User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:282pj.3232006
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                    19 April 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 282/PJ.323/2006

                             TENTANG

                       PERLAKUAN PPN DAN PPh ATAS KEGIATAN JASA KONSTRUKSI
                    MELALUI HIBAH ABC YANG DILAKUKAN XXX

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxx tanggal xxx perihal tersebut di atas, dengan ini kami sampaikan 
hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut pada intinya dkemukakan hal-hal sebagai berikut : 
    a.  DEF dikontrak oleh ABC Indonesia dibawah perjanjian Nomor xxx dalam Strategic Objective 
        Grant Agreement (SOAG) dengan Pemerintah Indonesia dalam hal ini Badan Rehabilitasi dan 
        Rekonstruksi Aceh (BRR) untuk membantu proses pemulihan tsunami dalam rekonstruksi jalan
        sepanjang 240 km antara Banda Aceh dan Meulaboh.
    b.  Dalam perjanjian yang telah disetujui oleh penerima hibah tersebut disebutkan bahwa setiap 
        kontraktor, subkontraktor, pemberi bantuan dan sub pemberi bantuan ataupun organisasi 
        lainnya dibiayai pegawai-pegawai mereka kecuali penduduk Indonesia yang melaksanakan 
        tugas-tugas yang dibiayai oleh ABC dibawah persetujuan ini dibebaskan dari pengenaan 
        pajak-pajak termasuk dan tidak terbatas pada bea masuk, tarif pajak impor, pajak 
        penghasilan dan pajak pertambahan nilai sehubungan dengan pembangunan proyek tersebut 
        di atas.
    c.  Disamping yang telah disebutkan diatas juga atas pembelian barang-barang baik lokal maupun 
        impor oleh ABC dan mitra pelaksananya (termasuk kontraktor nasional, kontraktor non 
        nasional, sub kontraktor dan sub penerima hadiah) yang dibiayai dalam rangka perjanjian ini, 
        dibebaskan dari pengenaan pajak termasuk pajak pertambahan nilai.
    d.  Dalam hal ABC dan mitra-mitra pelaksanaannya dibebani pajak atas barang-barangnya 
        sebagaimana tercantum dalam section 6.5. (a), (b) dan section B4 dari standard provision, 
        maka penerima hibah dan kemitraan yang bersangkutan akan mengembalikan dengan cara 
        dan waktu singkat kepada ABC atau semua pajak yang telah dipungut oleh Pemerintah 
        Indonesia akan dikenakan "witholding penalty".
    e.  Berdasarkan hal-hal tersebut diatas DEF mengajukan permohonan pembebasan pajak 
        berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995, Peraturan Pemerintah Nomor 19 
        Tahun 1957, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1957, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
        611/KMK.04/1994 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000.

2.  Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Amandemen 
    Keempat Tahun 2002, antara lain diatur sebagai berikut :
    a.  Pasal 11 ayat (2), Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang 
        menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan 
        beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-
        undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
    b.  Pasal 23A, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur 
        dengan undang-undang.

3.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, antara lain 
    diatur sebagai berikut :
    a.  Pasal 10, pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-jundang apabila 
        berkenaan dengan :
            1)  Huruf a, masalah politik, perdamaian, peratahanan, dan keamanan negara;
            2)  Huruf b, perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia;
            3)  Huruf c, kedaulatan atau hak berdaulat negara;
            4)  Huruf d, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
            5)  huruf e, pembentukan kaidah hukum baru;
            6)  Huruf f, pinjaman dan/atau hibah luar negeri;
    b.  Pasal 11 ayat (1), pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dilakukan dengan keputusan presiden;
    c.  Pasal 11 ayat (2), Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap keputusan 
        presiden yang mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada Dewan Perwakilan Rakyat 
        untuk dievaluasi.

