User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:290pj.3131998
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            27 Nopember 1998

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 290/PJ.313/1998

                            TENTANG

        SAAT TERUTANG PPh PASAL 26 ATAS ROYALTI DAN PPN JASA LUAR NEGERI

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara tanpa nomor tanggal 6 Oktober 1998 sebagaimana tersebut di atas,
dengan ini dijelaskan sebagai berikut :

1.  Dalam surat Saudara menjelaskan beberapa hal sebagai berikut :
    a.  Perusahaan Saudara adalah Perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing) 99% yang bahan
        baku dan barang jadinya diimpor dari perusahaan induk yang berkedudukan di Amerika. 
        Untuk itu Perusahaan Saudara harus membayar royalti berdasarkan hasil penjualan.

    b.  Pembebanan biaya royalty kepada perusahaan induk dilakukan setiap bulan (secara accrual 
        basis) sedangkan pembayarannya dilakukan perkuartal setelah perusahaan induk 
        mengevaluasi dan mengirimkan tagihan berupa invoice.

    c.  Saudara menanyakan :
        -   Kapankah PPh pasal 26 dipotong/terutang dan disetorkan ?
        -   Kapan PPN jasa luar negerinya terutang ?

2.  Pajak Penghasilan

    2.1.    Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-16/PJ.22/1987 tanggal 
        21 April 1987, pengertian dibayarkan atau terhutang dikaitkan dengan metode pembukuan 
        pihak pemotong pajak, apakah menggunakan metode cash basis atau accrual basis. Apabila 
        pembukuan Pemotong Pajak menggunakan metode accrual basis, maka royalti itu telah 
        dibebankan sebagai biaya, apabila telah menjadi kewajiban meskipun belum dibayar/dilunasi 
        (apabila dilihat dari pihak yang mendapatkan penghasilan royalti yang juga menggunakan 
        pencatatan dengan metode accrual basis, royalti tersebut telah menjadi penghasilan, karena 
        telah menjadi haknya).

        Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 
        606/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo 
        Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, 
        Penyetoran dan Pelaporan Pajak Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran 
        Pajak; Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 26 
        Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah 
        terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994, harus disetor selambat-lambatnya 
        tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

    2.2.    Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 
        606/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994, Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo 
        Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, 
        Penyetoran dan Pelaporan Pajak Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran 
        Pajak; Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak 
        sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan, Pajak 
        Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sebagaimana dimaksud dalam 
        Pasal 1 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diwajibkan menyampaikan Surat 
        Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah masa pajak berakhir.

    2.3.    Berdasarkan uraian di atas dengan ini ditegaskan, karena perusahaan Saudara melakukan 
        pencatatan biaya royalti secara accrual basis, maka pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan pada 
        akhir bulan pembebanan royalti sebagai biaya. Selanjutnya perusahaan Saudara 
        berkewajiban untuk menyetorkan PPh Pasal 26 atas Royalti tersebut selambat-lambatnya 
        tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak dan 
        menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah masa pajak berakhir.

3.  Pajak Pertambahan Nilai

    3.1.    Sesuai dengan Pasal 11 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak 
        Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
        sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, saat terutangnya 
        pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak dari luar 
        Daerah Pabean terjadi pada saat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak 
        tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean.

    3.2.    Sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 597/KMK.04/1994 
        tanggal 21 Desember 1994 tentang Saat Dimulainya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak 
        Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, Penghitungan, Serta Tatacara 
        Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya Jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor 
        SE-08/PJ.5/1995 tanggal 17 Maret 1995, saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak 
        tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui 
        terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa dibawah ini :
        a.  saat Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata 
            digunakan oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau 
            Jasa Kena Pajak tersebut;
        b.  saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak 
            dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak 
            berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut;
        c.  saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud atau penggantian Jasa Kena Pajak 
            ditagih oleh pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa 
            Kena Pajak tersebut;
        d.  saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak 
            dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena 
            Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut.

    3.3.    Sesuai dengan penjelasan Saudara bahwa pencatatan biaya dilakukan secara acrual basis 
        dan dilakukan setiap bulan maka demikian pula pencatatan pembayaran jasa pemanfaatan 
        Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean berupa 
        royalti yang menjadi obyek pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

    3.4.    Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas dengan ini ditegaskan bahwa saat terutangnya 
        Pajak Pertambahan Nilai atas royalti yang Saudara bayarkan adalah pada akhir bulan setelah 
        pemberian royalti tersebut dibukukan sebagai biaya perusahaan.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/290pj.3131998.txt · Last modified: 2023/02/05 18:09 by 127.0.0.1