peraturan:sdp:330pj.521995
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 10 Maret 1995 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 330/PJ.52/1995 TENTANG PENJELASAN ATAS JENIS BARANG KENA PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 23 Februari 1995 perihal tersebut pada pokok surat, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut : 1. Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 antara lain menyatakan : "Jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah barang hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil kehutanan yang dipetik langsung, diambil langsung, atau disadap langsung dari sumbernya." 2. Pengertian dipetik langsung, diambil langsung, atau disadap langsung dari sumbernya dapat dilihat pada penjelasan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 yang berbunyi : "Barang hasil pertanian yang diambil langsung dari sumbernya, misalnya kacang hijau atau kacang tanah berkulit, baik yang baru dipanen dari ladang maupun yang kemudian diperdagangkan, adalah barang yang tidak dikenakan pajak. Apabila kacang hijau atau kacang tanah tersebut dikupas, maka bulir-bulir kacang hijau atau kacang tanah tersebut sudah merupakan Barang Kena Pajak, karena bukan lagi merupakan barang yang diambil langsung dari sumbernya." 3. Dari penjelasan Pasal 4 tersebut pada butir 2, diketahui bahwa barang hasil pertanian/perkebunan yang telah dikupas kulitnya diartikan sebagai barang yang bukan lagi merupakan barang yang diambil langsung dari sumbernya. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994. 4. Kelompok barang pertanian/perkebunan seperti ketumbar, lada, kacang tanah, kacang hijau, kopi biji, cokelat biji, biji mete yang disebutkan dalam surat Saudara semuanya sudah melalui proses pengupasan kulit, pencucian, pengeringan, sortiran, dan sebagainya sehingga bukan lagi merupakan barang yang diambil langsung dari sumbernya dan sudah merupakan Barang Kena Pajak. Sebagai Barang Kena Pajak, baik impor maupun penyerahan dalam negeri terutang Pajak Pertambahan Nilai. 5. Dapat saja terjadi bahwa sampai saat ini atas impor barang-barang tersebut tidak dikenakan PPN Impor, dikarenakan Nomor H.S-nya belum disesuaikan dengan ketentuan yang baru sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994. 6. Tapioca Starch/tepung tapioka tidak dapat disamakan dengan sagu sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994. Tapioca Starch/tepung tapioca berasal dari ubi kayu/singkong sedangkan sagu berasal dari bonggolan pohon enau. Tepung sagu H.S-nya adalah 1106.20.100 sedangkan tepung tapioka Nomor H.S-nya adalah 1106.20.200 dan merupakan Barang Kena Pajak, oleh karenanya atas impor dan atau penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL PAJAK DIREKTUR PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG LAINNYA ttd SAROYO ATMOSUDARMO
peraturan/sdp/330pj.521995.txt · Last modified: by 127.0.0.1