4.  Ketentuan Pajak Penghasilan.
    1.  Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
        telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur 
        sebagai berikut :
        a.  Pasal 1, Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atak penghasilan yang 
            diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak;
        b.  Pasal 2 ayat (2) huruf a angka 1, huruf b, dan huruf c, yang menjadi Subjek Pajak 
            adalah orang pribadi, badan, dan bentuk usaha tetap;
        c.  Pasal 2 ayat (5) huruf c, yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk 
            usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia
            atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam 
            jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak 
            bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan 
            kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa kantor perwakilan;
        d.  Pasal 3, tidak termasuk Subjek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
                1)  Huruf c, organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan 
                Menteri Keuangan, dengan syarat :
                        i.  Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
                        ii. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh 
                    penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada 
                    pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
                2)  Huruf d, pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan 
                dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara 
                Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain 
                untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
        e.  Pasal 4 ayat (1) huruf c, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap 
            tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik 
            yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk 
            konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan 
            nama dan dalam bentuk apapun, termasuk laba usaha;
        f.  Pasal 4 ayat (3) huruf a, yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah :
                1)  bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat 
                atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan 
                para penerima zakat yang berhak;
                2)  harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan 
                lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau 
                badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh 
                Menteri Keuangan;
                sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau 
            penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
        g.  Pasal 5 ayat (1), yang menjadi Objek Pajak bentuk usaha tetap adalah :
                1)  Huruf a, penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut 
                dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai;
                2)  Huruf b, penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang,
                atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau 
                yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia;
                3)  penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau 
                diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk 
                usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan 
                dimaksud;
        h.  Pasal 21 ayat (1) huruf a dan huruf d, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak 
            atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama 
            dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi 
            dalam negeri, wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, 
            honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan 
            pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai dan badan yang 
            membayar honodarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan 
            jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas;
        i.  Pasal 21 ayat (2), tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan 
            pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
            huruf a adalah badan perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3;
        j.  Pasal 22 ayat (1), Menteri Keuangan dapat menetapkan bendaharawan pemerintah 
            untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, 
            dan badan-badan tertentu untuk memugut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan 
            kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
        k.  Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2), atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan 
            nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan 
            pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk 
            usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak 
            dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib 
            membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas 
            imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa 
            konsultan, dan jasa lain selain jasa yang dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana 
            dimaksud dalam Pasal 21;
        l.  Pasal 26 ayat (1) huruf d, atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan 
            dalam bentuk apapun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, 
            Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau 
            perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain 
            bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh peren) dari 
            jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan imbalan sehubungan dengan jasa,
            pekerjaan, dan kegiatan.
        m.  Pasal 32A, Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah 
            negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan 
            pajak.
            Dalam memori penjelasannya antara lain dijelaskan bahwa dalam rangka peningkatan 
            hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat 
            hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari 
            masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan 
            pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak;
        n.  Pasal 33A ayat (4), Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan di 
            bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan 
            lainnya berdasarkan kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama 
            pengusahaan pertambangan yang masih berlaku pada saat berlakunya Undang-
            undang ini, pajaknya dihitung berdasarkan ketentuan dalam kontrak bagi hasil, 
            kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan tersebut 
            sampai dengan berakhirnya kontrak atau perjanjian kerjasama dimaksud.

