peraturan:sdp:309pj.511991
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 02 Maret 1991 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 309/PJ.51/1991 TENTANG PPN ATAS PT. WAHANA WIRAWAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Dari Surat Saudara No. S-578/WPJ.04/1990 tanggal 29 Agustus 1990 perihal tersebut pada pokok surat, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 UU PPN 1984 yang kemudian ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.3/1985 tanggal 21 Januari 1985 (Seri PPN 22) dan No. SE-32/PJ.3/1985 tanggal 16 April 1985 (Seri PPN 45), maka Pengusaha yang dalam lingkungan usaha atau pekerjaannya, berdasarkan perjanjian dengan pabrikan atau importir, mempunyai hak atau kuasa memasarkan BKP yang dihasilkan atau diimpor oleh pabrikan atau importir tersebut, dikategorikan sebagai Agen Utama atau Penyalur Utama. 2. Dalam kasus yang Saudara kemukakan yang menyangkut PT. XYZ dan PT ABC, kedudukan PT. ABC yang sampai dengan bulan Nopember 1986 mendapat kuasa memasarkan mobil Nissan yang diimpor oleh PT. XYZ, dikategorikan sebagai Agen Utama.Karenanya, penyerahan mobil Nissan dari PT. XYZ kepada PT. ABC untuk dipasarkan adalah penyerahan BKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d angka (1) huruf a jo. Pasal 4 ayat (1) huruf a angka 4 Undang-undang PPN 1984 yang terutang PPN. 3. Penyerahan kendaraan bermotor dalam bentuk CKD dari PT. XYZ kepada PT. ABC untuk dirakit, bukan merupakan penyerahan kena pajak. Sebaliknya, penyerahan mobil hasil rakitan dari PT. ABC Kepada PT. XYZ adalah penyerahan Barang Kena Pajak berupa pengalihan hasil produksi dalam keadaan bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf d angka (1) huruf c Undang-undang PPN 1984. Dasar Pengenaan Pajaknya adalah Harga Jual berupa biaya perakitan yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh PT. ABC atas perakitan mobil. 4. Penunjukan PT. ABC sebagai distributor Nissan pada tanggal 1 Desember 1986 tidak mengubah status PT. ABC selaku Agen Utama atau Penyalur Utama. 5. Komposisi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan pada SPT Masa PPN masing-masing perusahaan tersebut adalah : 5.1. SPT Masa PPN PT. XYZ. a. Pajak Keluaran berasal dari : - PPN atas penyerahan mobil Nissan kepada PT. ABC; b. Pajak Masukan terdiri atas : - PPN atas impor kendaraan bermotor merek Nissan dalam keadaan CKD. - PPN yang dibayar atas biaya perakitan kepada PT ABC. - Lain-lain Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan usahanya kecuali Pajak Masukan yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984. 5.2. SPT Masa PPN PT. ABC. a. Pajak Keluaran berasal dari : - PPN atas penyerahan hasil rakitan kepada PT.XYZ. - PPN atas penyerahan mobil Nissan kepada Dealer/Konsumen. b. Pajak Masukan terdiri atas : - PPN yang dibayar pada saat menerima penyerahan mobil Nissan dari PT. XYZ untuk dipasarkan. - Lain-lain Pajak Masukan yang berhubungan dengan kegiatan usaha perakitan dan usaha sebagai agen utama, kecuali Pajak Masukan yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984. 6. Sejak PT. ABC ditunjuk sebagai Distributor Nissan pada bulan Desember 1986, keadaannya tidak berbeda dengan situasi sampai dengan bulan Nopember 1986, yaitu PT. ABC Wirawan berstatus sebagai Agen Utama/Penyalur Utama (PKP). Berdasarkan kesimpulan di atas, terhadap pertanyaan- pertanyaan yang Saudara kemukakan dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Apabila PT. XYZ akan melakukan pembetulan sendiri SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-undang No. 6 TAHUN 1983 tentang KUP, untuk menghindarkan tindakan penyidikan, PT. XYZ harus terlebih dahulu menyampaikan pernyataan tertulis mengenai pembetulan ini kepada Direktur Jenderal Pajak. Apabila dari pembetulan tersebut terdapat PPN yang kurang dibayar, maka kekurangan tersebut harus dibayar beserta denda administrasi sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar. Selanjutnya pembetulan SPT Masa harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN. Yang perlu diperhatikan adalah Pajak Masukan yang belum dikreditkan tetapi sudah dibebankan sebagai biaya perusahaan tidak dapat dikreditkan lagi. b. Dengan demikian, perhitungan PPN yang harus dibayar pada waktu pembetulan SPT Masa PPN dengan kemauan sendiri untuk menghindarkan penyidikan adalah : - Pokok Pajak dari penyerahan yang terutang PPN misal = 100 - Denda tidak membuat Faktur Pajak eks Pasal 13 ayat (8) UU PPN 1984 = 2% dari DPP = 20 - Denda administrasi eks Pasal 8 ayat (3) Undang-undang No. 6 TAHUN 1983 tentang KUP : 200% = 200 + ----- = 220 ----- PPN yang harus dibayar pada pembetulan SPT = 320 7. Bila PT. XYZ atau PT. ABC tidak memperbaiki SPT Masa PPN nya dengan kemauan sendiri, maka upaya yang harus ditempuh atas kasus ini adalah menerbitkan SKP yang untuk contoh di atas adalah : - Pokok Pajak dari penyerahan yang terutang PPN = 100 - Denda tidak membuat Faktur Pajak eks Pasal 13 (8) UU PPN 1984 = 2% x DPP = 20 - Sanksi administrasi berupa bunga eks Pasal 13 ayat (2) UU No. 6 Th. 1983 tentang KUP sebesar 2% x 24 bulan = 57,60 ------- + = 77,60 --------- + PPN yang harus dibayar = 177,60 dengan kemungkinan penyidikan perpajakan tetap dilanjutkan kecuali terbukti tidak ditemukan adanya permulaan tindak pidana perpajakan. Demikian penegasan kami untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. DIREKTUR JENDERAL PAJAK, ttd Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/sdp/309pj.511991.txt · Last modified: 2023/02/05 05:57 by 127.0.0.1