KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAVLING 40-42 JAKARTA 12190 KOTAK POS 124
TELEPON (021) 52970764; FAKSIMILI (021) 52970765; SITUS www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200
EMAIL [email protected] [email protected]
Nomor
Sifat
Hal
:
:
:
S-367/PJ/2017
Sangat Segera
Penegasan atas Pengungkapan Ketidakbenaran Perbuatan bagi Wajib Pajak Penerbit Faktur Pajak yang Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya.
8 November 2017
Yth.
Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
Seluruh Indonesia,
Dalam rangka memberikan keseragaman dalam penanganan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009** (Undang-Undang KUP) jo. Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor **74 TAHUN 2011** tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (PP 74/2011) bagi Wajib Pajak penerbit Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.
sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP jo. Pasal 7 ayat (1) PP 74/2011, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, yaitu:
a.
tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.
menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sepanjang mulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;
2.
dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) PP 74/2011 dijelasakan bahwa dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada angka 1, yang dilakukan karena kealpaan atau dengan sengaja, Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk mengungkapkan sendiri kesalahannya dan terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tidak akan dilakukan penyidikan;
3.
tata cara penyampaian pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor **74 TAHUN 2011**, pernyataan tertulis tersebut harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
a.
penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang dalam format Surat Pemberitahuan;
b.
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak; dan
c.
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen);
4.
Pasal 23 ayat (3) Peraturan Nomor **239/PMK.03/2014** tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan mengatur bahwa, termasuk Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang dapat dilakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang berkaitan dan berbarengan dengan tindak pidana tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
5.
berdasarkan hal-hal tersebut di atas, ditegaskan bahwa:
a.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dengan dugaan tindak pidana penerbitan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sepanjang tindak pidana penerbitan Faktur Pajak tersebut berkaitan dan berbarengan dengan tindak pidana tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara;
b.
pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan dengan pernyataan tertulis yang harus ditandatangani oleh PKP dan dilampiri dengan:
1)
penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang dalam format Surat Pemberitahuan;
2)
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak; dan
3)
Surat Setoran Pajak sebagai bukti pembayaran sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen);
c.
dalam hal tindak pidana penerbitan Faktur Pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya dilakukan oleh penerbit yang bukan merupakan PKP atau bukan yang seharusnya telah memenuhi ketentuan sebagai PKP sebagaimana dimaksud pada huruf b, maka penerbit Faktur Pajak tersebut tidak dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan, namun penerbit Faktur Pajak tersebut dapat meminta penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan untuk kepentingan penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 448 Undang-Undang KUP dalam hal sedang dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Demikian disampaikan untuk dapat dipergunakan sebagai panduan.
Direktur Jenderal, ttd. Ken Dwijugiasteadi NIP 19571108 198408 1 001 |
KP.: PJ.021/PJ.0201/2017