    2.  Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 TAHUN 1994 tentang Pembayaran Pajak 
        Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 
        sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 TAHUN 1999, 
        antara lain diatur sebagai berikut : 
        a.  Pasal 1 ayat (2), pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana 
            dimaksud pada ayat (1) adalah :
                1)  Huruf a, penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan 
                hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan 
                pihak lain selain pemerintah;
                2)  Huruf b, penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, atau 
                cara lain yang disepakati dengan pemerintah guna pelaksanaan pembangunan,
                termasuk pembangunan untuk kepentingan umu yang tidak memerlukan 
                persyaratan khusus;
        b.  Pasal 4 ayat (1), besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
            ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai 
            pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
        c.  Pasal 4 ayat (2) huruf a, nilai pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
            adalah nilai yang tertinggi antara nilai berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai 
            Jual Objek Pajak tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana 
            dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan 
            Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1994,
            kecuali dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan 
            keputusan pejabat yang bersangkutan;
        d.  Pasal 4 ayat (3), Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah 
            Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan 
            Bangunan tahun yang bersangkutan, atau dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak 
            Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Menurut Surat Pemberitahuan
            pajak Terutang tahun pajak sebelumnya;
        e.  Pasal 5, dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak Penghasilan 
            sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) adalah :
                1)  Huruf a, orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari 
                pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam 
                Pasal 1 ayat (2) huruf a dan huruf b yang jumlah brutonya kurang dari 
                Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah 
                yang dipecah-pecah;
                2)  Huruf c, orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau 
                bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah
                dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau 
                badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi 
                yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada 
                hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
                pihak-pihak yang bersangkutan.
        f.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2005 tentang 
            Peran Serta Lembaga/Perorangan Asing dalam Rangka Hibah untuk Rehabilitasi dan 
            Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
            dan Kepualuan Nias Provinsi Sumatera Utara, antara lain diatur sebagai berikut :
            -   Ayat (1) huruf c, dalam pelaksanaan programnya, Lembaga/Perorangan Asing 
                dapat memperoleh kemudahan fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan
            -   Ayat (2), pemberian kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 
                dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        g.  Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tentang 
            Organisasi-Organisasi Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi yang Tidak 
            Termasuk sebagai Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir 
            dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 601/KMK.03/2005, DEF tidak tercantum 
            dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan tersebut sebagai organisasi 
            internasional yang bukan Subjek Pajak Penghasilan.
        h.  Sesuai dengan ketetnuan Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 3) Keputusan Menteri 
            Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001, tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan 
            Pasal 22, Sifat, dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya 
            sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
            236/KMK.03/2003, diatur bahwa dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan 
            Pasal 22 adalah impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau 
            Pajak Pertambahan Nilai barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal,
            sosial, atau kebudayaan.
        i.  Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 609/PMK.03/2004 
            tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan Kemanusiaan Bencana Alam di 
            Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, diatur bahwa sumbangan yang 
            diberikan oleh Wajib Pajak dalam rangka bantuan kemanusiaan bencana alam di 
            Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang terjadi pada bulan Desember 
            2004 dapat dibiayakan.
        j.  Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.03/2005 tentang 
            Persyaratan Sumbangan serta Tata Cara Pendaftaran dan Pelaporan oleh Penampung,
