User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:28pj.3221999
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               13 Februari 1999

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                         NOMOR S - 28/PJ.322/1999

                            TENTANG

         TERUTANGNYA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KONTRAK PEKERJAAN 
                  DENGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX tanggal 6 Nopember 1998 perihal seperti tersebut pada 
pokok surat, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Saudara memohon penjelasan tentang terutangnya Pajak Pertambahan Nilai 
    atas Kontrak pekerjaan dengan Badan Usaha Milik Negara. Sebelumnya Saudara mengirim surat 
    Nomor : 053/SK.KRN/VIII/S/1998 tanggal 14 Agustus 1998, perihal yang sama dan telah dijawab oleh 
    Direktur Peraturan Perpajakan dengan surat Nomor : S-259/PJ.32/1998 tanggal 28 Oktober 1998, 
    namun Saudara tidak sependapat karena jawaban tersebut tidak memperhatikan Keppres Nomor 56 
    Tahun 1988, sehingga Saudara memohon penjelasan kembali.

2.  Sesuai ketentuan dalam Pasal 16 A ayat (1) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak 
    Pertambahan Nilai barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah 
    diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994, Pajak yang terutang atas penyerahan Barang 
    Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, 
    dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. Meskipun demikian, 
    Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau melakukan penyerahan 
    Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tetap berkewajiban untuk melaporkan 
    pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

3.  Sesuai Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 56 TAHUN 1988, Kantor Perbendaharaan Negara, 
    Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Tingkat I maupun Tingkat II, Pertamina, 
    Kontraktor-kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak karya di bidang Minyak dan Gas Bumi dan 
    Pertambangan Umum lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, Bank Pemerintah, dan Bank 
    Pembangunan Daerah, ditetapkan sebagai pemungut dan penyetor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena pajak yang melakukan penyerahan 
    Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

4.  Dalam butir II huruf a dan huruf b Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 
    1289/KMK.04/1988 tanggal 23 Desember 1988, tata cara pemungutan dan penyetoran, PKP rekanan 
    Badan-badan tertentu membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada 
    Badan-badan tertentu, baik untuk pembayaran sebagian maupun seluruhnya dan SSP dimaksud diisi 
    dengan membubuhkan NPWP serta identitas rekanan yang bersangkutan tetapi penandatanganan SSP 
    dilakukan oleh Badan-badan tertentu sebagai penyetor atas nama rekanan.

5.  Sesuai Pasal 3A ayat (1) Undang-undang PPN, Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, huruf c, atau huruf f, wajib mempunyai Nomor Pengukuhan 
    Pengusaha Kena Pajak, memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.

6.  Sesuai Pasal 3 ayat (3) huruf a) Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 Tentang Perubahan Atas 
    Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, batas 
    waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Masa adalah selambat-lambatnya dua puluh hari setelah 
    akhir Masa Pajak.

7.  Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 73 TAHUN 1996 jo Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 
    704/KMK.04/1996 tanggal 30 Desember 1996 dan penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal 
    Pajak Nomor : SE-42/PJ.4/1996 tanggal 31 Desember 1996 :
    a.  atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan jasa konsultan dikenakan PPh yang 
        bersifat final, maka Wajib Pajak yang semata-mata bergerak dibidang usaha jasa konstruksi 
        dan jasa konsultan tidak lagi diwajibkan menyetor PPh pasal 25.
    b.  yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak semata-mata berupa imbalan jasa 
        konstruksi dan/atau jasa konsultan wajib melakukan pembukuan secara terpisah. Penghasilan 
        yang telah dikenakan PPh secara final tidak perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

8.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini dijelaskan bahwa :
    a.  Sesuai dengan penjelasan dalam surat kami terdahulu Nomor : S-259/PJ.32/1998 tanggal 
        28 Oktober 1998, mengingat jasa pemborong seluruhnya telah diserahkan kepada Pertamina, 
        maka PPN terutang pada saat penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut dilakukan, meskipun 
        pembayaran lunas jasa pemborongan tersebut belum diterima oleh PT Kinanti Regulonuri. 
        Oleh karena itu Saudara wajib membuat Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) atas 
        seluruh nilai proyek sesuai yang diminta oleh Pertamina.

    b.  Pelaporan-pelaporan SPT Masa PPN ataupun SPT Akhir PPh Badan adalah sebagai berikut :
        b.1.    Tata cara pelaporan SPT Masa PPN, Saudara wajib melaporkan Faktur Pajak yang 
            Saudara buat tersebut pada bulan/masa diterbitkannya Faktur Pajak melalui SPT 
            Masa PPN selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir.
        b.2.    Tata cara pelaporan SPT Akhir PPh Badan, apabila Saudara semata-mata bergerak 
            dibidang usaha jasa konstruksi dan jasa konsultan tidak lagi diwajibkan menyetor 
            PPh Pasal 25, dan apabila Saudara menerima atau memperoleh penghasilan tidak 
            semata-mata berupa imbalan jasa konstruksi dan/atau jasa konsultan wajib 
            melakukan pembukuan secara terpisah. Penghasilan yang telah dikenakan PPh 
            secara final tidak perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

    c.  Mengenai pendapat Saudara bahwa surat kami terdahulu tidak memperhatikan Keppres 
        Nomor 56 TAHUN 1988, dengan ini ditegaskan bahwa Keppres tersebut hanya menetapkan 
        tentang penunjukan Badan-badan tertentu dan Bendaharawan untuk memungut dan m
        menyetor Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Sedangkan 
        ketentuan-ketentuan yang mengatur tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak-
        pajak PKP rekanan yang dilimpahkan kepada Badan-badan tertentu diatur sesuai ketentuan-
        ketentuan pada butir 2 dan 4 sebagaimana tersebut di atas.

Demikian untuk dimaklumi.




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN

ttd

IGN MAYUN WINANGUN
peraturan/sdp/28pj.3221999.txt · Last modified: 2023/02/05 18:16 by 127.0.0.1