peraturan:sdp:36pj.411995
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 15 Maret 1995 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 36/PJ.41/1995 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 1994 DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan pertanyaan lisan dari staf Badan Urusan Piutang dan lelang Negara (BUPLN) tanggal 2 Februari 1995, dengan ini kami beritahukan sebagai berikut : 1. Masalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada Surat Setoran Pajak (SSP). 1.1. BUPLN mengusulkan penggunaan NPWP dengan kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana BUPLN berdomisili, apabila pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan risalah lelang dengan objek lelang yang terletak di beberapa wilayah, atau apabila Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP. 1.2. Sesuai ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3) KEPMEN Nomor 635/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 bahwa pembayaran Pajak Penghasilan dengan Surat Setoran Pajak (SSP) dengan wajib mencantumkan nama, alamat, dan NPWP orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran. 1.3. Dengan memperhatikan wewenang wilayah administrasi dari Kantor BUPLN tidak sama dengan wewenang wilayah administrasi KPP dan pengawasan perpajakan terhadap Wajib Pajak yang menerima pembayaran serta sudah adanya pengaturan mengenai penggunaan NPWP pada SSP, maka usul BUPLN untuk menggunakan kode wilayah KPP tempat BUPLN berkedudukan sebagaimana tersebut pada butir 1.1. tidak dapat diterima. Dengan demikian pengisian kolom NPWP pada SSP tetap berdasarkan ketentuan, yaitu dengan menggunakan NPWP dari Wajib Pajak yang menerima pembayaran dengan kode wilayah sesuai dengan tempat kedudukan atau tempat tinggal Wajib Pajak yang bersangkutan. Untuk memudahkan pelaksanaannya terlampir disampaikan kutipan Kep.Men.Keu. No. 94/KMK.01/1994 tentang nama-nama Kantor Pelayanan Pajak berikut nomor kode KPP serta daerah administrasi pemerintahan yang termasuk KPP yang bersangkutan. 2. Masalah terlanjur memungut Pajak Penghasilan sebesar 3% dari nilai menurut risalah lelang. 2.1. BUPLN telah terlanjur memungut PPh sebesar 3% padahal saat penanda tanganan risalah lelang sudah berlaku ketentuan PP No. 48 TAHUN 1994 yang mewajibkan memungut PPh sebesar 5% sehingga masih terdapat kekurangan pembayaran PPh. Hal ini terjadi karena BUPLN belum mengetahui dan menerima ketentuan PP No. 48 TAHUN 1994 yang sudah berlaku sejak 1 Januari 1995 serta tidak adanya ketentuan yang mengatur mengenai tenggang waktu berlakunya PP. No. 48 TAHUN 1994. 2.2. Oleh karena BUPLN telah melaksanakan kewajiban dengan baik, maka selanjutnya diminta agar BUPLN melaporkan pelaksanaan risalah lelang tersebut ke KPP tempat bendaharawan atau pejabat yang bersangkutan terdaftar sebagai Wajib Pajak dengan tindasan ke KPP tempat Wajib Pajak yang menerima pembayaran tersebut berkedudukan atau bertempat tinggal. 2.3. Berdasarkan tindasan surat dari BUPLN tersebut pada butir 2.2., maka KPP tempat Wajib Pajak yang menerima pembayaran akan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut : a. Himbauan dan tegoran kepada Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran dengan tindasan kepada Kantor BUPLN. b. Apabila belum dilunasi sekalipun telah ditegor, diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK PENGHASILAN ttd Drs. ISMAEL MANAF
peraturan/sdp/36pj.411995.txt · Last modified: 2023/02/05 18:18 by 127.0.0.1