            Penyalur, dan/atau Pengelola Sumbangan dalam Rangka Bantuan Kemanusiaan 
            Bencana Alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, antara lain diatur 
            sebagai berikut :
            -   pasal 1 ayat (1), sumbangan yang diberikan oleh Wajib Pajak sebagaimana 
                dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 609/PMK.03/2004 
                tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Bantuan Kemanusiaan Bencana 
                Alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, diatur bahwa 
                sumbangan yang diberikan oleh Wajib Pajak dalam rangka bantuan 
                kemanusiaan bencana alam di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera 
                Utara yang terjadi pada bulan Desember 2004 dapat dibiayakan melalui 
                penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunnan Pajak Penghasilan tahun pajak 
                yang bersangkutan;
            -   Pasal 2 ayat (1), sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) 
                harus ditampung, disalurkan, dan/atau dikelola oleh instansi pemerintah 
                antara lain Kantor Wakil Presiden, Kantor Menteri Koordinator Bidang 
                Kesejahteraan Rakyat, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, dan 
                Departemen Keuangan, serta pihak-pihak lain yang dapat 
                dipertanggungjawabkan keberadaannya, termasuk Palang Merah Indonesia, 
                media massa cetak dan elektronik, dan organisasi sosial dan/atau 
                keagamaan;
            -   Pasal 3 ayat (1), instansi pemerintah atau pihak-pihak lain sebagaimana 
                dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus mendaftarkan diri sebagai 
                penampung, penyalur, dan/atau pengelola sumbangan kepada Kantor Pusat 
                Direktorat Jenderal Pajak;
            -   Pasal 3 ayat (3), pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima 
                paling lambat tanggal 31 Maret 2005;
        k.  Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002  tentang Jenis Jasa 
            Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)
            Huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana 
            telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, antara lain diatur
            sebagai berikut :
            -   Pasal 1 ayat (1), dalam Keputusan ini, yang dimaksud dengan jumlah imbalan 
                bruto khusus untuk jasa konstruksi dan jasa catrering adalah jumlah imbalan 
                yang dibayarkan seluruhnya, termasuk atas pemberian jasa dan pengadaan 
                material/barangnya;
            -   Pasal 1 ayat (2), yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto untuk jasa lain 
                selain jasa konstruksi dan jasa catering adalah jumlah imbalan yang 
                dibayarkan hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam 
                kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa dengan 
                material/barang akan dikenakan atas seluruh nilai kontrak;
            -   Pasal 2 huruf b, penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan 
                dengan penggunaan harta, dan imbalan jasa yang dipotong Pajak Penghasilan 
                Pasal 23 sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto 
                adalah imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa 
                konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
                23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak 
                Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang 
                Nomor 17 TAHUN 2000, yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri atau 
                bentuk usaha tetap, selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21;
            -   Pasal 4, jenis jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas jasa teknik, jasa 
                manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain sebagaimana 
                dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 
                1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
                Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 adalah sebagaimana dimaksud dalam 
                Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.
                Dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak tersebut, antara lain 
                diatur sebagai berikut :
                    1)  Butir 1 huruf b, jasa konsultan, kecuali jasa konstruksi, perkiraan 
                    penghasilan netonya sebesar 50% dari jumlah bruto tidak termasuk 
                    PPN;
                    2)  Butir 2 huruf a, jasa teknik dan jasa manajemen, perkiraan 
                    penghasilan netonya sebesar 40% dari jumlah bruto tidak termasuk 
                    PPN;
                    3)  Butir 3, jasa pelaksanaan konstruksi, termausk jasa perawatan/
                    pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin,
                    listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel, sepanjang jasa tersebut 
                    dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang 
                    konstruksi dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha 
                    konstruksi, perkiraan penghasilan netonya sebesar 13 1/3% dari 
                    jumlah bruto tidak termasuk PPN;
                    4)  Butir 4 huruf a dan huruf b, jasa perencanaan konstruksi dan jasa 
                    pengawasan konstruksi, perkiraan penghasilan netonya sebesar 
                    26 2/3% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.

