Pelayanan Pajak tempat 
        pemotong pajak terdaftar (KPP PND);

    e.  Dengan dilakukannya prosedur tersebut pada huruf d, maka Bukti Potongan PPh Pasal 23 
        pat dipergunakan sebagai kredit pajak atas Pajak Penghasilan yang terutang atas ganti rugi 
        bunga sebesar penerapan tarif umum atas Rp.1.662.670.314,-.

Demikian untuk dimaklumi.




DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/sdp/378pj.312003.txt · Last modified: 2023/02/05 06:12 by 127.0.0.1