peraturan:sdp:299pj.3132004
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 7 April 2004 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 299/PJ.313/2004 TENTANG PERLAKUAN PPh PASAL 26 ATAS ROYALTI DAN JASA TEKNIK DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 13 Nopember 2003 perihal perlakuan tarif PPh Pasal 26 atas jasa teknik, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan permasalahan bahwa: a. PT ABC adalah perusahaan PMA Jepang yang melakukan perjanjian kerja sama teknik (Technical Collaboration Agreement) dengan XYZ; b. Dalam perjanjian yang ditandatangani tanggal 1 Nopember 1992 tersebut, antara lain diperjanjikan bahwa: - PT ABC menerima dan XYZ memberi bantuan teknis dan lisensi untuk memproduksi dan menjual bahan-bahan kimia untuk pembuatan tekstil, dengan syarat-syarat dan kondisi tertentu; - Bantuan teknis dan lisensi yang diberikan berupa lisensi penggunaan hak paten, merek dagang, know how, dan informasi teknis menyangkut produk bahan-bahan kimia yang akan diproduksi dan dijual, serta bahan baku atau bahan penolong dan pelatihan karyawan PT ABC dalam rangka pembuatan produk dimaksud; - Sebagai imbalan atas pemberian bantuan teknis dan lisensi tersebut di atas, PT ABC akan membayar sejumlah royalti selama jangka waktu tertentu serta imbalan lainnya, termasuk membayar biaya-biaya pelatihan karyawan sebagaimana ditentukan dalam Lampiran A Perjanjian; c. Saudara menanyakan apakah atas jasa teknik yang Saudara lakukan tersebut dikenakan Pemotongan PPh Pasal 26 dan berapa besarnya tarif PPh Pasal 26 tersebut. 2. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (UU PPh), antara lain diatur bahwa atas imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. 3. Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dengan Jepang antara lain diatur: a. Pasal 12 ayat (1): Royalti yang berasal dari suatu Negara dan dibayarkan kepada penduduk Negara lainnya, dikenakan pajak di Negara lainnya itu. b. Pasal 12 ayat (2): Namun demikian, royalti tersebut dapat juga dikenakan pajak di Negara dimana royalti itu berasal, sesuai dengan perundang-undangan Negara itu, tetapi apabila si penerima adalah pemilik royalti yang menikmatinya, pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10 persen dari jumlah kotor royalti. c. Pasal 12 ayat (3): Istilah "royalti" yang digunakan dalam Pasal ini berarti segala bentuk pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, atau hak menggunakan setiap hak cipta kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah termasuk film-sinematografi dan film atau pita-pita untuk siaran radio atau televisi, paten, merek dagang, pola atau model, rencana, rumus rahasia atau pengolahan, atau penggunaan atau hak menggunakan perlengkapan- perlengkapan industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan. d. Pasal 12 ayat (6): Apabila karena adanya suatu hubungan istimewa antara pembayar dan penerima royalty atau antara keduanya dengan pihak ketiga maka jumlah royalty, dengan memperhatikan penggunaan, hak dan keterangan untuk mana royalty itu dibayar melebihi jumlah yang seharusnya disepakati oleh pembayar dan penerima seandainya tidak terdapat hubungan istimewa, maka ketentuan-ketentuan pasal ini hanya akan berlaku terhadap jumlah yang disebut terakhir. Dalam hal demikian, jumlah pembayaran selebihnya tetap dikenakan pajak menurut perundang-undangan masing-masing Negara dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain dalam persetujuan ini. e. Pasal 15 ayat (1): Gaji, upah dan balas jasa lainnya yang serupa yang diterima oleh seorang penduduk dari suatu Negara berkenaan dengan pekerjaan dalam hubungan perburuhan hanya akan dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika pekerjaan itu dilakukan di negara lain, jika demikian, maka balas jasa yang diterima dari pekerjaan itu dikenakan pajak di Negara lain itu. f. Pasal 15 ayat (2): Balas jasa yang diperoleh seorang penduduk di suatu Negara dari pekerjaan yang dilakukan di Negara lain, hanya akan dikenakan pajak di Negara yang disebut pertama, jika: 1) Si penerima berada di Negara lain itu selama suatu masa atau masa-masa yang jumlahnya tidak melebihi 183 hari dalam suatu tahun takwim; dan 2) Balas jasa dibayar oleh atau atas nama majikan yang bukan merupakan penduduk Negara lainnya itu; dan 3) Balas jasa tidak menjadi beban suatu pendirian tetap atau tempat tertentu yang dimiliki oleh majikan di Negara lainnya itu. 4. Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-08/PJ.222/1984 tentang Jasa Teknik dan Jasa Manajemen Menurut Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-undang PPh ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan jasa teknik ialah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu pengetahuan yang dapat meliputi: a. Untuk suatu proyek tertentu. Dalam proyek tertentu ini jasa teknik pada umumnya hanya diberikan sekali saja misalnya membangun gedung pabrik diperlukan penelitian misalnya berupa: 1. penelitian jenis tanah tempat bangunan itu akan didirikan; 2. pembuatan desain bangunan; 3. pengawasan pelaksanaan bangunan itu. b. Untuk membuat suatu jenis produk tertentu. Dalam membuat produk tertentu ini jasa teknik dapat diberikan lebih dari sekali. Jasa teknik ini diberikan secara terus menerus dalam rangka membuat produksi tertentu. Jasa teknik yang diberikan terus menerus ini dapat berupa pemberian: 1. Informasi teknik dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan- perhitungan dan sebagainya; 2. bantuan berupa petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh pegawai dari pemberi jasa tehnik, dan 3. latihan atas para petugas dari pemakai jasa. Namun ada kalanya jasa teknik untuk pembuatan suatu jenis produk tertentu dapat pula diberikan sekali saja, misalnya kemacetan mesin, yang mengakibatkan produksi tidak bisa terlaksana sebagaimana mestinya. 5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dapat diberikan penegasan bahwa: a. Pembayaran yang dilakukan oleh PT. ABC kepada XYZ, japan sehubungan dengan lisensi penggunaan hak paten, merk dagang, know-how, dan informasi teknis dalam rangka memproduksi dan menjual bahan-bahan kimia untuk keperluan pembuatan produk tekstil adalah termasuk pembayaran royalti sebagaimana diatur dalam Pasal 12 P3B Indonesia- Jepang. Atas pembayaran royalti tersebut terutang PPh Pasal 26 sebesar 10% dari jumlah bruto; b. Dalam hal jumlah pembayaran royalti seperti pada huruf a di atas, karena adanya hubungan istimewa antara PT ABC dengan XYZ, japan melebihi jumlah yang telah disepakati di antara keduanya apabila hubungan istimewa tersebut tidak ada, maka sebesar kelebihan pembayaran tersebut terutang PPh Pasal 26 sebesar 20%; c. Dalam hal pemberian pelatihan oleh XYZ, dilakukan dengan pengiriman karyawan PT ABC ke Jepang, maka atas pembayaran gaji dan imbalan lainnya berupa uang (selain biaya perjalanan dan akomodasi) oleh PT ABC kepada karyawan Indonesia yang dikirim ke Jepang untuk mengikuti pelatihan, terutang PPh Pasal 21 di Indonesia sepanjang: - keberadaan karyawan tersebut tidak melebihi 183 hari; dan - gaji atau imbalan tersebut dibayar oleh atau atas nama PT ABC, dan - gaji atau imbalan tersebut tidak menjadi beban bentuk usaha tetap (BUT) dari PT ABC di Jepang; d. Dalam hal pemberian pelatihan oleh XYZ, dilakukan dengan pengiriman karyawan XYZ, ke Indonesia, maka atas pembayaran gaji dan imbalan lainnya berupa uang (selain biaya perjalanan dan akomodasi) oleh XYZ, kepada karyawan Jepang yang dikirim ke Indonesia untuk memberikan pelatihan, terutang PPh Pasal 21 di Indonesia sepanjang: - keberadaan karyawan tersebut melebihi 183 hari, dan; - gaji atau imbalan tersebut tidak dibayar oleh atau atas nama XYZ, dan - gaji atau imbalan tersebut tidak menjadi beban bentuk Usaha tetap (BUT) dari XYZ. Demikian penegasan kami agar Saudara maklum. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR, ttd SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO
peraturan/sdp/299pj.3132004.txt · Last modified: by 127.0.0.1