5.  Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
    a.  Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 
        8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas 
        Barang Mewah antara lain mengatur :
        1.  Pasal 4 : Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
            -   Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh 
                Pengusaha;
            -   Impor Barang Kena Pajak;
            -   Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh 
                Pengusaha;
            -   Pemanfaatan Jasa Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di 
                dalam Daerah Pabean;
            -   Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah 
            -   Pabean; atau
            -   Ekspor Barang Kena Pajak.
        2.  Pasal 9 ayat (1) sampai ayat (4) mengatur sebagai berikut :
            -   Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 
                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan Pajak.
            -   Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran 
                untuk Masa Pajak yang sama.
            -   Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak 
                Masukan tetap dapat dikreditkan.
            -   apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar pada Pajak 
                Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus 
                dibayar Pengusaha Kena Pajak.
            -   apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih 
                besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak 
                yang dapat diminta kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
        3.  Pasal 16 B : Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa pajak terutang 
            tidak dipungut sebagian, atau seluruhnya baik untuk sementara waktu atau 
            selamanya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak untuk :
            -   kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
            -   penyerahan Barang Kena Pajak tertentu, atau penyerahan Jasa Kena Pajak 
                tertentu;
            -   impor Barang Kena Pajak tertentu;
            -   pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah 
                Pabean.
    b.  Peraturan Pemerintah Nomor 25 TAHUN 2001 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan 
        Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1995 Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak 
        Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam 
        Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman 
        Luar Negeri, antara lain mengatur : 
        1.  Pasal 2 : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang 
            terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor serta penyerahan Barang dan Jasa 
            dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerinah yang dibiayai dengan hibah atau dana 
            pinjaman luar negeri, tidak dipungut.
        2.  Pasal 3 : Pajak Penghasilan yang terhutang atas penghasilan yang diterima atau 
            diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) utama dari pekerjaan yang 
            dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan 
            dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung oleh Pemerintah.
    c.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.04/2000 Tentang Perubahan Kedua Keputusan 
        Menteri Keungan Nomor 239/KMK.01/1996 Tentang Bea Masuk, Bea Tambahan, Pajak 
        Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan dalam 
        Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah atau Dana Pinjaman 
        Luar Negeri antara lain mengatur : 
        1.  Pasal 1 : Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 
            -   Proyek Pemerintah adalah proyek yang tercantum dalam Daftar Isian Proyek 
                (DIP) atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, termasuk proyek yang 
                dibiayai dengan Perjanjian Ppenerusan Pinjaman (PPP)/Subsidiary Loan 
                Agreement (SLA);
            -   Pinjaman Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk 
                devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/
                atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus 
                dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
            -   Hibah Luar Negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa 
                dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau 
                jasa termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah 
                luar negeri yang tidak perlu dibayar kembali.
            -   Dokumen lain yang dipersamakan dengan DIP adalah dokumen rencana 
                anggaran tahunan poyek, yang ditampung dalam Daftar Isian Pembiayaan 
                Proyek (DIPP), Surat Pengesahan Anggaran Biaya Proyek (SPABP), Rencana 
                Pembiayaan Tahunnan (RPT), Surat Rincian Pembiayaan Proyek Perkebunan 
                (SRP3), Rencana Anggaran Biaya (RAB), Daftar Isian Ppenerusan Pinjaman 
                Luar Negeri (DIPPLN), Surat Keputusan Otorisasi (SKO), dan dokumen lain 
                yang diterapkan oleh Menteri Keuangan;
            -   Perjanjian Ppenerusan Pinjaman (PPP) atau Sub-sidiary Loan Agreemen 
                (SLA) adalah perjanjian penerusan pinjaman antara Pemerintah RI cq. 
                Departemen Keuangan dengan BUMN/BUMD/PEMDA sehubungan dengan 
                proyek yang dilaksanakan oleh BUMN/BUMD/PEMDA dan dibiayai dengan 
                hibah atau dana pinjaman luar negeri yang diteruspinjamkan (two step loan);
            -   Kontraktor Utama adalah kontraktor, konsultan dan pemasok ("Supplier") 
                yang berdasarkan kontrak melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai 
                dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, termasuk tenaga ahli dan 
                tenaga pelatih yang dibiayai dengan hibah luar negeri;
            -   Kontrak adalah suatu perjanjian pengadaan barang dan jasa (KPBJ) atau 
                naskah lainnya yang dapat disamakan, yang ditandatangani oleh Pemimpin 
                Proyek atau pejabat yang berwenang dan Kontraktor Utama.
        2.  Pasal 3 ayat (1) : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang 
            Mewah (PPnBM) yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak 
            (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan 
            BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh 
            Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh 
            dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 
        3.  Pasal 3 ayat (2) : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang    
            Mewah (PPn BM) yang terutang sejak 1 April 1995 atas impor Barang Kena Pajak 
            (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan 
            BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau JKP oleh    
            Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang seluruh 
            dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak dipungut. 
        4.  Pasal 3 ayat (2) : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang 
            Mewah (PPn BM) yang terutang sejak tanggal 1 April 1995 atas impor Barang Kena 
            Pajak (BKP), pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean, 
            pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan/atau 
            JKP oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan pelaksanaan Proyek Pemerintah yang 
            sebagian dananya dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, tidak 
            dipungut hanya atas bagian dari proyek Pemerintah yang dananya dibiayai dengan 
            hibah atau pinjaman luar negeri tersebut. 
        5.  Pasal 8 ayat (1) : Atas perolehan BKP dan/atau JKP oleh Kontraktor Utama yang 
            melaksanakan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman 
            luar negeri tetap dikenakan PPN dan PPn BM oleh Pengusaha Kena Pajak yang 
            menyerahkan BKP dan/atau JKP tersebut. 
        6.  Pasal 8 ayat (2) : PPN yang telah dibayar oleh Kontraktor Utama sehubungan dengan 
            perolehan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak 
            Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran. 
    d.  Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004 Tentang Perubahan Atas 
        Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan 
        Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang 
        Dibebaskan Pungutan Bea Masuk antara lain mengatur : 
        1.  Atas impor Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap 
            dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
            berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
        2.  Menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atas impor 
            sebagian Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, tidak 
            dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 
        3.  Barang Kena Pajak yang dibebaskan dari pungutan Bea Masauk sebagaimana 
            dimaksud dalam ayat (2) adalah : 
            -   barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di 
                Indonesia berdasarkan azas timbal balik; 
            -   barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada 
                Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan 
                tidak memegang paspor Indonesia; 
            -   barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau 
                kebudayaan; 
    e.  Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.01/1998 tentang Pemberian Restitusi/
        Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Dan/Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Kepada 
        Perwakilan Negara Asing/Badan Internasional Serta Pejabat/Tenaga Ahlinya, antara lain 
        mengatur bahwa atas pembelian Barang Kena Pajak atau Perolehan Jasa Kena Pajak yang 
        dilakukan Oleh : 
        1.  Perwakilan Negara Asing;
        2.  Badan International di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik serta 
            Pejabat/Tenaga Ahlinya.
        Dibebaskan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 

