peraturan:sdp:317pj.3121999
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 07 Oktober 1999 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 317/PJ.312/1999 TENTANG PENGGUNAAN NILAI BUKU DALAM PENGGABUNGAN USAHA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 14 Juli 1999 perihal tersebut di atas, dengan ini dijelaskan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut, Saudara menanyakan hal-hal sebagai berikut : a. Apakah Wajib Pajak yang mengalihkan aset dan yang menerima pengalihan aset wajib diaudit oleh instansi pajak untuk mengetahui beban pajak mereka sebelum melakukan merger/ penggabungan ? b. Dalam Pasal 2 dan Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 422/KMK.04/1998 disebutkan bahwa Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku dalam rangka penggabungan usaha dan Wajib Pajak yang dimaksud adalah Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta. Pada butir 1 SE-35/PJ.42/1998 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam rangka pengalihan harta adalah Wajib Pajak yang mengalihkan harta. Pihak manakah yang sebenarnya dapat untuk menggunakan nilai buku ? c. Pasal Pasal 4 KMK Nomor : 469/KMK.04/1998 disebutkan bahwa Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha wajib mengajukan permohonan penggunaan nilai buku kepada Dirjen Pajak cg. Kepala Kanwil Ditjen Pajak setempat yang membawahi KPP dimana Wajib Pajak yang menerima pengalihan tersebut terdaftar. Pihak manakah yang berhak menggunakan nilai buku ? Apakah kedua-duanya ? d. Pada butir 4 SE-35/PJ.42/1998 tercantum ketentuan tentang kelengkapan permohonan Wajib Pajak. Siapakah yang dimaksud Wajib Pajak disini ? e. Apakah kolom 2 pada lampiran I nomor IV tentang Neraca Proforma SE-35/PJ.42/1998 harus diisi dengan nama dua perusahaan yang akan melakukan penggabungan usaha atau hanya nama perusahaan Wajib Pajak yang mengalihkan harta atau nama perusahaan yang menerima pengalihan harta dan pada kolom "setelah penggabungan usaha dengan nama PT ...", apakah berarti penggabungan aktiva dan pasiva dari kedua perusahaan tersebut, ataukah hanya salah satunya ? 2. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha sebagai pengganti SE-35/PJ.42/1998 tanggal 13 Nopember 1998 dan SE-12/PJ.42/1999 tanggal 19 Maret 1999, antara lain ditegaskan bahwa : a. Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam pengalihan harta menurut Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 422/KMK.04/1998 tanggal 9 September 1998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober 1998 adalah : i) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harga dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha; ii) Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha, yang akan "Go Public" dengan melakukan penawaran umum perdana (IPO) di bursa efek. b. Wajib Pajak sebagaimana huruf a wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut : i) mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal pajak; ii) sudah melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait, termasuk cabang/perwakilan yang terdaftar di KPP-KPP lokasi; iii) Laporan Keuangan Wajib Pajak khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta harus diaudit akuntan publik. c. Permohonan izin dimaksud diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar, selambat- lambatnya 6 (enam) bulan sesudah proses penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha dilakukan, yaitu : i) dalam hal penggabungan atau peleburan usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta; ii) dalam hal pemekaran usaha, dilakukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta. d. Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta tersebut harus mencatat nilai perolehannya sesuai dengan nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta. 3. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-30/PJ.42/1999 tanggal 21 Juli 1999 tentang Penegasan atas Laporan Keuangan Wajib Pajak yang harus diaudit oleh Akuntan Publik sehubungan dengan Pelaksanaan SE-21/PJ.42/1999 ditegaskan bahwa Laporan Keuangan Wajib Pajak khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta yang harus diaudit oleh akuntan publik adalah Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dan laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta. 4. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Laporan Keuangan Wajib Pajak khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta harus diaudit oleh akuntan publik baik Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta maupun Laporan Keuangan dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta; b. Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam rangka pengalihan harta adalah Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta, yaitu dengan mencatat nilai perolehannya sesuai dengan nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta; c. Wajib Pajak yang harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal penggabungan usaha adalah Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta; d. Bentuk formulir yang harus dipergunakan untuk pengajuan permohonan adalah sebagaimana lampiran Surat Edaran Jenderal Pajak Nomor : SE-21/PJ.42/1999 tanggal 26 Mei 1999. Data yang harus dicantumkan dalam Neraca Proforma adalah data seluruh perusahaan yang melakukan penggabungan usaha, baik sebelum maupun setelah digabung. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN ttd IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/317pj.3121999.txt · Last modified: 2023/02/05 18:09 by 127.0.0.1