User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:369pj.3122006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                      11 Mei 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 369/PJ.312/2006

                             TENTANG

           PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS JASA DRILLING YANG DILAKUKAN BENTUK USAHA TETAP

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxx tanggal xxx perihal Permohonan Konfirmasi atas Surat 
Direktorat Jenderal Pajak/Direktorat Peraturan Perpajakan No. S-1018/PJ.312/2005 , dengan ini disampaikan 
hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat Saudara disampaikan hal-hal sebagai berikut : 
    a.  Bahwa legal kontrak jasa pengeboran adalah antara ABC dengan PT DEF dan tidak ada 
        hubungan kontraktual antara ABC dengan PT DEF dan tidak ada hubungan kontraktual antara
        ABC dengan OPQ;
    b.  Dalam mengerjakannya, DEF tidak secara fisik melaksanakan pengeboran tersebut karena 
        tidak memiliki fasilitas melaksanakan pengeboran tersebut karena tidak memiliki fasilitas 
        peralatan yang menunjang. Jadi kenyataannya yang melakukan pekerjaan adalah OPQ 
        (sesuai kontrak kerjasama antara DEF dengan OPQ, di mana status DEF hanya memperoleh 
        imbal jasa;
    c.  Saudara mohon penjelasan apakah ABC dapat melakukan pembayaran secara langsung ke 
        OPQ tanpa perlu memotong Pajak Penghasilan Pasal 23, karena jasa drilling tersebut dilakukan
        oleh OPQ.

2.  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983  tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah 
    diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000  (UU PPh), antara lain diatur sebagai berikut : 
    a.  Pasal 15, Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak 
        tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) 
        ditetapkan Menteri Keuangan. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa 
        ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak 
        tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan 
        asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan 
        dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah 
        ("build, operate, and transfer");
    b.  Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2, atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan 
        dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak 
        badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
        perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, 
        dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari 
        perkiraan penghasilan neto atas imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, 
        jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak 
        Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
    c.  Pasal 23 ayat (2), besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana 
        dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

3.  Sesuai dengan ketentuan Pasa 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 628/KMK.04/1991  tentang 
    Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Badan yang Melakukan Kegiatan 
    Usaha di Bidang Pengeboran Minyak Bumi dan Gas Bumi serta Angsuran Pajak Penghasilan dalam 
    Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri, antara lain diatur sebagai berikut : 
    a.  Ayat (1), penghasilan neto Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap dari kegiatan usaha pengeboran 
        minyak dan gas bumi dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Khusus sebesar 
        15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto;
    b.  Ayat (2), penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penghasilan bruto 
        dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi 
        yang bersangkutan;
    c.  Ayat (3), penghasilan neto Wajib Pajak Betnuk Usaha Tetap dari kegiatan usaha selain 
        pengeboran minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) 
        dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Udnang-Undang Pajak Penghasilan 1984.

4.  Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002  tentang Jenis Jasa Lain 
    dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-
    Undang Nomor 7 TAHUN 1983  tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
    Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 , antara lain diatur sebagai berikut : 
    a.  Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain selain jasa 
        konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang dibayarkan hanya atas pemberian 
        jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara 
        pemberian jasa dengan material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak;
    b.  Pasal 4, jenis jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa
        konstrksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983
        tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
        17 TAHUN 2000  adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II Keputusan Direktur
         Jenderal Pajak ini;
    c.  Lampiran II angka 2 huruf e dan huruf m, jenis jasa lain yang atas imbalannya dipotong Pajak
        Penghasilan Pasal 23 ayat (1) huruf c adalah jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang 
        penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap,
        dan jasa perantara. Perkiraan penghasilan neto dari kedua jasa tersebut adalah sebesar 40% 
        dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

5.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 
    a.  Sepanjang jasa pengeboran minyak (drilling) secara fisik benar dilakukan oleh OPQ, maka 
        atas pembayaran imbalan jasa pengeboran minyak (drilling) yang dibayarkan JOB ABC 
        kepada OPQ tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh ABC, akan tetapi 
        OPQ berkewajiban membayar angsuran Pajak Penghsilan Pasal 25 dan Pajak Penghasilan yang
        terutang pada akhir tahun berdasarkan Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto sebesar 
        15% (lima belas persen) dari jumlah bruto imbalan jasa pengeboran yang diterima atau 
        diperoleh;
    b.  Namun apabila jasa pengeboran minya (drilling) secara fisik dilakukan oleh PT PT, maka atas 
        pembayaran imbalan jasa pengeboran minyak (drilling) yang dibayarkan JOB ABC dikenakan
        pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh ABC;
    c.  Atas komisi/imbalan jasa perantara yang diterima atau diperoleh DEF dari OPQ dikenakan 
        pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 oleh OPQ sebesar 15% x 40% atau 6% (enam 
        persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

Demikian penegasan kami untuk dimaklumi.




Direktur,

ttd.

Herry Sumardjito
NIP 060061993


Tembusan :
1.  Direktur Jenderal Pajak; 
2.  Direktur Pajak Penghasilan; 
3.  Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus; 
4.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak Badan Orang Asing Satu; 
5.  Direktur JOB Pertamina - PetroChina East Java. 
peraturan/sdp/369pj.3122006.txt · Last modified: by 127.0.0.1