6.  Berdasarkan ketentuan pada angka 2 sampai dengan angka 5 diatas serta memperhatikan isi surat 
    pada angka 1, dengan ini diberi penegasan sebagai berikut :
    1.  Pajak Penghasilan
        a.  Berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 23A Undang-undang Dasar 1945 
            sebagaimana telah diubah terakhir dengan Amandemen Keempat Tahun 2002, 
            Presiden dalam membuat perjanjian internasional (seperti agreement, charter) yang 
            terkait dengan beban keuangan negara harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan 
            Rakyat dan sepanjang mengenai pajak harus diatur dengan dan mengikuti/tunduk 
            pada ketentuan undang-undang perpajakan;
        b.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 32A dan Pasal 33A ayat (4) Undang-undang Pajak 
            Penghasilan, Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur status lex spesialis hanya 
            bagi Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan Kontrak Bagi Hasil/Kontrak 
            Karya. Dengan demikian, agreement, charter, dan perjanjian lain bukan merupakan 
            lex spesialis dari Undang-undang Pajak Penghasilan dan berlaku ketentuan umum 
            Undang-undang Pajak Penghasilan;
        c.  Mengingat bahwa perjanjian internasional (agreement, charter, dan perjanjian 
            lainnya) yang dibentuk/ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah 
            USA (USAID) diratifikasi/disahkan tidak dengan undang-undang, melainkan hanya   
            dengan keputusan/peraturan Presiden, maka kekuatan hukum perjanjian 
            internasional tersebut berada di bawah undang-undang dan tunduk pada undang-
            undang DPR hanya mengevaluasi keputusan/peraturan Presiden tentang pengesahan 
            perjanjian internasional dimaksud. Dengan demikian, perjanjian internasional tersebut
            tunduk pada ketentuan undang-undang perpajakan;
        d.  Memperhatikan penegasan dalam huruf a hingga huruf c di atas dan sejalan dengan 
            ketentuan Pasal 7 Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2005, pemberian kemudahan/
            fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan dilakukan sesuai dengan peraturan 
            perundang-undangan yang berlaku;
        e.  Mengingat fungsi dan kegiatan DEF tidak semata-mata memberikan pinjaman kepada 
            Pemerintah Indonesia yang masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanaja 
            Negara/Daerah (APBN/D) atau tidak memenuhi ketentuan Pasal 3 huruf c Undang-
            undang Pajak Penghasilan dan DEF tidak tercantum dalam Lampiran Keputusan 
            Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tentang Organisasi-Organisasi 
            Internasional dan Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk 
            sebagai Subjek Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
            Keputusan Menteri Keuangan Nomor 601/KMK.03/2005 , maka DEF tidak termasuk 
            sebagai organisasi internasional yang bukan Subjek Pajak Penghasilan. Dengan 
            demikian, DEF merupakan Subjek Pajak Penghasilan yang wajib memenuhi seluruh 
            kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundng-undangan 
            perpajakan. Berdasarkan administrasi Direktorat Jenderal Pajak, DEF terdaftar di 
            Kantor Pelayanan Pajak Denpasar Timur dengan Kantor Pusat di Pasadena California, 
            USA, dan bergerak di bidang konsultan konstruksi (rekonstruksi dan rehabilitasi 
            bangunan jalan dan jembatan);
        f.  Sepanjang pembangunan rekonstruksi jalan sepanjang 240 km antara Banda Aceh 
            dan Meulaboh bukan merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka 
            pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau 
            dana pinjaman luar negeri, maka Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan 
            yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan (termasuk DEF), dan pemasok 
            (supplier) wajib dibayar dan tidak ditanggung oleh Pemerintah. Dalam hal 
            pembangunan rekonstruksi jalan sepanjang 240 km antara Banda Aceh dan Meulaboh
            merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek 
            Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar negeri, 
            maka Pajak Penghasilan terutang yang ditanggung oleh Pemerintah hanya atas 
            penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan pemasok 
            (supplier) "utama" dari pelaksanaan pembangunan tersebut.
        g.  Mengingat pemberi hibah adalah ABC dan pihak yang ditunjuk/bertanggung jawab 
            untuk melaksanakan pembangunan dengan dana hibah tersebut DEF, maka sepanjang
            terdapat laba usaha yang diterima atau diperoleh ABC dari pelaksanaan pembangunan
            tersebut, terutang Pajak Penghasilan Badan oleh DEF dan wajib dilaporkan DEF dalam 
            SPT Tahunan PPh WP Badan DEF;
        h.  Dalam hal terjadi pengalihan hak atas tanah untuk pembangunan rekonstruksi jalan 
            sepanjang 240 km antara Banda Aceh dan Meulaboh kepada DEF dari orang pribadi 
            dengan jumlah bruto nilai tanah kurang dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta 
            rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, maka pengalihan hak atas
            tanah tersebut dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan pajak 
            Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
        i.  Atas penghasilan sehubungan dengan pembangunan rekonstruksi jalan sepanjang 
            240 km antara Banda Aceh dan Meulaboh yang diterima atau iperoleh sub-kontraktor (
            Wajib Pajak dalam negeri atau benmtuk usaha tetap) dari DEF wajib dipotong pajak 
            Penghasilan Pasal 23 oleh DEF, selaku pihak yang wajib membayarkan penghasilan 
            tersebut, sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto sebagai 
            berikut :
                1)  sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN atas 
                imbalan sehubungan dengan jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi;
                2)  sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah bruto tidak termasuk PPN atas 
                imbalan sehubungan dengan jasa teknik dan jasa manajemen;
                3)  sebesar 13 1/3% (tiga belas satu per tiga persen) dari jumlah bruto tidak 
                termasuk PPN atas imbalan sehubungan dengan jasa pelaksanaan konstruksi, 
                termasuk jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa instalasi/
                pemasangan mesin, listrik/telepon/air/AC/TC kabel, sepanjang jasa tersebut 
                dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi 
                dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
                4)  sebesar 26 2/3 (dua puluh enam dua per tiga persen) dari jumlah bruto tidak 
                termasuk PPN atas imbalan sehubungan dengan jasa perencanaan konstruksi 
                dan/atau jasa pengawasan konstruksi;
        j.  Atas imbalan penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan 
            nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh oleh :
                1)  Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, termasuk pegawai, bukan pegwai, 
                dan/atau tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, wajib dipotong,
                disetor, dan dilaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 oleh DEF;
                2)  Wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, wajib 
                dipotong, disetor, dan dilaporkan Pajak Penghasilan Pasal 26 dari jumlah 
                bruto oleh DEF.

