DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
19 Januari 2006
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S-29/PJ.312/2006
TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS SELISIH LEBIH REVALUASI AKTIVA TETAP ANAK PERUSAHAAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudari Nomor XXX tanggal XXX perihal tersebut di atas, dengan ini di sampaikan
hal-hal sebagai berikut :
1.
Dalam surat Saudari disampaikan hal-hal sebagai berikut :
a.
PT. ABC (ABC) adalah perusahaan yang bergerak dalam penerbitan surat kabar nasional di Indonesia. Dalam perkembangan usahanya, ABC mempunyai penyertaan saham pada 4 (empat) anak perusahaan yang bergerak dalam bisnis yang berbeda dengan ABC;
b.
Pada tahun pajak 2004, ABC dan anak-anak perusahaannya melakukan penilaian kembali aktiva tetap secara fiskal sehingga terdapat kenaikan selisih penilaian kembali aktiva tetap pada ABC dan pada anak-anak perusahaanya. Dalam neraca ABC, kenaikan selisih penilaian kembali aktiva tetap pada ABC dicatat pada perkiraan (account) “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap” dan kenaikan selisih penilaian kembali aktiva tetap pada anak perusahaan ABC dicatat pada perkiraan (account) “Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan”;
c.
Pencatatan kenaikan selisih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan pada perkiraan “Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan” adalah kewajiban ABC untuk memenuhi ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 40 tanggal 8 Desember 1997, sebagaimana dijelaskan dalam contoh 5 PSAK tersebut;
d.
Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan yang berasal dari Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap selanjutnya akan dikapitalisasi sebagai tambahan Modal Disetor;
e.
Sehubungan dengan penjelasan di atas, ABC mohon penjelasan dan penegasan mengenai implikasi perlakuan Pajak Penghasilan atas pencatatan tambahan Modal Disetor atau saham bonus dari kapitalisasi Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan yang berasal dari Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap.
2.
Berdasakan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor **17 TAHUN 2000**, antara lain diatur sebagai berikut :
a.
Pasal 4 ayat (1) huruf d, huruf g, dan huruf m, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk, apapun, termasuk keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi, serta selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa termasuk dalam pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
b.
Pasal 19 ayat (1), Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali akiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga;
c.
Pasal 19 ayat (2), atas selisih penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud apda ayat (1) diterapkan tarif pajak tersendiri dengan Keputusan Menteri Keuangan sepanjang tidak melebihi tarif pajak tertinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
3.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor **138 TAHUN 2000** tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, diatur bahwa dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
4.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor **486/KMK.03/2002** tentang Penilaian Kembali AKtiva Tetap Perusahaan untuk Tujuan Perpajakan, antara lain diatur sebagai berikut :
a.
Pasal 1 ayat (1), Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) yang selanjutnya disebut Perusahaan, dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali;
b.
Pasal 9 ayat (1), selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksu dalam Pasal 5 ayat (1) harus dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal ….”;
c.
Pasal 9 ayat (2), pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali secara fiskal tersebut dalam Pasal 5 ayat (1), bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor **138 TAHUN 2000**;
d.
Pasal 9 ayat (3), dalam hal selisih lebih penilaian kembali secara fiskal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) lebih besar daripada selisih lebih penilaian kembali secara komersial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa penyetoran yang bukan merupakan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), hanya sampai dengan sebesar selisih penilaian kembali secara komersial.
5.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor **KEP - 519/PJ./2002** tentang Tata Cara dan Prosedur Pelaksanaan Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahan untuk Tujuan Perpajakan, antara lain diatur bahwa Wajib Pajak yang melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan wajib mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar (KPP domisili), paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap.
6.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
a.
Pencatatan “Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan” yang berasal dari “Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap” merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhi ketentuan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 40;
b.
Dalam hal ABC dan anak-anak perusahaannya melakukan penilaian kembali aktiva (revaluasi aktiva) untuk tujuan perpajakan maka harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam butir2, butir 4, dan butir 5 di atas. Dalam hal terdapat selisih lebih karena penilaian kembali aktiva maka selisih tersebut merupakan Objek Pajak. Dalam peraturan perpajakan, anak perusahaan merupakan entitas sendiri yang terpisah dari induk perusahaan sehingga penghasilan/keuntungan anak perusahaan dicatat dalam laporan keuangan masing-masing. Dalam hal selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap anak perusahaan yang dilakukan untuk tujuan perpajakan selanjutnyua dikapitalisasi sebagai tambahan modal disetor, maka selisih lebih tersebut merupakan saham bonus kepada pemegang saham sebesar persentase penyetoran pada anak perusahaan. Sepanjang pemberian saham bonus atau tambahan modal tanpa penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap tersebut tidak melebihi selisih lebih revaluasi secara fiskal, maka pemberian saham bonus tersebut bukan merupakan Objek Pajak atau pembayaran dividen berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan jo Pasal 1 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor **138 TAHUN 2000**. Dengan demikian, saham bonus atau tambahan modal yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap anak perusahaan secara fiskal bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan atau pembayaran dividen bagi pemegang saham;
c.
Dalam hal di kemudian hari saham mengalihkan/menjual sahamnya, maka keuntungan (capital gain) atau penghasilan yang diterima oleh pemegang saham atas penjualan atau pengalihan saham bonus tersebut kepada pihak ketiga merupakan Objek Pajak Penghasilan yang harus diakui pemegang saham pada tahun pajak saham bonus tersebut dialihkan atau dijual.
Demikian untuk dimaklumi.
Direktur,
ttd.
Herry Sumardjito
NIP 060061993
Tembusan :
1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Direktur Pajak Penghasilan