    2.  Pajak Pertambahan Nilai 
        a.  ABC sebagai pemberi bantuan merupakan Badan International yang berbentuk kerja 
            sama teknik antara pemerintah Amerika Serikat dan pemerintah Republik Indonesia, 
            maka atas impor untuk keperluan ABC beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia 
            tidak dipumgut Pajak Pertambahan Nilai sepanjang dibebaskan dari Bea Masuk. 
            Selanjutnya atas pemberlian Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang dilakukan 
            di Indonesia dibebaskan dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
            Penjualan atas Barang Mewah sepanjang ABC dan Pejabat/Tenaga Ahlinya 
            memperoleh kekebalan diplomatik dari Pemerintah Indonesia.
        b.  Sepanjang bantuan dari ABC dimasukan dalam proyek pemerintah yang terutang 
            dalam DIP atau dokumen yang dipersamakan dengan DIP, maka DEF sebagai 
            kontraktor utama mendapat fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak 
            Penjualan atas Barang Mewah atas impor BKP, pemanfaatan JKP dari luar Daerah 
            Pabean, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean. Namun atas 
            perolehan BKP dan/atau JKP di dalam daerah pabean oleh DEF sebagai Kontraktor 
            Utama tetap terutang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang 
            Mewah, atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut merupakan Pajak 
            Masukan.
        c.  Namun demikian apabila DEF tidak mempunyai penghasilan lain selain dari proyek 
            pemerintah tersebut DEF melakukan perolehan BKP dan JKP di dalam daerah pabean, 
            maka akan terjadi lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai, mengingat ketika DEF 
            melakukan penyerahan pekerjaan kepada pemerintah Indonesia sehubungan dengan 
            pelaksanaan Proyek Pemerintah dananya dibiayai dengan hibah tidak dipungut Pajak 
            Pertambahan Nilai mengakibatkan Pajak Keluarannya nihil, dilain pihak terdapat pajak 
            yang telah dipungut pihak lain berupa pajak masukan.

Demikian untuk dimaklumi.




Direktur,

ttd.

Herry Sumardjito
NIP 060061993

Tembusan :
1.  Direktur Jenderal Pajak;
2.  Direktur Pajak Pertambahan Nilai;
3.  Direktur Pajak Penghasilan;
4.  Ka Kanwil DJP Bali.
peraturan/sdp/282pj.3232006.txt · Last modified: 2023/02/05 06:24 by 127.0.0.1